Kiai Romly, Mursyid Penyusun Istighotsah

2,191 kali dibaca

Harum bunga masih terasa di kompleks maqbaroh Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Wajar, setiap pertengahan bulan Ramadan selalu diadakan peringatan haul untuk salah satu masyaikh pondok pesantren tersebut, KH Romly Tamim.

KH Romly Tamim atau sering disebut dengan Kiai romly adalah salah satu masyaikh Pondok Pesantren Darul ulum sekaligus mursyid Tarekat Qodiriyah wan Naqsyabandiyah. Sosok kiai yang sangat alim, sabar, wara’, faqih, dan sufi murni.

Advertisements

Kiai Romly lahir di Bangkalan, Madura pada 1888 Masehi. Kiai Romly adalah putra ketiga dari Kiai Tamim Irsyad, pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum. Kiai Romly diboyong sejak kecil oleh ayahnya dari Bangkalan untuk menyebarkan ajaran Islam di Desa Rejoso yang kental oleh masyarakat abangan. Tempat ini yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang.

Kiai Romly kecil mendapatkan pendidikan dan pengajaran langsung oleh sang ayah, KH Tamim Irsyad dan kakak iparnya, KH Kholil Juraemi. Setelah dewasa, Kiai Romly tabarrukan ilmu kepada Syaikhona Kholil di Bangkalan. Kiai Romly muda merupakan santri yang sangat patuh dan taat terhadap perintah gurunya.

Ada suatu riwayat yang mengisahkan bahwa pada suatu ketika cincin istri Syaikhona Kholil terjatuh di jamban pembuangan air besar. Karena cincin itu sangat berharga, akhirnya Syaikhona Kholil meminta tolong kepada Kiai Romly muda untuk mencarinya, dan Kiai Romly pun menjalankan perintah tersebut dengan rela dan patuh hingga cincin itu ditemukan. Dari cerita tersebut Kiai Romly memberikan sebuah suri teladan akan ketakdziman terhadap guru yang mulai memudar di era modern ini.

Setelah dirasa cukup dalam menimba ilmu kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Kiai Romly memutuskan untuk meneruskan untuk menimba ilmu kepada KH Hasyim Asyari di Tebuireng Jombang. Penulis pernah mendapatkan cerita dari almarhum Kiai Muzammil Yogyakarta bahwa sewaktu Kiai Romly pamit boyong, Sayikhona Kholil memberikan bekal pisang raja kepada Kiai Romly. Entah apa pesan simbolis yang disiratkan, wallahu a’lam.

Selain ngangsu kawruh kepada Kiai Hasyim Asyari, Kiai Romly juga ditugaskan untuk membantu mengajar ilmu agama di Pesantren Tebuireng. Kiai Romly merupakan salah satu santri kesayangan Kiai Hayim Asyari.

Selain karena kecerdasan dan ketakdzimannya, Kiai Romly juga dikenal sebagai santri yang gemar riyadhoh. Pada pada suatu ketika, Kiai Hasyim membuat sayembara kepada para santrinya, “Barangsiapa yang mengetahui tidurnya Kiai Romly akan saya beri hadiah.” Namun setiap malam para santri yang mengikuti sayembara ini tidak pernah melihat Kiai Romly tidur. Kiai Romly selalu terlihat mengaji, tadarus, zikiran, bahkan hingga mengisi bak mandi Kiai Hasyim dan para santri. Sehingga sayembara itu tidak pernah dimenangkan oleh siapa pun.

Pada 1919, Kiai Romly sempat melanjutkan belajarnya di tanah suci Mekkah selama satu tahun. Setelah itu kembali lagi ke Pesantren Tebuireng. Karena begitu sayangnya Kiai Hasyim kepada Kiai Romly, akhirnya Kiai Romly dinikahkan dengan salah satu putrinya, yaitu Nyai Azzah binti Hasyim pada 1923 M. Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama karena terjadi perceraian.

Setelah perceraian tersebut, Kiai Romly memutuskan pulang ke Rejoso untuk membantu kakak iparnya, Kiai Kholil Juraemi yang mengasuh Pesantren Rejoso. Sewaktu berpamitan, Kiai Hasyim memerintahkan 40 orang alumni senior supaya ikut ke Rejoso untuk menemani Kiai Romly dalam meramaikan Pondok Darul Ulum. Di antara alumni senior itu ada Gus Kholik, Gus Khozin Sidoarjo, dan Gus Manshur Tanggulangin Sidoarjo.

Setelah kepulangan Kiai Romly di Rejoso, terdapat spesialisasi bidang pengajian dan pengajaran. Kiai Romly dikenal sebagai sosok yang alim bidang akidah dan fikih. Sementara itu, Kiai Kholil (wafat 1937) dikenal dengan kiai Tarekat Qodiriyah wan Naqsyabandiyah.

Satu tahun sebelum kewafatannya, Kiai Kholil berharap dan mengajak agar Kiai Romly bersedia masuk tarekat. Ketika itu Kiai Romly belum berkenan. Kiai Romly menunggu perkenan gurunya, yakni Kiai Hasyim Asyari, berupa izin dan istikharahnya. Hasilnya, Kiai Hasyim memberikan restu agar Kiai Romly menerima ajakan Kiai Kholil untuk memimpin tarekat di Pesantren Rejoso. Pada periode Kiai Romly Tamim adalah masa kegemilangan Tarekat Qodiriyah wan Naqsyabandiyah Rejoso hingga menjadi pusat tarekat di Jawa, atau setidaknya di Jawa Timur.

Selain menjadi pengasuh pesantren dan mursyid tarekat, Kiai Romly merupakan penyusun wirid istighotsah yang hingga saat ini menjadi amalan bagai kaum Nahdliyyin. Kiai Romly menyusun wirid istighotsah bertujuan agar para santri yang tidak mengikuti tarekat mempunyai wirid amaliyah yang khas.

Kiai Romly menyusun wirid ini dalam kurun waktu tiga tahun. Selama proses ini, Kiai Romly melakukan riyadhoh dalam bentuk puasa mutih sebagai sarana pendekatan yang lebih intens dengan Sang Pencipta. Susunan istighotsah terangkum dalam kitab karangan Kiai Romly, yaitu al-Istighatsah bi Hadrati Rabb al-Bariyyah” (tahun 1951). Kemudian, pada 1961 kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh putranya, KH Musta’in Romli.

Kiai Romly juga turut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kiai Romly beberapa kali turun dalam medan tempur dan mengerakkan seluruh santri untuk maju perang di bawah komando KH Hasyim Asyari. Kiai Romly juga mempersilakan Pondok Pesantren Rejoso sebagai salah satu markas laskar Hizbullah sebelum bertempur ke Surabaya. Adapun, salah satu putranya, Gus Ishomuddin menghadap keharibaan Allah dikarenakan terkena tembakan penjajah di area Pesantren Rejoso.

Setelah berjuang di berbagai ranah, baik dalam ilmu agama maupun memperjuangkan kemerdekaan, Kiai Romly wafat di Rejoso Peterongan Jombang pada 16 Ramadlan 1377 H atau tanggal 6 April 1958 M. Kiai Romly meninggalkan begitu banyak legacy kepada keturunan dan para santrinya.

Semasa hidup, Kiai Romly produktif dalam menulis kitab. Di antara kitab-kitab karangannya adalah al Istighotsah bi Hadrati Rabbi al Bariyyah, Tsamratu al Fikriyah, Risalah al Waqi’ah, dan Risalah ash Shalawat an Nariyah.

Di antara murid-murid Kiai Romly yang terkenal dan menjadi kiai besar ialah KH Muhammad Abbas (Buntet Cirebon), KH Muhammad Utsman Ishaq (Sawahpuluh Surabaya), KH Shonhaji (Kebumen), KH Husein Ilyas (Mojokerto), KH Asrori Ishaq (Kedinding Surabaya), dan KH Imron Hamzah (Sidoarjo).

Kiai Romly meninggalkan enam putra dari dua istri, yaitu Nyai Maisaroh dan Nyai Khodijah. Adapun putra-putranya adalah KH Musta’in Romly (wafat tahun 1985), adalah menantu KH Abdul Wahab Chasbullah Tambakberas; KH Ahmad Rifa’iy Romli (wafat tahun 1994), menantu Kiai Mahrus Ali Lirboyo; KH A Shonhaji Romli (wafat tahun 1992), menantu Kiai Ahmad Zaini Sampang; Muhammad Damanhuri Romly (wafat tahun 2001), menantu Kiai Zainul Hasan Genggong; Ahmad Dimyati Romly (wafat tahun 2016), menantu Kiai Marzuki Langitan; dan A Tamim Romly, M.Si. (menantu Kiai Shohib Bisri Denanyar).

Sudah 66 tahun Kiai Romly Tamim berpulang keharibaan Allah SWT. Banyak sekali suri teladan yang diajarkan semasa hidup. Kesabaran, kesederhanaan, kepatuhan terhadap guru, dan perjuangan dalam menegakkan agama dan negara.

Dari sedikit manaqib Kiai Romly yang saya tulis ini, teriring doa dan wasilah alfatihah kepada Kiai Romly. Penulis berharap, agar kita selalu berupaya mewariskan dan melestarikan semangat Kiai Romly dalam memperjuangkan agama dan negara. Semoga kita semua tetap dianggap santri oleh Kiai Romly dan bisa bertemu dan berkumpul suatu saat nanti.

Ila Ruhi Syaikh Muhammad Romly Tamim, Alfatihah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan