Lailatul Qadar dan Silang Pendapat Ulama

937 kali dibaca

Salah satu keistimewaan yang terdapat dalam bulan suci Ramadan adalah turunnya Lailatul Qadar yang dikenal pula dengan Malam Seribu Bulan. Lailatul Qadar memang turun pada bulan suci Ramadan.

Setiap muslim tentu mengharapkan bisa berjumpa dengan malam mulia tersebut. Salah satu alasannya karena umat Islam yang bermunajat pada malam itu akan dikabulkan oleh Allah Swt. Namun, tentang kapan waktu turunnya, tidak ada yang dapat memastikan. Yang jelas, para ulama berbeda pendapat mengenai waktu terjadinya malam seribu bulan ini.

Advertisements

Berkaitan dengan waktu turunnya malam Lailatul Qadar, Ustaz Abdul Wahab Ahmad menjelaskan sebagaimana yang telah disiarkan di media NU Online (26/05/2019), bahwa sebagian ulama, yakni Utsman bin Abi al-‘Ash dan Hasan al-Bashri dan sebagian Syafi’iyah menyatakan bahwa yang paling bisa diharapkan adalah sepuluh hari kedua bulan Ramadan. Sementara mayoritas ulama mengatakan, yang paling bisa diharapkan adalah tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, ini adalah pendapat yang paling kuat (Fath al-Bary, IV, 263).

Sementara, sabda Nabi Muhammad Saw dalam salah satu hadis:

كَانَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهَا

Artinya: “Nabi bersungguh-sungguh pada sepuluh akhir bulan Ramadan, yang mana tidak dilakukan oleh beliau pada sepuluh terakhir pada bulan-bulan lainnya.”

Hadis ini riwayat dari Imam Ahmad dan Muslim.

Ada hadis yang lafaznya hampir sama dan maknanya juga sama, serta status hadisnya muttafaq ‘alaih:

أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ إذَا دَخَلَ الْعَشْرُ الْأَوَاخِرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَر

Artinya: “Apabila telah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadan, maka Nabi Muhammad Saw menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya dan mengencangkan sarungnya.(Nailul al-Authar, IV, 319).

Jamaluddin Muhammad Jauzi di dalam kitab Kasful al-Muskil min Hadis Shahihain dan Badruddin al-Aini di dalam kitab Syarah Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadis yang pertama atau yang kedua tersebut memiliki dua interpretasi.

Pertama, harus fokus melakukan ibadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadan, karena berharap memperoleh malam Lailatul Qadar. Kedua, harus lebih serius lagi dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, sebab sepuluh terakhir merupakan momen-momen yang tersisa bersama bulan Ramadan.

Sedangkan, pendapat yang masyhur dari kalangan Imam Hanafi mengatakan, malam Lailatur Qadar mungkin terjadi pada hari-hari biasa selama satu tahun, artinya tidak khusus hanya pada saat bulan Ramadan saja.

Sementara, sebagian kelompok Syafi’iyah yang ditarjih oleh al-Subki berpendapat, Lailatul Qadar terjadi hanya pada malam-malam bulan Ramadan saja dan tidak terjadi pada malam-malam lain di luar bulan Ramadan.

Beda lagi menurut Abi Razin al-Uqaily. Abi Razin berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada awal malam bulan Ramadan. Pendapat Imam Nawawi lain lagi. Imam Nawawi menyatakan bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh kedua dari bulan Ramadan.

Menurut Imam Syafi’i, Lailatul Qadar terjadi pada malam awal sepuluh terakhir dari bulan Ramadan. Sedangkan para sahabat dan tabi’in mengatakan, Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh empat.

Imam Jauzi mengatakan, Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh lima. Kemudian bisa terjadi pula pada malam kedua puluh enam. Namun, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Mu’awiyah, Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Ada pula yang mengatakan terjadi pada malam kedua puluh delapan.

Ibnu ‘Arabi berpendapat, Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh sembilan. Sedangkan, Qadhi Iyadh meriwayakan bahwasanya Lailatul Qadar terjadi pada malam ketiga puluh. Sementara, dalam metode Imam al-Ghazali:

Satu, jika awal Ramadan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29. Dua, jika awal Ramadan tepat pada hari Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21. Tiga, jika awal Ramadan hari Selasa atau Jum’at, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Empat, jika awal Ramadan hari Kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25. Lima, jika awal Ramadan hari Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

Ustaz Muhammad Abror, sebagaimana dilansir dari NU Online (Sabtu, 23/04/2022), menyatakan bahwa perhitungan metode al-Ghazali ini dinilai cukup representatif, bahkan Syekh Abu Hasan asy-Syadzili pun menggunakannya. Dalam sebuah testimoni, asy-Syadzili berkomentar, “Semenjak saya menginjak usia dewasa, Lailatul Qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut.”

Sebagaimana diketahui, baik Pemerintah melalui Kementerian Agama atau pun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Falakiyah PBNU mengikhbarkan bahwa awal Ramadan 1443 H jatuh pada hari Ahad (03/04/2022). Artinya, jika mengacu kepada prediksi matematis Imam al-Ghazali di atas, maka malam Lailatul Qadar Ramadan tahun ini jatuh pada malam ke-29 Ramadan, tepat tanggal 1 Mei 2022 M.

Meski demikian, prediksi tersebut tidak bisa dijadikan sebagai sebuah landasan mutlak. Lailatul Qadar bisa jatuh di tanggal berapa saja, karena prediksi ini tidak tunggal, ada banyak sekali pendapat ulama.

Sebagai penutup tulisan ini, pada suatu kesempatan, KHR. Achmad Azaim Ibrahimy, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo bertutur:

“Ada pendapat yang mengatakan bahwa amal ibadah di hari-hari terakhir dapat menutupi kekurangan amal ibadah pada hari-hari sebelumnya. Ini tidak bisa diartikan secara harfiah bahwa cukup beribadah di hari-hari terakhir saja sebagaimana memahami bahwa Lailatul Qadar turun di malam-malam ganjil bulan Ramadan sehingga cukup i’tikaf dan meningkatkan ibadah lainnya pada malam ganjil tersebut. Bukan begitu.”

“Ini harus dipahami secara utuh dan menyeluruh, karena ibadah itu bersinergi dengan rangkaian ibadah lainnya dan sebelumnya. Lailatul Qadar turun tidak kepada orang yang hanya beri’tikaf saja, sementara tidak mengerjakan kewajiban lainnya. Pun juga tidak kepada orang yang hanya beri’tikaf di malam tertentu saja.”

Wallahu a’lam bi shawab…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan