Kontribusi Ulama Perempuan Nusantara dalam Perkembangan Islam

2,236 kali dibaca

Selama ini terminologi ulama dalam konstruksi berpikir kebanyakan komunitas umat Muslim seringkali disematkan kepada kaum laki-laki, dan tidak untuk perempuan. Kalaupun untuk menyebut perempuan sebagai ulama mesti ditambahkan ulama perempuan atau perempuan ulama. Kenyataan ini seakan menggambarkan bahwa kaum perempuan tidak ada yang pantas disebut ulama – kendatipun kapasitas intelektual mereka sudah mumpuni menjadi seorang ulama.

Inilah fakta bahwa budaya patriarkal yang telah berlangsung berabad-abad lamanya tetap melekat pada diri masyarakat. Perempuan dalam pentas peradaban ini sangat jarang –kalau tidak mau dikatakan terlarang– untuk berada pada posisi pengambilan keputusan, mengelaborasi dan mengimplementasikan (menyebarkan) hukum-hukum agama terhadap khalayak ramai.

Advertisements

Maka tidak heran, jika dalam literatur sejarah sepak terjang dan perjuangan seorang perempuan tidak banyak diketahui –untuk tidak mengatakan menghilang– dalam literatur sejarah, khususnya sejarah di Indonesia. Padahal, kalau kita menakik kembali sejarah, ada banyak dari kalangan perempuan telah memainkan peranan penting dalam menyebarkan Islam, khususnya di Nusantara ini. Tentu sesuai dengan kemampuan dan kapasitas keilmuan yang dikuasai atau dimiliki oleh masing-masing mereka.

Namun, dalam catatan kecil yang saya tulis ini hanya beberapa tokoh atau ulama dari kalangan perempuan yang akan dipaparkan ihwal kontribusi dan sepak terjangnya pada perkembangan Islam. Mengingat keterbatasan literatur yang membincang peran dan kiprah ulama perempuan. Berikut beberapa nama ulama perempuan tersebut:

Nyai Arnah dari Banten

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Banten merupakan salah satu provinsi yang banyak melahirkan para ulama tersohor, baik di kancah nasional maupun dunia internasional. Siapa yang tidak kenal Syekh Nawawi al-Bantani seorang ulama kelahiran kota Serang Banten, yang sampai hari ini karya-karyanya banyak dikaji dan dijadikan rujukan. Bukan hanya di pesantren, melainkan di universitas-universitas, baik di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Maka tidak heran, jika Banten dijuluki Provinsi seribu ulama dan sejuta santri.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan