الأعمل : صورقائمة ، وأرواحها : وجود سرالإخلاص فيها .
“Amalan zahir adalah badan, sedangkan ruhnya adalah keikhlasan yang tersembunyi di dalam amalan zahir tersebut.”
Syaikh Ibnu Athoillah as Sakandary dalam Al Hikam Athoiyyah.
***
“Bukankah Nabi Muhammad berusia 25 tahun ketika menikah dengan Khadijah yang berumur 40 tahun, Kiai? Bukankah Nabi berusia 50 tahun saat menikahi Aisyah yang masih sangat belia? Bukankah umur bukan suatu penghalang pernikahan?” ucap Kiai Amin.
Dengan masih tersenyum, Kiai Syukri menimpali, “Sebentar Kiai, sesuatu yang diputuskan tergesa-gesa khawatir hasilnya kurang baik.”
Kiai Amin menghela napas. Seolah sesuatu baru disadarinya. Ia kemudian tertawa.
“Nanti saya akan istikharah dulu. Semoga segera ada jawaban. Jika memungkinkan, minggu depan insyaallah saya akan silaturrahmi ke rumah panjenengan,” Kiai Syukri menimpali.
“Ngestuaken, Kiai. Dengan senang hati, kami tunggu kerawuhan panjenengan. Semoga akan terbuka pintu kebaikan di antara kita.”
“Monggo diunjuk teh ipun, Kiai,” pinta Kiai Syukri.
Mereka kemudian terdiam. Kiai Syukri memang bukan tipe orang yang banyak bicara. Hal ini membuat Kiai Amin bingung harus berkata apa lagi.
Di depan rumah kecil itu lalu lalang santri yang pulang- pergi dari kampus atau sekolah hilir mudik. Untuk santri putri memang tidak diperkenankan belajar di luar pesantren. Santriwati Futuhiyah yang tampak beraktivitas di luar pesantren merupakan pemandangan langka, karena itu hal ini membuat momen-momen seperti itu terasa istimewa. Sementara ini kepengasuhan pesantren putra maupun putri berada di tangan Kiai Syukri.
Sedangkan untuk kelangsungan tarbiyah ada Ustazah Hani yang merupakan kepala Madrasah Diniyah Futuhiyah putri sejak era Kiai Fatah dulu. Ustazah senior ini juga merupakan pengasuh sebuah pesantren putri tidak jauh dari Futuhiyah. Sebagai alumnus Pesantren Futuhiyah, dia memang mendedikasikan hidupnya untuk almamater sebagai wujud khidmah kepada guru.