Islam dan Pendidikan Multikulturalisme

982 kali dibaca

Islam dan multikultural (-isme). Dua terma yang hendak kita perbincangkan. Pembahasan eksplisit kedua terma (dengan konjungsi dan) seolah menunjukkan diferensiasi eksisitensionalis: bahwa keberadaan agama Islam dalam konteks keberagaman membutuhkan konsep multikultural. Agama Islam di Indonesia misalnya, sebelum masuk, seolah membutuhkan konstruksi konsep relevansi sosial terhadap karakteristik yang majemuk agar mudah diterima.

Padahal konsep keislaman tidaklah demikian. Islam dan multikultural adalah satu-kesatuan yang memuat hubungan afielatif secara mendasar. Rasulullah Saw. sebagai patron model keislaman, di mana awal mula Islam diembankan tuhan kepadanya, diabadikan secara literal dalam nash Al-Qur’an (Surah Al-Anbiyaa: 107) bahwa, entitas kerasulan tidak akan pernah terwujud kecuali membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).

Advertisements

Islam tidak perlu membangun lagi konsep multikultural hanya mengejar metodologi dakwah yang sesuai dengan karateristik ruang lokal. Esensi keagamannya memang mengandung konsep demikian sebagai manifestasi dari keberagaman. Sejak awal Islam memandang manusia sebagai individu yang bebas (dalam mengabstraksi pola dan kategori), otonom dan hidup dalam kecenderungan-kecenderungan. Islam mengakui itu dengan representatif rahmatan lil ‘alamin. Simplifikasi secara kolektif dengan menempatkan manusia pada taraf dan porsi yang sama sangat bertentangan dengan konsep keislaman dan konsep dasar kemanusiaan.

Namun, kompleksitas permasalahan rasisme peran, hierarki kekuasaan dan ketimpangan sosial yang berimplikasi pada konflik sosial dan bentrok antar sesama kembali menguji konsistensi Islam di tengah kecamuk kepentingan itu. Ada pergeraseran orientasi nilai, di mana multikultural yang dahulunya sebagai konsep dasar terpaksa dituangkan dalam bentuk pendidikan. Ketika konflik perbedaan sudah dalam taraf yang akut, transformasi nilai multikultural sudah saatnya dibumikan dengan pola pendidikan. Dalam taraf ini, metodologi doktrinal menjadi jalan yang legal karena dianggap berorientasikan kemaslahatan.

Epistimologi dari konsep multikulturalisme sebenarnya adalah sebuah ideologi yang menempatkan manusia dalam wahana makhluk yang beradab dan berderajat. Konsep ini adalah bentuk pengakuan terhadap entitas kemanusiaan (individual, otonom dan berkecenderungan) sebagai makhluk tuhan. Istilah multikultural pertama kali diperkenalkan di Kanada sekitar tahun 1920 sebagai sinonim dari kata pluralis untuk menjukkan masyarakat yang majemuk. Dalam wacana Al-Qur’an dasar epistemologis multikulturalisme adalah kemuliaan manusia, yang darinya muncul seperangkat hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi dan merupakan fondasi etis bagi multikulturalisme (Pendidikan Multikulturalisme dalam Islam, Suluri)

Di Amerika Serikat istilah multikultural lebih dikenal dengan melting post society, di India menggunakan ungkapan omposite society dan Indonesia sendiri mengungkapnya dalam bentuk slogan Bhinneka Tunggal Ika. Istilah itu muncul menjadi identitas nasional sebagai bentuk  pengakuan terhadap karakteristrik masyarakatnya yang majemuk, baik berupa etnis, ras, budaya dan warna kulitnya. Di satu sisi keberagaman adalah suatu kekayaan yang terdapat dalam masyarakat. Kita bisa berdialektika secara komparatif untuk mengasosiasi kebenaran melalui perbedaan. Namun tidak jarang pula perbedaan berpotensi mengarah pada kehancuran ketika sikap multikultural tidak hadir di dalamnya.

Melihat realitas sosial, konsep multikultural diagendakan dalam bentuk pendidikan. Pakar pendidikan Amerika Serikat, Prudence Crandall sebelum merumuskan adanya pendidikan multikultural, menaruh perhatian secara intensif terhadap latar individual masing-masing peserta didik dalam proses sebuah institusi. Dia menaruh perhatian yang amat besar untuk memahami peserta didik secara intensional akan latar etnis, budaya dan agamanya.

Secara garis besar pendidikan multikultural bertujuan untuk memenuhi hak belajar peserta didik yang ditempatkan dalam porsi yang sama. Sikap tersebut berusaha untuk membentuk pribadi yang berkarakterkan demokratis dan pluralis dalam melihat realitas keberagaman, bahwa setiap orang layak mendapatkan pembelajaran yang sama tanpa dibatalkan dengan rasisme kelompok tertentu (Fuad Funani, 1978). Islam sendiri memiliki konsep pendidikan multikultural yang lebih spesifik, utamanya dalam semangat juang persatuan di Indonesia.

Konsep pertama dalam pendidikan multikultural adalah berusaha menjauhi linear doktrinal terhadap pembelajaran fiqih dan tafsir Al-Qur’an dengan metode alternatif melalui komparasi turunan dari syariat (muqaran). Hal ini diperlukan adanya ijtihad memberikan rumusan-rumusan baru tentang keislaman ketika dihadapkan pada permasalahan yang lebih kompleks.

Selanjutnya, mengembangkan kecerdasan spritual dan keshalehan sosial. Demarkasi relasi kemanusiaan sangat jelas dalam Islam. Di satu sisi manusia harus cerdas secara spritual sebagai bentuk penghambban diri kepada tuhan (hablun minallah) dan keshalehan sosial dalam membangun hubungan baik dengan sesama tanpa memandang latar belakang yang ada (hablun minannas wa hablun minal alam).

Metodologi pendidikan multikultural demikian halnya menjadi suatu pengharapan di tengah keberagaman. Menjadi suatu pegangan ketika konsep pluralisme atau episteme multiculturalism untuk menerima dan mengahargai perbedaan yang terus berkembang dibatalkan dengan identitas sosial yang melakat pada diri masing-masing manusia.

Mengingat suatu paham pluralisme menjadi suatu keniscayaan yang harus tertanam pada masing-masing individu, pendidikan multikulturalisme menjadi metode yang harus digalakkan secara intensif dengan penuh kehati-hatian. Manusia perlu menyadari bahwa Allah Swt. menginginkan adanya keanekaragaman di tengah manusia. Fakta itu dapat dibuktikan dengan Tuhan yang menciptakan manusia dalam kondisi berbeda baik dalam ilmu pengetahuan, sikap, pendapat, perasaan, dan konsekuensi turunan dari itu semua, seperti keinginan mereka untuk memilih pekerjaan yang ingin dijalani. Jadi tidak ada ruang bagi konflik dan potensinya dengan alibi perbedaan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan