Islam Indonesia: Islam Ideal atau Islam Realita?

194 kali dibaca

Secara historis, penyebaran Islam ke berbagai daerah di Nusantara dijelaskan dengan beberapa teori yang didukung oleh masuskrip-manuskrip keislaman.

Para ahli menyebutkan ada sejumlah teori mengenai masuknya Islam ke wilayah Nusantara. Secara umum, dalam buku berjudul Islam, Politik, dan Demokrasi di Indonesia yang ditulis oleh Ahmad Syafii Maarif, dinyatakan bahwa teori masuknya Islam di Indonesia antara lain adalah Teori Gujarat, Teori Persia, dan Teori Arabia. Namun, ada juga literatur sejarah yang menyatakan terdapat empat teori, yakni ditambah Teori Cina.

Advertisements

Berdasarkan teori-teori tersebut, penyebaran Islam bisa melalui jalur perdagangan, tasawuf, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan politik. Karena itu, penyebaran Islam di Indonesia menunjukkan karakter dan relasi yang bersifat mutual-akomodatif antara ajaran Islam dan kearifan lokal (local wisdom).

Memotret fakta sejarah tentang Islam, dalam buku The History of Islam in Indonesia: Kontribusi Ulama Membangun Peradaban dan Pemikiran Islam di Indonesia karya dari Dzulkifli Hadi Imawan, dijelaskan bahwa dalam memahami dan mendalami Islam, perlu dibedakan antara ideal Islam dan real Islam (Islam Ideal dan Islam Realita).

Dalam suatu perspektif dapat dikemukakan bahwa Islam ideal itu adalah Islam yang seharusnya, sebagaimana termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an.

Akan tetapi, Islam ideal belum tentu dapat diwujudkan dalam realitas sejarah umat Islam. Sedangkan, historical Islam (Islam yang sudah menjadi sejarah atau menyejarah) belum tentu selalu bertitik-tolak dari Islam yang ideal.

Dengan demikian, untuk memahami kenyataan perlu dibedakan antara ajaran Islam auntentik dengan fenomena ketika ajaran tersebut bertransformasi secara dinamis dalam sebuah tatanan kultural masyarakat. Di samping itu juga perlu dipadu-padankan dengan konteks sosio-historisnya.

Islam di Indonesia mengalami akulturasi atau penyebaran ajaran tanpa menghilangkan budaya asli yang ada. Sehingga pendeklarasian suatu identitas khas yang kemudian disebut Islam Ke-Indonesia-an atau Islam Nusantara menarik untuk dieksplorasi secara mendalam terhadap dua realitas, yakni: realitas kebudayaan Indonesia dan realitas Islam itu sendiri.

Pembacaan ulang dua realitas entitas ini dalam lingkup masa kini dan demi menyongsong masa depan tentunya sudah melalui pertimbangan yang matang d imasa lampau. Sehingga hasil dari akulturasi tersebut sebagian besar masyarakat Indonesia dapat dikatakan relatif cepat mengenal dan menerima Islam dengan mudah.

Islam adalah ajaran wahyu yang diturunkan di sebuah kawasan yang berbeda karakteristik tradisi dan sistem kehidupannya dengan Indonesia dalam berbagai aspeknya. Indonesia sendiri adalah kawasan yang hunian masyarakatnya terdiri dari multi etnis, multi agama, multi budaya, atau dapat juga disebut bangsa yang majemuk.

Misalnya saja dalam hal tradisi dan agama yang terjadi di perdesaan, terdapat tradisi selametan desa guna untuk keselamatan desa dari berbagai mara bahaya, seperti bencana alam, berbagai penyakit, dan lain-lain. Biasanya selametan desa dilaksanakan seperti kenduren (masyarakat berkumpul disuatu tempat untuk melaksanakan selametan) dan dilengkapi dengan olahan makanan serta sesajen. Olahan makanannya pun dibagi, ada yang disediakan untuk orang-orang yang berdoa dan untuk leluhur yang telah meninggal.

Mungkin fenomena tersebut terkesan aneh karena mana mungkin orang yang sudah meninggal memakan makanan seperti orang yang masih hidup, sampai-sampai makanan tersebut bisa saja mubazir karena tidak akan ada yang memakannya. Dan untuk sesajen, dilengkapi dengan kemenyan yang dibakar, itu dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada para leluhur juga dan asap kemenyan dipercaya sebagai jalur atau perantara apa yang telah disiapkan bisa sampai pada para leluhur.

Kejadian yang terkesan janggal tersebut dinilai lumrah oleh masyarakat desa zaman dahulu karena sebelum Islam masuk, mereka menganut animisme dan dinamisme, yang mana mereka memiliki kepercayaan terhadap alam (seperti pohon besar) dan kepada leluhur. Seiring adanya ajaran Islam, selametan desa saat ini telah disertai dengan bacaan-bacaan doa seperti tahlil dan doa-doa lainnya, dengan harapan memohon perlindungan kepada Allah SWT agar desa dan seluruh keluarga senantiasa diberi keselamatan sekaligus mendoakan para leluhur yang telah tiada. Sedangkan untuk sesajen beserta kepercayaan kemenyan itu, dengan berkembangnya waktu telah mulai terkikis dan beberapa tempat telah tidak melakukannya lagi.

Hal ini membuktikan bahwa Islam di Indonesia disebarkan melalui sistem perdamaian, artinya tidak mengandung pemaksaan. Fenomena yang menjadi contoh di sini menjadikan pemahaman bahwa yang terjadi di masyarakat Indonesia kebanyakan adalah Islam realitas. Telah terjadi akulturasi di dalamnya, budaya masyarakat Indonesia telah bercampur dengan ajaran Islam tanpa menghilangkan tradisi aslinya.

Selain tradisi selametan desa yang menjadi akulturasi budaya dengan ajaran Islam tersebut, masih banyak lagi tradisi di Indonesia yang mengalami akulturasi, seperti dalam upacara perkawinan, kelahiran, kematian, serta tradisi selametan lainnya yang menegaskan bahwa Islam Indonesia adalah Islam realitas.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan