Husain, Santri Gasek Peraih Medali Debaters Internasional

556 kali dibaca

Skill dan mental santri tidak bisa dianggap remeh. Kian hari prestasi demi prestasi terus diraih. Bukan hanya di tingkat regional dan nasional, melainkan juga berjaya di kancah internasional.

Adalah Muhammad Husain Rifa’i, santri Pondok Pesantren Sabilurrosyad Gasek Kota Malang, Jawa Timur yang belum lama ini mengukir prestasi di kancah internasional. Siapa sangka, Husain yang sekaligus mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bisa mengharumkan bangsa dalam ajang 2nd Asian Arabic Debating Championship (AADC) Qatar Debate 2023. Acara ini digelar di Muscat, Oman pada 26 Januari 2023 hingga 3 Februari 2023. Ia tidak seorang diri, bersama tiga mahasiswa dari Program Studi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Advertisements

Ajang bergengsi dua tahunan itu diikuti ratusan peserta dari berbagai negara. Menurutnya, capaian ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak perjuangan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di sisi lain, Husain menjelaskan bahwa orang Indonesia memiliki potensi sekaligus anugerah yang luar biasa. Yakni mendapat anugerah lisan sempurna di bidang melafalkan berbagai bahasa, terutam Bahasa Arab, Inggris, dan lainnya.

“Saya amati seperti Korea, ada Vietnam, di mana negara-negara itu kesulitan dalam bersaing (debat) internasional. Itu disebabkan kesulitan dalam menggunakan bahasa asing. Mulut kita bisa segala bahasa. Khususnya yang saya tekuni di debat persaingan kebahasaan Bahasa Arab,” paparnya saat dikonfirmasi, Minggu (18/06/2023) melalui sambungan telepon.

Pria yang hobi bermain futsal ini dalam setiap kesempatan selalu memberikan motivasi kepada adik-adik hingga teman-temannya, pola pemikiran orang asing tidak jauh dengan pemikiran di Indonesia. Tinggal bagaimana santri atau mahasiswa ikut terjun dan benar-benar menekuni. Pasalnya, itu yang ia alami selepasa mengikuti debat Bahasa Arab bertemu dengan debater-debater asing dari luar negeri.

“Meskipun kita orang desa, orang terpencil di Indonesia, khususnya saya, sebenarnya kita mampu sebenarnya, bisa bersaing di kancah internasional,” terang Husain yang memang berasal dari desa ini.

Debaters asal Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung ini bersaing di Qatar yang diikuti oleh 18 negara, 320 peserta, yang mewakili 42 universitas. Negara yang ikut berpartisipasi di antaranya adalah Qatar, Oman, Arab Saudi, Indonesia, India, Irak, Kuwait, Yordania, Azerbaijan, Australia, Lebanon, Pakistan, Malaysia, Palestina, Korea Utara, Thailand, Vietnam, dan Yaman.

“Saya juga bertemu (debat melawan) Qatar, Lebanon, dan Vietnam. Mereka pun, dalam logika, analisis masalah, dan sebagainya tidak terlalu jauh. Kita sebenarnya bisa bersaing di segala sisi tidak hanya di debat Bahasa Arab,” terangnya.

Tips Sukses

Husain membagikan tips untuk menjadi sosok yang mampu bersaing di kancah global dari pengalaman yang telah ia lewati. Baginya, untuk santri, pelajar, mahasiswa, dan remaja harus mengenali potensi diri. Kalau dirinya mempunyai hobi atau mempunyai kesenangan dalam bidang debat Bahasa Arab.

“Temukan dulu, yang suka nyanyi. Temukan apakah nyanyi ini bener-bener potensi kalian. Setelah itu potensi tersebut jadikanlah hobi,” bebernya.

Semasa sekolah di bangku puti abu-abu, dirinya mulai belajar Bahasa Arab. Dan banyak kegagalan yang ia alami, belum memetik sebua keberhasilan. Baru di bangku kuliah, ia menemukan tips dan menggali potensi. Selanjutnya yang harus dilakukan adalah menjadikan potensi ke sebuah hobi.

“Ketika kita mendalaminya bukan lagi menjadi beban, karena itu sudah menjadi hobi,” jelasnya.

Tips selanjutnya menurut mahasiswa semester 6 ini yaitu harus ada penekanan-penekanan di dalam diri sendiri. Mulai menjadikan kebiasaan di luar latihan bersama, latihan-latihan yang ada di kampus atau mungkin pelajaran di sekolah, sebisa mungkin mempelajari sendiri. Mempelajari cara debat, cara menyampaikan argumen diluar kurikulum yang ada atau pelajaran yang telah ia terima.

“Di luar pelajaran pokok yang saya terima, saya belajar sendiri bagaimana menemukan atau belajar sesuai tingkat yang diinginkan oleh debater-debater dunia,” kenangnya.

Alumnus Pondok Pesantren Al-Kamal Blitar ini juga harus memiliki kemampuan public speaking sebagai kemampuan syarat mutlak. Pasalnya, tidak bisa dilatih sehari dua hari, melainkan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Menurutnya pengembangan pola pikir kritis harus diimbangi pengembangan pola pikir public speaking di depan banyak orang.

Sebab, itu yang akan memberikan pemahaman kepada banyak orang. Selain itu, sebagai salah satu hal yang menurut saya paling bagus untuk menunjang kualitas sebuah seorang pemuda.

Pesantren Menunjang Logika

Husain melanjutkan, di Lomba Debat Internasional tidak jauh dalam berlogika menganalisis kasuistik hingga mencari bukti. Pun memberikan argumen seperti bahstul masa’il di pondok pesantren. Lantaran, itu ia rasakan sendiri semasa nyantri beberapa tahun di pondok pesantren.

Perbedaan debat dengan bastul masail yang ia ikuti terletak pada objek yang diperdebatkan. Jika bahsul masail perihal hukum fenomena kekinian, bagaimana hukum ibadah hingga muamalah dan seterusnya.

Sementara dalam debat menerangkan yang dibahas adalah semua masalah dunia dan masalah umum. Mulai adanya rekayasa genetik, adanya penyuaraan politik dalam olahraga, masalah keuangan dalam perusahaan-perusahaan swasta dan sebagainya.

“Pembahasan persoalan umum di dunia, politik, kesehatan hingga ekonomi. Sistemnya kita pahami dulu asas masalahnya. Baru, kita telaah kenapa ada masalah seperti ini, seperti ini kita teliti dari argumen dari sisi pendidikan, politik dan sebagainya,” paparnya.

Sementara, jika dalam Bahtsul Masail, dikatakan Husain harus menggunakan i’tibar, usul fikih, dan beberapa ibarot (sumber). Kalau di debat hampir sama, harus menggunakan based on data. Ketika menggunakan argumen, harus ada mana bukti, data, terjadi di mana, dan sudah diteliti di mana.

“Teman-teman Bahstul Masa’il itu sebenarnya mempunyai logika-logika berpikir, juga bisa digunakan di debat Bahasa Arab,” akuinya.

Mahasiswa yang memiliki bermotto hidup ‘Bermimpilah sampai orang lain menertawakanmu, hidupmu pilihanmu’ ini mengajak santri, pelajar dan pemuda untuk bangkit. Ia mengajak generasi muda harus benar-benar bermimpi, bukan hanya santai-santai menghayal. Karena bermimpi lewat mencari jalan untuk mencapai mimpi.

Dirinya yakin sedesa-desa apapun latar belakang santri, Allah telah menganugerahkan otak, mulut, dan makan yang sama. Sehingga mendorong mengapa tidak untuk bersaing dengan orang luar negeri.

Husain mengakui bahwa ia benar-benar dari desa di Tulungagung dengan bahasa yang masih medok. Siapa mengira bendera merah putih berkibar di kancah internasional dari anak desa.

“Silakan bermimpi setinggi-tingginya. Lalu jangan lupa, untuk selalu berusaha, dipersiapkan untuk meraih mimpi kalian,” tandas alumni MTs Darul Hikmah dan MAN 3 Blitar ini.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan