Kendat

2,826 kali dibaca

Musim penghujan sudah mulai sejak pengujung Oktober yang lalu. Dan awal November ini, hujan hampir tak henti-hentinya menderas setiap harinya. Tentu saja kemarau yang lalu membikin sumur-sumur tanah menjadi kerontang, parit-parit kering, dan tanah-tanah tandus menjadi sedemikian berdebu telah membuat orang-orang di dusun ini begitu rindu akan hujan. Tetapi hujan menderas setiap hari seperti ini, ya kadang kala membikin nelangsa juga. Betapa tidak? Sebagian besar penduduk di desa ini adalah penyadap nira. Bayangkan saja betapa nelangsanya ketika pagi subuh dan senja mereka memanjat pohon kelapa yang licin karena air hujan, dan menemukan pongkornya2 bukannya penuh nira, tetapi penuh air hujan. Dan nyaris pasti, hasil gula kelapa dari nira-nira yang kebanyakan campuran air hujannya ini biasanya tidak terlalu bagus kualitasnya.

“Gulanya gemblung lagi Nang…” si Mbok mendesah memandangi sewajan besar gula kelapa yang baru saja matang. Yang ia maksud sebagai gula gemblung adalah gula kelapanya tak mau mengeras.

Advertisements

Biasanya, untuk membuat gula kelapa, nira dari pohon kelapa itu dimasak di wajan besar sampai menjadi cairan kental kecoklatan untuk kemudian dituangkan ke dalam cetakan-cetakan dari pohon bambu yang dipotong sepanjang lima sentimeter. Begitu mendingin, cairan kental kecoklatan itu berubah menjadi gula kelapa yang padat berukuran silinder dan siap dijual ke tengkulak. Namun musim penghujan yang begini ini seringkali menyebabkan gula jadi gemblung, sebutan untuk gula-gula yang benyek3, yang tak mau mengeras dan memadat. Suka tidak suka, gula gemblung semacam ini pasti akan dibeli dengan harga sangat murah oleh para tengkulak.

Tentu saja itu malapetaka. Gula yang bagus pun, sekilonya paling-paling dibeli dengan harga lima ribu rupiah oleh tengkulak, apalagi gula gemblung begini, pasti mentok setengah harga gula yang bagus. Padahal di luar sana, di pasar dan toko-toko, apalagi di supermarket, gula-gula kelapa semacam ini harganya bisa sampai sepuluh ribu per kilonya. Pernah kuusulkan pada si Mbok untuk menjual gula ini langsung ke pasar, tapi tentu saja usul itu ditolak oleh si Mbok karena saking mustahilnya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan