Kiai Dimyati Rois dan Pijar Kesederhanaannya

1,328 kali dibaca

Di masa Orde baru, Mbah Hai Dimyati pernah menjadi Utusan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk bergabung di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Kiai kelahiran Tegal, Jawa Tengah, pada 1945 ini adalah kiai yang lampah-nya seperti al Maghfurrullah Haddratussyaih KH Maimoen Zubair. Kiai yang tidak hanya mengurusi pesantren, tetapi juga melipat jarak di berbagai kancah perpolitikan dan gerakan kebangsaan.

Dari PPP sampai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah sejarah politik yang ditorehkan. Dalam gerakan NU tidak diragukan lagi. Beliau baik secara struktural maupun kulturla berperan sangat besar dalam organisasi NU. Di samping menjadi Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), beliau juga menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat di bawah. Di kalangan santri, misalnya, beliau dikenal sebagai mubaligh yang dalam ilmunya, luas pandangannya, sederhana kehidupannya. Sehingga masyarakat umum sangat mengenal beliau.

Advertisements

Ada hal menarik yang bisa kita teladani dari beliau. Ini urusan kesederhanaan. Hidup sederhana tentu berbeda dengan menjalankan nilai-nilai kesederhanaan. Dalam salah satu biografi singkat beliau yang ditulis tim Laduni.id, dikatakan bahwa beliau adalah pribadi yang sederhana, bahkan tidak makan jika tidak benar-benar lapar.

Salah satu kenalan saya di FB, kebetulan santri dan kerabat beliau, juga pernah bilang bahwa Kiai Dim Kaliwungu adalah sosok yang benar-benar membumi. Siapa saja disapa dan disambut jika bertamu. Sosok yang selalu menyebarkan senyum dan adem saat ngobrol bersama beliau.

Dalam tradisi pesantren, Kurdi (2021) menjelaskan bahwa salah satu prinsip sosial yang dibangun dalam kehidupan pesantren adalah penerimaan dari dalam pesantren terhadap realitas sosial. Artinya, ada keterbukaan dari dalam pesantren terhadap siapa pun, tanpa memandang status sosial tertentu, atau bangsa atau bahkan agama tertentu.

Tak bosan-bosan dipertegas oleh Gus Dur bahwa kemanusiaan itu berada di atas apa pun. Artinya, pesantren memiliki tanggung jawab sosial kemanusiaan yang luar biasa. Utamanya dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan.

Masyarakat akar rumput biasanya memandang pesantren adalah gudang solusi. Oleh sebab itu, masyarakat yang sowan ke pesantren tidak jarang adalah mereka dengan fakta problem yang dihadapinya. Mereka mencari keluasan hati, ketegasan keputusan dari dalam pesantren. Seperti sowan kiai, nderek toriqotan, dan lain sebagainya.

Kiai Dim selalu menunjukkan prinsip tersebut, dengan membuminya beliua di mata simpatisan dan masyarakat secara umum. Jika antara kiai dan masyarakat sudah tak berbatas dalam ruang sosial, maka masyarakat akan sangat terbuka juga menyambut pengetahuan yang diberikan oleh kiai tersebut.

Dalam hal ini, Kiai Dim adalah sosok yang mengajarkan kepada kita agar senantiasa membuka tangan dan membuka pintu rumah bagi siapa pun. Jika ditarik kepada pemahaman saling mengenal dan memahami, maka prinsip toleransi sosial inilah yang mengajar kuat dalam uswah yang diberikan oleh Kiai Dim kepada kita.

Warisan ini adalah warisan spiritualitas dari Kiai Dim. Warisan yang harus kita sebar luaskan agar menjadi bunga yang mekar dan tumbuh berkembang. Dampak sosialnya jelas, bahwa semua orang membutuhkan ruang untuk bersandar dan mengutarakan keluh kesahnya. Walaupun tidak serta merta solusi itu ada, paling tidak dengan penerimaan terhadap siapa pun, menjadikan satu titik terang menuju jalan yang lurus dan munculnya solusi atas problem realitas hari ini.

Belum genap 40 hari sepeninggalan Buya Syafii Maarif, Kiai Dim, sosok yang sederhana, itu telah berpulang. Semoga khusnul khotimah. Warisannya adalah pengetahuan yang mewakili sosok sederhana itu. Tentu akan memberikan penerangan bagi kita, khusunya umat Muslim agar senantiasa bersikap sederhana namun tetap menjadi diri yang iman dan takwa.

Sederhana dalam bersosial, sederhana dalam menjalin komunikasi, dan sederhana dalam berinteraksi dengan siapa pun adalah kunci sosial yang utama. Karena tidak ada tindak tanduk yang diajarkan Nabi Muhammad selain uswah hasanah, bersikap sopan santun, dan kesederhanaan dari Kiai Dim mewakili Uswah Kanjeng Nabi tersebut.

Semoga kita semua kecipratan cahaya dari pijar kesederhanaan sang Guru, Kiai Dimyati Rois Kaliwungu. Wallahua’lam bishowab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan