Gayeng, Workshop Penulisan Dunia Santri

2,233 kali dibaca

Jejaring Dunia Santri yang mengelola situs web duniasantri.co, Sabtu (13/6/2020) menggelar workshop penulisan santri secara online. Workshop daring melalui aplikasi Zoom ini diikuti belasan santri dari berbagai pesantren di sejumlah daerah yang tergabung dalam Gerakan Santri Menulis. Nara sumbernya adalah para pegiat Jejaring Dunia Santri, di antaranya penulis dan peneliti senior Bisri Effendy dan dosen sekaligus pegiat seni Alfian S Siagan. Workshop yang dipandu Mukhlisin ini dimulai pukul 13.00 hingga 15.00 WIB.

Tujuan workshop kepenulisan ini untuk meningkatkan kualitas serta berbagi informasi terkait dunia kepenulisan, meliputi penulisan jurnalistik, ilmiah popular, serta fiksi dan nonfiksi. Melalui workshop ini, diharapkan lahir santri-santri yang mampu menjadi penulis hebat dengan standar yang dapat dipertanggungjawabkan.

Advertisements

Kegiatan tersebut merupakan salah satu agenda yang direncanakan oleh pihak panitia dalam sebagai pengganti diklat penulisan secara tatap muda di masa pandemi Covid-19 ini.

Dalam pengantar saat membuka workshop, Mukhlisin menegaskan bahwa workshop kepenulisan dunia santri seperti ini akan dilaksanakan dan ditindaklanjuti dengan tema dan nara sumber berbeda agar kualitas karya di website duniasantri.co memenuhi standar produk jurnalistik pada umumnya karena duniasantri.co memakai konsep citizen journalism.

Pada workshop pertama ini, dimulai dengan analisa tulisan opini dan fiksi serta puisi yang dikurasi oleh nara sumber. Beberapa tulisan dari santri memang masuk kategori belum layak rilis, dan karena itu dirasa perlu adanya perbaikan melalui workshop seperti ini.

Setelah memeriksa beberapa tulisan opini dari santri, misalnya, Bisri Effendy mengurai tentang trik-trik menulis opini dengan baik dan benar. Salah satunya adalah bagaimana penulis mampu mencermati persoalan dan isu aktual sehingga opini yang ditulis sarat refleksi kehidupan dengan tetap mendialogkan persoalan atau realitas tersebut dengan literatur yang ada.

“Di sinilah opini dibangun dengan baik agar konten opini tidak ngambang serta tetap fokus pada satu persoalan yang akan ditulis,” tegasnya sambil menganalisa salah satu tulisan santri.

Oleh karena itu, imbuhnya, menulis butuh proses panjang yang mencakup berbagai aspek keilmuan sehingga penulis mampu menghadirkan karya tulis dengan tetap tidak meninggalkan kajian literatur yang ada. Menurutnya, tidak ada penulis yang berdiri sendiri di dunia ini dengan ide maupun gagasannya. Bahkan, setingkat Gus Dur pun tetap terpengaruh dengan pemikiran lain sehingga nuansa tulisan sangat sarat makna.

“Misalnya, kita ambil contoh salah satu artikel Gus Dur ialah pesantren sebagai subkultur. Inilah kekuatan dari literaturnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Alfian Siagan menjelaskan tentang etika menulis fiksi yang meliputi puisi dan cerpen. Hal yang disoroti olehnya adalah puisi dan cerpen harus mempunyai alur dan masalah yang jelas. Jangan sampai menulis puisi tapi tidak berbentuk puisi. Jangan sampai menulis cerpen tapi tidak ada persoalan yang diangkat dan alurnya tidak jelas.

“Oleh karena itu, redaksi memilih pending tulisan karena konten dan indikator puisi dan cerpen tidak memenuhi syarat minimal yang ditentukan. “Dalam cerpen, misalnya, harus terdapat masalah yang diangkata secra jelas,” katanya berapi-api.

Tak sampai di situ, Alfian Siagan juga menjelaskan bahwa setiap kata dalam puisi tidak ada kaitannya dengan penulis. Karena, penulis puisi bisa dikatakan “mati” seperti kata filosof Roland Barthes, The Author Is Dead. Oleh karena itu, tidak salah ketika puisi Sapardi Djoko Damono yang berbunyi aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak perlu diucapkan kayu pada api yang membuatnya abu sangat sarat akan tafsir maupun inetrpretasi.

Pada akhir sesi diskusi, Mukhlisin membuka sejumlah pertanyaan seputar materi dan dunia jurnalistik kepada audiens. Ada yang bertanya cara mendialogkan teori dengan realita, ada yang bertanya bagaimana solusi jika di tengah proses menulis tiba-tiba ide berhenti dan hilang, dan bagaimana efek dari membaca buku. Semuanya direspons dan dijawab secara jelas dan gamblang oleh nara sumber.

“Ke depannya, saya berharap tulisan para santri di website ini semakin berkualitas dan beragam, berkualitas dan menarik dibaca oleh khalayak umum,” ungkapnya sambil menutup acara telekonferensi.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan