Ingsun dalam Tasawuf Mistik Syeikh Siti Jenar

2,901 kali dibaca

Wacana ke-Aku-an sebenarnya ide abadi yang muncul sepanjang zaman. Dalam konteks Islam Indonesia, Syeikh Siti Jenar salah satu tokoh sufi yang memperkenalkan gagasan tentang ke-Aku-an yang merupakan bagian dari perjalanan hidup sejatinya.

Sebelum Syeikh Siti Jenar, sudah banyak tokoh sufi yang telah mencapai pemahaman yang secara sempurna akan ke-Aku-annya. Akan tetapi, untuk kasus Syeikh Siti Jenar, pengantara ke-Aku-annya itu justru disambut dengan tuduhan bahwa ia adalah orang yang keluar dari agama bahkan tidak beragama.

Advertisements

Ke-Aku-an atau Ingsun atau Ananiyyah, atau the I-amness merupakan sesuatu yang inhern dalam kehidupan setiap manusia. Karena ingsun merupakan sumber dari kisah penciptaan. Hanya, tidak setiap manusia mau dan/atau mampu menerimanya sebagai bagian dari dirinya.

Syeikh Siti Jenar sudah secara tidak langsung telah menghayati dua wilayah sekaligus, yaitu: Ingsun dalam konteks raga/fisik/badan dan Ingsun dalam konteks the Ultimate Reality. Pada konteks Ingsun raga berorientasi pada pijakan tubuh fisik yang meliputi bukan hanya pada badan melainkan jiwa dan juga nyawa.

Pada konteks ini Syeikh Siti Jenar melalui muridnya —Ki Kebokenongo— menguraikan bahwa agama seharusnya mengarahkan setiap para pemeluknya menjadi orang yang hidup menyatu dengan alam dan merdeka. Yakni hidup yang berupaya menerima realitas kebaikan (becik, goodness) dengan keburukan (ala, badness), kehidupan (urip, life) dengan kematian (pralaya, death), dan Tuhan (Gusti, God) dengan hamba (kawula, slave).

Dalam kaitannya dengan Ingsun ragawi akan senantiasa berhadapan dengan keburukan, kematian, dan kehambaan. Ketiga hal tersebut menjadi realitas wajib yang melekat pada setiap manusia. Pada tataran ini, Ingsun ragawi adalah Ingsun yang relatif. Ingsun ragawi adalah yang senantiasa berubah wujud, bentuk, dan tempat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan