Dan, Pembunuh Demokrasi adalah…

1,401 kali dibaca

Ada salah satu kunci yang direkomendasikan kedua penulis dalam buku ini untuk menyelamatkan demokrasi: partai politik jangan pernah membuka pintu kepada orang-orang ekstrem, baik kanan maupun kiri, untuk masuk ke lingkaran kekuasaan. Sebab, begitu masuk, mereka akan melakukan pembusukan, dan demokrasi akan mati pelan-pelan.

Buku How Democracies Die (Bagaimana Demokrasi Mati) karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt ini, yang terbit pada 2018, secara khusus memang dimaksudkan untuk memotret dampak terpilihnya Donald Trump bagi masa depan demokrasi di Amerika Serikat. Namun, untuk sampai pada kesimpulannya, kedua penulis melakukan riset intensif di berbagai belahan dunia dan negara yang sistem demokrasinya mengalami pembusukan, kemudian mati pelan-pelan.

Advertisements

Dulu, yang membunuh demokrasi adalah pemerintahan otoriter. Dulu, membunuh demokrasi dilakukan dengan moncong meriam yang ditembakkan oleh para serdadu. Dulu, demokrasi mati karena kudeta militer. Dulu hanya dikenal satu cara itu untuk membunuh demokrasi. Tapi tidak sekarang. Sekarang banyak cara untuk membunuh demokrasi, justru dengan cara-cara yang demokratis atau seolah-olah demokratis.

Ada banyak contoh yang disuguhkan buku ini bagaimana demokrasi-demokrasi di berbagai negara dimatikan atau dibunuh dengan cara-cara yang demokratis. Misalnya, ada tokoh-tokoh yang sebenarnya anti-demokrasi namun mengikuti mekanisme demokratis untuk naik ke panggung kekuasaan. Mereka masuk ke dalam partai politik, dan kemudian mengikuti kontestasi dalam pemilihan umum.

Namun, begitu berkuasa, dengan kekuasaannya mereka mulai melakukan pembusukan dan membunuh demokrasi pelan-pelan. Mereka menguasai dan mengendalikan lembaga-lembaga demokratis sedemikian rupa sampai lembaga-lembaga tersebut tak mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga demokrasi. Bahkan, konstitusi pun kemudian diubah sedemikian rupa demokrasi mati dengan sendirinya.

Contoh paling telanjang yang disuguhkan oleh buku ini adalah Venezuela dengan Hugo Chavez-nya. Saat masih berada di luar lingkaran kekuasaan, Chavez digambarkan sebagai tokoh penentang pemerintahan yang otoriter dan korup. Juga sebagai pembela kaum tertindas. Dengan citra seperti itu, di bawah kibaran bendera revolusi, pada 1998 Chavez terpilih sebagai presiden secara demokratis. Dan, ia memang memimpin Venezuela secara demokratis pula.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan