duniasantri vs “Dunia Lain”

1,076 kali dibaca

Platfrom duniasantri dengan platfrom “dunia lain” sudah barang tentu beda. Beda jalur dan alur. Segala sesuatu yang ada di duniasantri, dipastikan tidak ada di “dunia lain”. Begitu pun sebaliknya. Maka, artikel yang biasa dijumpai di “dunia lain” tidak akan ada di duniasantri. Sebab, duniasantri lahir dan dibesarkan oleh tangan-tangan santri, sedangkan “dunia lain” tentu lain lagi.

Dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, sajian online kian padat. Manusia semakin dimanjakan oleh jaringan internet. Sehingga, jika dulu satu rumah satu televisi, kini satu rumah satu wifi. Dunia telah benar-benar dalam genggaman. Apa yang dicari, kini sangat mudah ditemukan lewat mesin pencarian pada gawai pintar masing-masing. Dalam artian, hidup manusia sekarang sangat bergantung pada benda kecil bernama smartphone itu.

Advertisements

Mencari hal-hal baik seperti ceramah agama, kajian keislaman, hukum agama, materi pembelajaran, dan lain-lain, di zaman ini sangatlah mudah didapat. Apalagi mencari sesuatu yang berbau “begituan”, kian terhampar luas.

Selain itu, di era digital pula banyak lahir pendakwah dadakan yang berilmu instan. Tidak diketahui siapa gurunya, di mana pesantrennya, dan apa kitab yang dipelajarinya, seketika mereka mengerubungi medan media sosial. Mereka berceramah dengan marah, dan menulis dengan tragis. Pun, mudah menuding sesat dan kafir kepada sesama.

Berdasarkan latar belakang tersebut, duniasantri turun pula ke gelanggang, tepat tanggal 17 Agustus 2019. Bukan hanya bermaksud menyeimbangkan dengan “dunia lain”, namun menandingi dan mengalahkannya. Agar para generasi muda tidak terjun ke ambang yang berbau “begituan”. Supaya kaum muda Islam tidak tergelincir pada pemahaman tertentu yang beda paham dengan ahlussunah wal jamaah.

Terlepas dari pembahasan tersebut, jujur saya sangat bahagia dan senang dengan hadirnya duniasantri yang mewadahi karya santri. Dari segala macam genre tulisan yang dalam tanda kutip layak dikonsumsi publik. Apa pun jenis tulisannya, jika senapas dengan visi duniasantri, besar kemungkinan akan diterbitkan. Tidak sampai di situ, setiap tulisan yang tayang, akan mendapat honorarium yang pantas. Lengkap sudah. Bakat tersalurkan, ide tersampaikan, dan masih dapat reward yang menyelamatkan kantung kering.

Pada ulang tahunnya yang ke-3 ini, duniasantri meminta tulisan khusus mengenai dirinya kepada para kontributor. Jarang sekali ada media yang sedemikian terbuka. Terbuka menerima kesan dan pesan. Tentu, maksud yang terkandung adalah agar duniasantri terus mengalami perkembangan sesuai keinginan bersama, senantiasa berbenah mengikuti kebutuhan zaman, dan menjadi yang terbaik. Karena ia mengusung manhaj al-muhafadzah ‘ala qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah.

Jika saya ditanyai bagaimana kesan selama menjadi kontibutor di duniasantri? Jawabannya adalah puas dan memuaskan. Puas ketika artikel saya yang belepotan dibenahi oleh editor yang baik hati. Puas saat artikel saya diterbitkan, lalu dibaca oleh para pembaca yang budiman. Serta memuaskan pada waktu apresiasi karya dari duniasantri telah masuk ke rekening. Meski itu bukan tujuan utama, tapi kepuasaan mana lagi yang hendak didustakan.

Jika saya diminta apa pesan untuk duniasantri ke depan? Tentu ada, tetapi mohon maaf sebelumnya jika pesan ini nantinya menyalahi adat kesantunan yang sudah tertata. Atau sebaiknya ini bukan disebut pesan atau pun masukan, tetapi harapan. Sebab, kata “pesan” kurang pantas disampaikan oleh orang biasa-biasa seperti saya kepada tim redaksi duniasantri yang sangat luar biasa.

Begini. Harapan saya, pertama, duniasantri selalu eksis sampai kapan pun dalam menjaring, mewadahi, serta mengasah daya santri dalam berliterasi. Jika bukan ke duniasantri, ke mana lagi suara-suara kami akan terjembatani.

Kedua, semoga seluruh tim redaksi duniasantri diberi kesehatan oleh Allah. Shihhah wa ‘afiyah. Sehingga mampu membimbing dan mengantar kami menjadi penulis produktif, kreatif, dan mampu menjawab tantangan zaman.

Jujur, dulu kami sempat ketar-ketir, gelisah, waswas, dan cemas ketika artikel kami yang telah disubmit, lama menunggu nasib. Menggantung di status pending. Jika tidak salah, waktu itu awal Maret 2022, dalam tempo kurang lebih sepekan, sama sekali tidak ada penerbitan karya. Tidak lama kemudian, tersiar kabar bagian tim editor sedang kurang sehat.

Sedangkan harapan kami yang ketiga, mohon buatlah buku antologi bersama, entah setiap enam bulan atau setahun sekali. Yang mana buku antologi yang dimaksud merupakan karya para kontributor yang telah tayang di duniasantri, lalu diseleksi lagi oleh tim redaksi. Dipilih beberapa yang terbaik. Baik dari cerpen, puisi, opini, maupun yang lain. Entah semua artikel terbaik itu dikumpulkan jadi satu buku, atau menjadi beberapa buku sesuai jenis tulisan. Tidak lain, sebab kami ingin kenang-kenangan dan dikenang. Meminjam ungkapan Pramoedya Ananta Toer, agar kami “tidak hilang dari pusaran sejarah.” Terimakasih dan mohon maaf.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan