Childfree, Kegagalan Memahami Islamic Worldview

869 kali dibaca

Setiap aspek  kehidupan telah tertulis aturannya dalam agama Islam, terutama perihal keluarga. Keluarga menjadi salah satu jalan dalam menggapai surga. Pernikahan merupakan separo agama, sebab setelah menikah ada banyak ketentuan-ketentuan yang berlaku. Namun, tak semua pasangan memenuhi ketentuan tersebut. Beberapa dari mereka bahkan memutuskan untuk tidak memiliki keturunan atau dalam istilah kekinian disebut childfree.

Childfree sendiri sudah lama dianut oleh orang-orang Barat. Tentunya, pilihan tersebut bukanlah tanpa alasan. Di antaranya, karena faktor genetik, finansial, kesiapan mental untuk menjadi orangtua, dan sebagainya. Tren childfree yang semakin merebak saat ini, seolah-olah menciptakan dua kubu yang saling bertentangan, pro dan kontra. Lalu, bagaimana Islam memandang perkara tersebut.

Advertisements

Rektor Universitas Darussalam Gontor, Prof. D.r. K.H Hamid Fahmy berpendapat bahwa childfree adalah bagian dari produk pemikiran feminis yang tidak ingin kerepotan mengasuh anak. Menurut prinsip kesetaraan, aktivitas melahirkan, menyusui, mengantarkan anak ke sekolah adalah bagian dari beban perempuan. Dengan demikian, wanita merasa tidak bebas melakukan apa yang diinginkannya. Padahal, aktivitas tersebut bagian dari ibadah dan tanggungjawab perempuan.

Tentunya, childfree bertolak belakang dengan anjuran dalam hadist dan Al-Qur’an. Tujuan dari pernikahan adalah memiliki keturunan yang merupakan fitrah dalam berumah tangga. Sebagaimana, tertulis dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 2.

Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An-Nahl:72).

Sesuai ayat tersebut, childfree tidak dibernarkan karena menyalahi salah satu tujuan pernikahan, yaitu melahirkan keturunan yang beriman dan berakhlak mulia.

Begitupula dalam hadis Rasulullah SAW, “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak salih yang mendoakannya.” (HR.Muslim).

Hadis tersebut menerangkan bahwa anak merupakan investasi akhirat bagi keluarga. Betapa berlipat-lipat pahala orang tua dalam mengasuh, membesarkan, membekali adab dan akhlak. Dengan demikian, para orangtua memiliki bekal amal saat di akhirat.

Dr Adian Husaini, M.Si, Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia menuturkan bahwa anak merupakan pilihan yang sangat beradab bagi keluarga. Tentunya dengan memenuhi hak-hak anak yaitu mengasuh, memberi nama yang baik, dan membekali adab dan akhlak yang mulia.

Selain itu, beliau memberi penekanan untuk mendidik anak dengan ilmu dan akhlak yang telah diajarkan dalam Islam. Ilmu dan akhlak merupakan satu kesatuan adab dalam menuntut ilmu. Mendidik anak bagian dari ibadah sesuai firman Allah dalam surah Al-Dzariyat: 56, tujuan penciptaan manusia tak lain hanya untuk beribadah kepada Allah SWT “Liya’buduun.” Jika pendidikan tersebut dilakukan dengan baik dan benar maka sesuai surah At-Tahrim:6, ia dan sekeluarga akan terhindar dari api neraka.

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Artinya: “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..”.

Sesuai penjelasan tersebut, hendaknya orangtua mempertimbangkan banyak hal saat sebelum memutuskan childfree. Jika masih sanggup dan mampu, pantasnya ia memiliki anak. Namun, jika kondisinya tidak memungkinkan karena alasan darurat. Maka, childfree menjadi pilihan yang dapat dimaklumi. Sebab, Islam sendiri juga menyoroti kondisi perempuan yang sedang hamil. Perempuan yang sedang hamil  berada dalam kondisi berat dan lemah hingga Nabi Muhammad SAW menjamin surga bagi perempuan yang mati karena melahirkan. Maka, perempuan memiliki hak untuk menolak kehamilan. Kendati demikian, memiliki anak dinilai sangat beradab dalam Islam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan