Dari “Congkop”, Al-Amien Jadi Pesantren Tangguh

5,181 kali dibaca

Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan di Sumenep, Madura, Jawa Timur, dijadikan salah satu contoh pesantren tangguh Covid-19 di masa “New Normal”.  Setelah vakum lebih dari bulan karena pandemi Corona, kini pondok yang memiliki sejarah panjang ini bersiap memulai aktivitasnya kembali.

Dijadwalkan, Pondok Pesantren Al-Amien akan mulai menerima kedatangan santri secara bertahap. Pada 22-23 Juni 2020, yang dibolehkan kembali ke pondok baru santri lama. Adapun, jadwal kedatangan santri ditetapkan dari 24 Juni sampai 1 Juli 2020. Selanjutnya, seluruh kegiatan akan berlangsung normal.

Advertisements

“Semua akan dilakukan sesuai protokol kesehatan, dan diharapkan bisa menjadi contoh pesantren lain dalam masa New Normal ini,” kata Pimpinan dan Pengasuh Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep, Madura, Kiai Ahmad Fauzi Tidjani kepada wartawan.

Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan ini memang tergolong salah satu pesantren terbesar dan tua di Pulau Madura. Ia telah dirintis sejak jauh sebelum Indonesia merdeka. Adalah Kiai Chotib yang merintis dan mengawali pengembangan pondok ini. Tak hanya itu, Kiai Chotib juga tercatat sebagai ulamaa penyebar Islam di daerah Prenduan ini.

Pondok Congkop

Bersama adik iparnya, Kiai Syarqowi, Kiai Chotib dengan tekun mengajarkan pendidikan agama kepada masyarakat Prenduan. Namun, setelah belasan tahun, Kiai Syarqowi hijrah ke Guluk-guluk. Sejak itu, Kiai Chotib mengemban misinya seorang diri. Juga atas nasihat seorang kawan, Kiai Chotib akhirnya mendirikan musala kecil nan sederhana, yang di Madura disebut congkop. Berbentuk persegi seperti joglo dan terbuat dari bambu, bangunan ini berdiri di atas lahan gersang dan labil. Di kanan kirinya, mengapit pekuburan dan semar belukar.

Pada awal abad ke-20, dari congkop terpencil inilah Kiai Chotib mulai memusatkan pendidikannya, mengajari santri-santrinya. Sejak, istilah congkop begitu popular di masyarakat Prenduan sebagai tempat mengaji atau nyantri, dan disebut Pondok Congkop. Sayangnya, saat congkop mulai berkembang dan banyak santri, pada 2 Agustus 1930 Kiai Chotib wafat. Saat itu, putra-putri Kiai Chotib yang berjumlah 8 orang sebagian besar telah bermukim di daerah lain dan sebagian lagi masih belajar di berbagai pesantren besar maupun di Mekkah. Akhirnya, pengajian di congkop dilanjutkan istrinya, Nyai Ramna hingga beberapa tahun kemudian.

Setelah meredup dalam beberapa tahun, pengajian di Prenduan mulai bergairah kembali saat anak ketujuh dari Kiai Chotib, yaitu Kiai Djauhari pulang dari Mekkah. Selama beberapa tahun, Kiai Djauhari memang mendalami ilmu agama di Tanah Suci, berguru kepada ulama-ulama besar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kiai Djauhari kembali ke Madura bersama istri, Nyai Maryam, yang merupakan putri salah seorang syekh di Makkah.

Namun, berbeda dengan ayahnya yang menjadi congkop sebagai pusat pengajian, Kiai Djauhari mulai membangun madrasah baru sebagai tempat belajar agama bagi santri-santrinya. Pengajiannya mulai dikelola dengan cara-cara modern. Madrasah yang baru dibangun itu kemudian diberi Mathlabul Ulum. Sempat tergaanggu masa-masa perang kemerdekaan 1945, Madrasah Mathlabul Ulum kian berkembang pesat pasca-kemerdekaan. Saat jumlah murid semakin banyak, cabang-cabang madrasah dibuka di beberapa tempat, termasuk pembuakaan  Tarbiyatul Banat, madrasah khusus untuk perempuan. Namun, pada akhir 1950-an lembaga pendidikan ini kena imbas gejolak politik dan soial hingga vakum.

Pesantren Al-Amien

Saat prihatin memikirkan nasib Madrasah Mathlabul Ulum yang terpecah, Kiai Djauhari teringat akan congkop peninggalan ayahnya. Ia kemudian bertekad membangkitkan kembali peninggalan ayahnya tersebut dengan membangun congkop baru.  Itu dilakukannya pada 1952. Setelah setahun, pondok baru kembali berdiri dan diberi nama Pondok Tegal dan diresmikan pada 10 November 1952. Pondok Tegal inilah yang kemudian berkembang tanpa putus hingga saat ini dan menjadi Pondok Pesantren Al-Amien.

Kini, Pesantren Al-Amien menjadi salah satu pondok terbesar di Pulau Madura, dengan pendidikan yang cukup modern. Lembaga-lembaga pendidikannya meliputi Pondok Tegal, Ma’had TMI Tarbiyatul Mu’allimien al-Islamiyah, Ma’had Putri I, Ma’had IDIA Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien, dan Ma’hat MTA Ma’had Tahfidh Al-Qur’an. Pengelolaannya dilakukan dengan sistem kolektif kolegial oleh beberapa badan pengurus.

Pesantren Al-Amien juga telah banyak menelurkan santri-santri berprestasi, mulai dari bidang dakwah, penulisan esai dalam bahasa Arab, hingga hafidz Quran. Ia juga dipilih sebagai pesantren tangguh menghadapi masa pandemi yang belum jelas kapan berakhir ini.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan