Hoaks Membunuh Kita (1): Yang Cerdas Tak Menelan Hoaks

685 kali dibaca

Hoaks bukanlah istilah yang muncul belakangan ini, akan tetapi sudah ada sejak tahun 1808. Ia berasal dari bahasa Inggris, hoax, yang artinya berita bohong atau palsu. Banyak orang yang menganggap bahwa hoaks berasal dari kata “hocus”, diambil dari kata “hocus pocus” yang merupakan kata yang sering diungkapkan oleh para pesulap (sama halnya dengan sim salabim).

Karen itu, fenomena hoaks bukanlah hal yang bersifat baru, melainkan sudah turun temurun sejak zaman dahulu. Tokoh hoaks pertama adalah iblis yang mencoba membodohi Adam. Akan tetapi, Adam merupakan orang cerdas yang tidak termakan hoaks dari iblis —akhirnya Hawa yang menajdi sasaran empuk hoaks si iblis laknatullah tersebut. Akibatnya, terjadilah pengusiran dari surga ke dunia; murka Allah diperoleh mereka berdua sampai anak cucu mereka. Akan tetapi masih beruntung mendapat ampunan dari Allah.

Advertisements

Hoaks kembali ramai pada periode periwayatan hadis generasi Tabi’in. Hadis merupakan segala hal yang berkaitan dengan Nabi, termasuk perkataan, tingkah laku, sampai tindak tanduk. Dari sini muncul berbagai kerumitan untuk menentukan validitas kebenaran hadis yang dibawa secara estafet oleh para rijal al-hadits (para perawi hadis) sampai kepada kita. Karena, setiap perawi bertanggung jawab terhadap validitas dan kualitas hadis yang mereka riwayatkan. Dan jika yang membawa hadis tersmasuk golongan bidah, maka status hadis yang dibawanya bersifat mawdlu’ atau hoaks. Artinya, hoaks terjadi juga dengan mengklaim nama Nabi Muhammad.

Akhir-akhir ini muncul isu politik yang sangat meresahkan warga masyarakat. Mulai kasus Saracen, hoaks tokoh presiden, tokoh PBNU, ulama, dan sebagainya. Para oknum penyebar berita hoaks berkoalisi dengan beberapa oknum wakil rakyat guna menyebarkan kebohongan demi hasrat politiknya, yaitu menghancurkan citra dan karakter lawan politiknya.

Klarifikasi adalah jalan satu-satunya untuk membendung arus tersebarnya hoaks. Dan mengedepankan saling percaya, meminimalisasi saling curiga, serta sikap waspada sangat dibutuhkan saat klarifikasi. Karena lebih sulit mengklarifikasi suatu berita daripada menyebarkan hoaks. Satu kali tombol enter ditekan, ribuan hoaks bisa tersebar, akan tetapi butuh berhari-hari untuk mengklarifikasinya.

Hoaks dalam istilah ahli hadis juga dianggap hadis maudlu’. Pelakunya bisa mendapat hukuman gantung. Motif penyebaran hadis maudlu’ bervariasi. Sebagaimana zaman sekarang, adakalanya karena fanatisme kesukuan atau organisasi keagamaan, adakalanya untuk menjatuhkan lawan, dan ada juga yang sengaja membuat keresahan dan kerusuhan sebagaimana yang dilakukan kaum fasik, munafik, dan zindiq. Para muhaddisin membuat semacam metodologi guna menyaring sebelum sharing sebuah berita, mulai dari cara mengakses hadis atau berita, sampai menyampaikan atau meng-share berita tersebut.

Metodologi tersebut dikenal dengan istilah tahamul wal adaa’. Metode ini sangat ampuh dalam menyeleksi hadis yang berasal dari Rasulullah. Adapun, metodolgi tersebut diantaranya adalah:

  1. Sima’ min Lafzi al-Shaykh

Ini merupakan metode yang menduduki peringkat tertinggi, dan banyak digunakan para tokoh hadis terkemuka yang konsisten dalam kedlabitan-nya. Melalui metode ini, misalnya, seorang guru membacakan hadis, sedangkan murid mendengarkan langsung dan mencatat ujaran guru maupun sekadar mendengarkan.

Sangat tepat sekali jika metode ini diaplikasikan dalam mencari berita di sekitar kita. Pasalnya, dengan mendengar langsung perkataan seseorang akan menghindari kesalahpahaman berita ketika disampaikan oleh orang lain.

  1. Qira’ah ala Shaykh

Terkadang seseorang akan berbicara ketika diberi beberapa pertanyaan. Maka metode ini menduduki peringkat kedua validitas berita yang akan dibawa. Dengan membacakan sebuah hadis di hadapan guru dan kemudian sang guru menbenarkan dan menyalahkan kalau yang dibaca merupakan hadis yang dimiliki sang guru atau murid memanipulasinya.

Dalam praktik dunia berita, mewawancarai seseorang sangatlah tepat guna mengetahui kebenaran yang diberitakan media terhadapnya. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan pernyataan kepada seseorang, maka ia akan membenarkan dan adakalanya menyalahkan dari setiap pernyataan yang ditujukan kepadanya dan meluruskan hakikat sebenarnya yang terjadi di lapangan.

  1. Al-Ijazah

Pada metode ini, seorang guru memberikan sebuah hak publikasi terhadap berita atau hadis, artinya bahwasannya seseorang yang di-report telah memberikan izin untuk dipublikasikan terkait dirinya. Dengan metode ini maka kemungkinan dapat meminimalisasi terjadinya berita miring, hal ini karena seseorang yang diberitakan ketika memberikan izin publikasi tentunya ia mengetahui tentang isi berita tersebut.

  1. Al-Munawalah

Munawalah berarti seorang guru memberikan kitab atau tulisannya terkait hadis kepada murid. Dalam dunia entertainment, terkadang seseorang yang akan di-report ke publik memberikan biodata atau tulisan tentang dirinya sebagai bahan publikasi kepada pihak yang akan memupublikasi. Artinya, bahwa dalam metode ini juga terdapat unsur izin dari yang dipublikasi. Maka dengan metode ini kemungkinan besar tersebarnya berita hoaks juga dihindari.

  1. Al-Kitabah

Seorang guru menuliskan sebuah tulisan tentang apapun (hadis) kemudian memberikan kepada murid untuk diriwayatkan oleh murid. Tulisan dari guru tersebut adakalanya murid yang meminta, adakalanya juga sang guru menulis dengan sendirinya.

Sama halnya dengan publikasi, seseorang mengarang dan menulis suatu hal dan ia memberikan kepada seseorang untuk dipublikasikan. Metode ini memiliki kesamaan dengan al-munawalah, perbedaannya terletak pada sesuatu yang diberikan dalam metode ini tidak terbatas, akan tetapi pada al-kitabah terbatas pada tulisan saja.

  1. Al-I’lam

Metode seperti ini masih dalam perselisihan dari kalangan muhaddisin. Al-I’lam adalah apabila seorang guru memberitahukan kepada murid bahwasannya hadis demikian adalah hasil dari periwayatannya hasil apa yang ia dengar dari gurunya, tanpa disertai dengan adanya perizinan ataupun perintah untuk mempublikasikannya. Hal ini adakalanya dilakukan seorang guru guna menjaga keasliannya tanpa ada yang memplagiasinya ataupun mengubah sehingga terjadi kesalah pahaman publikasi yang berujung pada hoaks.

  1. Al-Wasiyyah

Seseorang ketika akan melakukan sebuah perjalanan atau akan meninggal dunia biasanya akan memberikan wasiat. Dalam dunia hadis pernah juga dilakukan oleh seorang guru kepada muridnya untuk meriwayatkan kitabnya atau tulisannya. Dunia media intertaiment juga terjadi yang demikian. Ada seseorang yang akan meningggal berpesan nanti kejadian ini dan demikian agar dipublikasikan.

  1. Al-Wijadah

Terkadang ketika kita berjalan menemukan secarik kertas yang bertuliskan sesuatu dan kita menilainya berguna sehingga kita mempublikasikannya. Atau ketika kita stalking di dunia maya menemukan sebuah artikel, bacaan, dan berita sehingga kita langsung mengambil dan men-share berita tersebut. Dalam konteks tahamul wa al-ada’, hal ini dinamakan metode al-wijadah. Hasil publikasi dari metode al-wijadah berstatus munqati’.

Demikian delapan metode yang dapat kita gunakan untuk mengakses berita sebagai mana muhaddisin dulu mengakses hadis. Salam cerdas, salam hebat, orang cerdas dan orang hebat tidak termakan hoaks.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan