KEBUN AIR MATA

319 kali dibaca

KEBUN AIR MATA

Di kebun-kebun air mata,
makhluk yang mekar suaranya gesit. bergerak
menyingkap dan sembunyi ke akar-akar sukma.

Advertisements

nenek moyang kita kesedihan,
melahirkan ribuan benih kenangan.
pelan ia bergumam.

Di kebun-kebun air mata,
sepetak tanah itu, tempat medan pacuan dan taruhan,
selalu dan selalu dikalahkan dendam

bila musim panen tiba,
hari akan menamai diri dengan kelopak senja
sekali lagi ia bergumam.

maka kupetik buah ranum itu
dan tetesannya, mengaliri sungai mataku.

Yogyakarta, 2022.

BUNGA KRISAN DI HALAMAN

Sebermula,
bunga itu peranakan kuda yang mahir berlar
menyeberangi semesta.
Kelopak-kelopak umur menyiasati
tumbuhnya daun dengan mega,

dengan semenanjung barat
yang membasahi mata kita.

Sebermula,
sepasang kelopak Krisan akan gugur
bila punggung doa terkulai dan rebah di halaman,
lalu para Ibu yang sedia berburu nasib

memungutnya dengan hati
yang tak pernah kita pahami.

Sementara kau sungguh-sungguh membenci
perpisahan yang diulang-ulang:
Ibumu kelopak bunga, dongeng matahari
cinta masygul para peri.

Yogyakarta, 2022.

BIJI AKASIA

Bila biji-biji ini selesai kau rendam dari air keruh dosa,

dan sepasang merpati mencuri tatap, kau telah selesai

menjadi mayat kenangan dan arwahmu meracau, seperti

wangi kembang. Maka miringkan bulan, purnama itu,

dengan segala yang mungkin.

Merah, merah subuh, selembut belatung pohon siwalan

akan menjelma serbuk-serbuk musim, ketika rindu terlampau

sendu dan pohon ini sempurna tumbuh dari keras batu-batu.

batu cadas hatimu. Maka Akasia kecil bermandi cahaya,

pecah cahaya dari setiap sisi kemurunganku yang selalu sia-sia.

Bila biji-biji ini cemburu kepada air, kerap kau kecup tiap waktu

embun-embun di hantar pagi menemukan kesialan. Sebab tidak

lagi dua matanya meraba tubuh dan jantungmu. Dan legit harapan,

setangkup langit, tak akan kau kenang. Tak lagi kau impikan.

Ke batas-batas paling jauh hujan.

Yogyakarta, 2022.

HUJAN CAHAYA

Ini hujan terakhir sebelum tepian musim mengelupas,

bukit-bukit selendang pekat, meredakan letupan malam

sebuah malam dengan awan usia:

tak lagi memiliki nama

kemudian, bis tua yang membawa hati, jantung, juga limpaku

pelan menuruni bukit. Bukit ganjil tubuhmu. Bukit yang

menyimpan ribuan kunang-kunang, kuku bekas perang.

akan sampai ke muara jalan:

tempat kau membuka kebun kesedihan

sebelum selesai mereka berhambur, berbagi kepedihan negeri,

hujan cahaya tiba lebih dulu. Menyerbu pasang-pasang mata

lalu mengais-ngais nasib buruknya:

tiba-tiba mereka tercerahkan, tiba-tiba!

cinta yang sementara, bangkai busuk semesta.

Yogyakarta, 2022.

KETIKA BULAN KESEMBILAN RAIB

Ia ingin saling menikam, menghidu dupa para pendoa,

menimbang jarak rimba dan memetik tangkainya.

Bulan separuh, tepat di dahi langit

hantu-hantu berkeliaran, ribuan kesedihan

“telah kau lihat kalelawar saling kejar,

dingin angin dan musim saling bertikai”

Ia terjerembab di busuk hari

setiap perih meniup tulang punggung

dan

dada gemetar, sejauh cakar camar.

Ia ingin saling menikam dengan bayang-bayang.

Yogyakarta, 2022.

Multi-Page

One Reply to “KEBUN AIR MATA”

Tinggalkan Balasan