Kemelut Gondang Wangi

973 kali dibaca

Seperti biasa, suasana kantor desa Gondang Wangi riuh oleh suara obrolan para pamong desa.

“Kabarnya di dusun Gondang Sari tadi pagi ada sapi mati lagi Pak Das?” pertanyaan Pak Karbini mengusikku. Dia pasti ingin memojokkanku sebagai kepala dusun yang tak mampu menjaga keamanan. Kusemburkan asap rokok sebelum menanggapi ucapan kepala dusun Gondang Rojo itu. Kusempatkan pula menghela napas dengan lapang.

Advertisements

“Sepertinya wilayahmu itu semakin tidak aman saja, Pak,” Pak Karbini melanjutkan ucapannya. Telingaku terasa kian panas. Kepala Desa masih sibuk membaca koran di sebelahku, abai dengan ucapan bawahannya yang mengusik emosi ini.

“Tahu betul kau tentang kabar di dusunku, Pak Bin?” sahutku seraya mengisap batang rokok kembali.

“Kita ini satu desa, Pak Das. Angin dengan sangat cepat menyebarkan apa pun kejadian yang menimpa kita ke telinga-telinga warga yang selalu haus berita itu.”

Aku mengangguk paham, kemudian menyeruput kopi pahit yang terhidang di meja.

“Ini kejadian yang keberapa dalam sebulan ini Pak Das?” tanya kepala desa tiba-tiba, tanpa meletakkan lembar-lembar koran yang sedang dibacanya.

Aku segera tergeragap, mengingat-ingat kembali berapa kejadian sapi warga Gondang Sari yang diracun orang dalam sebulan ini. Tak kurang ada tiga kejadian dalam sebulan ini. Pak Karbini, kepala dusun Gondang Rojo, itu tersenyum sinis mendengar jumlah korban yang kusampaikan pada kepala desa. Dia sangat berkepentingan menghancurkan namaku agar kontestasi pilkades tahun depan tak ada aral yang menghalangi pencalonan dirinya dalam meraih kursi kepala desa.

Suatu malam aku datang ke sebuah kenduri kematian tetangga tidak jauh dari rumahku. Musim penghujan yang datang berkepanjangan membuat air hujan turun melimpah-limpah beberapa bulan ini. Jalan-jalan ke wilayah pelosok yang belum diaspal dipenuhi lumpur becek. Sebenarnya rasa capai dan jalan becek itu cukup menjadi alasan untukku tidak datang ke undangan kenduri itu. Akan tetapi sebagai seorang kepala dusun yang harus mengayomi banyak orang, mau tak mau aku akhirnya datang ke rumah hajatan itu dengan jalan kaki. Dan tentu saja, acara kecil ini teramat penting untuk mendulang popularitas namaku di kontestasi pilkades tahun depan.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan