Kisah Fitri yang Viral

1,190 kali dibaca

Setelah menerima uang dari ayahnya, keesokan harinya Siti memutuskan mengajak Fitri untuk segera pergi ke rumah sakit. Dengan sepedanya, Siti membonceng Fitri menuju halte bus.

“Mengapa kita tidak meminta Lik Yadi untuk mengantar kita?”

Advertisements

“Lik Yadi sedang bekerja ini tadi. Jadi kita harus naik, bus.”

“Aku tidak enak dengan orang-orang, Bu. Masa ibu membonceng saya dengan sepeda. Apa nanti kata orang kepadaku.”

“Jika ada orang yang mencibir kita, biarkan aku yang menjelaskan.”

Orang yang sedang duduk di tepi jalan menatap sinis Siti yang terasa berat membonceng Fitri. Tatapan sinis itu membuat Fitri semakin sesak.

Tenaga Siti di usia lima puluh tiga tahun berjibaku melawan angin yang berembus seolah menghalangi jalan mereka.

“Bagaimana sih anak itu, sudah dewasa masih saja merepotkan ibunya,” orang di tepi jalan berbisik kepada orang di sebelahnya.

“Iya, dasar anak durhaka.”

Karena tidak mendengar perkataan mereka, Siti melanjutkan perjalanan. Napas Siti terengah-engah ketika sampai di sebuah penitipan sepeda.

“Sebenarnya kita bisa kapan-kapan saja pergi. Nunggu Lik Yadi sanggup mengantar kita. Kita tak perlu susah payah seperti ini.”

“Sudahlah, Fit. Kamu menurut saja pada ibu. Ini demi kebaikanmu.”

“Aku tidak enak pada orang-orang. Mereka memandangiku dengan sinis.”

“Biarkan saja, jangan diambil hati. Aku yang menjelaskan kepada mereka jika nanti ada yang menyalahkanmu.”

Perdebatan mereka terjeda setelah bus yang mereka tunggu datang. Fitri melangkah menaiki bus. Tangan kanan Fitri menggandeng ibunya, Siti. Raut wajah lelah nampak di wajah keriput Siti. Beberapa peluh menetes dari wajahnya.

“Duduklah sini, Fit.”

“Ibu duduk di mana?”

“Aku akan berdiri di sebelahmu.”

“Duduklah sebelahku, Bu.” Fitri menawarkan kursi bus dua orang untuk diisi tiga orang.

“Mana bisa begitu, Mbak. Ini kursi dua orang masa untuk tiga orang,” kata lelaki muda yang duduk di sebelah Fitri.

“Saya minta sedikit ruang saja, kasihan ibuku.”

“Seharusnya kamu yang berdiri. Biarkan ibumu duduk. Kita sama-sama membayar, siapa yang naik lebih awal maka akan mendapatkan tempat duduk.”

“Saya…”

“Sudahlah Fit, biarkan ibu berdiri. Insyaallah sebentar lagi ada orang yang mau turun.”

Kepala Fitri mulai sakit menahan amarahnya. Lelaki muda itu berdiri kemudian mengeluarkan gawainya. Kamera gawai lelaki itu diarahkan ke wajah Fitri.

“Ini saya sedang naik bus. Suasana dalam bus sedang penuh. Ada anak durhaka yang duduk di sebelah saya. Ia yang membiarkan ibunya berdiri, sedangkan ia duduk.”

“Bukan seperti itu, Pak,…” celetuk Siti.

“Jangan terlalu sabar mengahapi perilaku anak ibu. Anak seperti ini tidak bisa disabari, Bu. Jika ibu masih bersabar terus menerus lama-lama makin ngelunjak.”

“Tolong berikan HP Anda. Hapus videonya!” pinta Fitri.

“Kenapa, Mbak? Takut viral ya? Makanya bersikap baiklah kepada ibumu.”

Medengar perkataan lelaki muda itu kepala Fitri menjadi sakit. Amarahnya seketika memumuncak karena lelaki muda itu semakin memojokkannya. Fitri dengan refleks merampas gawainya.

“Kamu tidak tahu latar belakang kami, jangan menghakimi kami!” sambil berucap Fitri membanting gawai lelaki muda itu.

“Hei apa yang kamu lakukan. Kamu harus mengganti gawaiku!”

Pertikaian mereka semakin menjadi. Lekaki muda itu mendorong tubuh Fitri hingga terjatuh. Para penumpang pun memisahkan mereka.

“Turunkan anak ini, mereka membuat keributan!” ujar lelaki muda.

Sopir menghentikan bus. Fitri dan Siti diturunkan sebelum sampai tujuan. Sementara lekaki muda itu mengambil gawainya yang retak di kolong kursi tempat duduknya.

“Awas nanti, kamu pasti viral!” kata lelaki muda dengan bernada tinggi.

*

Lelaki muda itu terbakar amarahnya terhadap Fitri. Siang hari setelah sampai di tempat kerjanya, ia mengunggah video pertikaiannya dengan Fitri di bus tadi di akun Facebooknya. Ia merasa bangga karena banyak netizen yang membelanya. Banyak juga netizen yang merasa simpati dengan lelaki muda itu, kemudian membagikan unggahannya ke media sosial lainnya. Dalam hitungan jam, video kemarahan Fitri tersebut viral. Saking viralnya video kemarahan Fitri sampai menjadi berita di televisi nasional dan media cetak ternama.

“Da, bukankah itu Fitri?” tanya ibu Rosida ketika melihat berita Kemarahan Remaja di Bus.

“Sepertinya iya, Bu. Coba kucari beritanya di FB.”

Rosida membuka Facebooknya, kemudian mencari video yang viral tersebut. Setelah menemukannya, sahabat Fitri dari kecil itu terperangah keheranan. Untuk menghilangkan rasa penasaran pikirannya, Rosida memutuskan menelepon Fitri.

“Assalamualaikum, Da.”

“Waalaikumsalam. Bagaimana keadaanmu?”

“Cukup baik, Da. Tumben kamu telepon, ada apa?”

Setelah mendengar pertanyaan Fitri, Rosida menceritakan bahwa ada video viral yang mirip dengan dirinya.

“Coba kamu kirim link video itu, Da!”

Sambil menangis, Fitri membenarkan bahwa itu memang dirinya. Ia tak pernah menyangka bahwa pertengkaran dengan lelaki muda itu akan seviral itu.

Fitri menceritakan kepada Rosida bahwa pada saat itu hendak ke rumah sakit untuk memeriksakan sakit kepala yang semakin parah. Akibat dari sakit kepala itu, ia sering lepas kendali. Waktu memasuki sebuah bus, ibunya yang memintanya untuk menduduki bangku kosong di sebelah lelaki muda itu.

“Ia tidak terima jika ibuku yang sudah tua malah kubiarkan berdiri. Karena hal itu, ia menganggap aku sebagai anak durhaka. Kepalaku seketika menjadi teramat sakit ketika lekaki muda itu merekam kami sambil berkata memojokkanku. Akhirnya, terjadilah peristiwa seperti rekaman video di Facebook itu.”

“Sebaiknya kamu mengklarifikasi kejadian itu secepatnya.”

“Aku sekarang sedang di rumah sakit untuk menjalani MRI. Nanti jika sudah selesai MRI, aku akan membuat video klarifikasi bersama ibuku. Tolong bantu aku ya, Da?”

*

“Berdasarkan hasil MRI, anak ibu menderita kanker otak. Anak ibu termasuk anak yang istimewa karena mampu bertahan dari kanker stadium empat dalam kondisi baik,” kata dokter Ridwan.

“Apa bisa disembuhkan, Pak?” tanya Siti.

“Kami akan berusaha, semoga saja Allah mengizinkan. Sejak kapan anak ibu sakit kepala?”

“Sejak dua bulan lalu.”

“Saya kira tidak mungkin jika hanya dua bulan ini saja putri ibu mengalami gejala sakit kepala, mual, dan sebagainya. Coba ibu ingat?”

“Kalau mulai sering sakit kepala, sejak empat tahun lalu.”

“Sebenarnya putri ibu sudah mengalami gejala kanker sejak empat tahun lalu. Sekarang sel kanker anak ibu sudah menyebar. Jika ibu memeriksakan empat tahun lalu, insyaallah prospek kesembuhannya sampai sembilan puluh persen. Dari pengalaman kami, jika melihat kondisi sel kanker di otak putri ibu, kemungkinan sembuhnya hanya lima persen. Malah ada pasien saya yang sudah tidak sanggup bertahan dengan kondisi yang sama seperti yang dialami dengan anak ibu.”

“Apa pun akan saya lakukan demi nyawa anakku. Tolonglah anak kami satu-satunya ini.”

“Sebagai dokter, kami akan berusaha semampu kami. Ibu bisa memmbantu kami dengan selalu memotivasi anak ibu agar rutin menjalani terapi medis, memberikan support mental, menenangkan pikiran anak ibu agar tidak berpikir terlalu keras, terlalu capek, dan yang terpenting selalu berdoa kepada Allah semoga ia diberikan kesembuhan.”

*

Mendengar kabar bahwa kondisi Fitri semakin memburuk, Rosida berinisiatif mendatangi Aldi di rumahnya. Seusai berbasa-basi, Rosida meminta Aldi mengajak teman-teman sekelasnya untuk menjenguk Fitri di rumah sakit,

“Al, kapan kita menjenguk Fitri?”

“Aku nggak tahu, Da.”

“Kondisi Fitri semakin memburuk sekarang. Ayo kita ajak teman-teman menjenguknya.”

“Coba kamu sampaikan sendiri kepada teman-teman di Grup WA.” Tidak seperti biasanya Aldi bersikap dingin kepada temannya yang terkena musibah.

“Apa gara-gara video di medsos itu kamu tidak lagi care sama sahabatmu?” Aldi hanya terdiam.

“Kamu lebih percaya potongan video dan komentar negatif netizen daripada persahaban kita selama ini?”

“Bisa saja Fitri sengaja baik dengan kita daripada dengan ibunya selama ini,” jawab Aldi.

“Seharusnya sebagai ketua kelas apalagi sahabat Fitri, kamu bijak Al. Kenapa kita tidak menanyakan langsung kepada Fitri atau mendatangi ibunya untuk menanyakan kronologi video Fitri yang viral itu.”

“Tindakan Fitri di video itu salah.”

“Apa jika teman kita bersalah tidak dianggap lagi sebagi teman? Apa jika kita yang tidak tahu detail kejadiannya kemudian menghakiminya, menggibahnya, menghujatnya, menyebarkan aib, bahkan tidak menjenguknya saat sakit? Kemarin aku baru saja WA Fitri, yang membalas ibunya. Ibunya berkata bahwa ‘Fitri kondisinya menurun setelah dia dirundung oleh akun-akun yang tidak dikenal’

Selesai berkata demikian, Rosida berlari meninggalkan Aldi.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan