Cerita Pesantren Penyandang Disabilitas Pertama di Banyuwangi

2,738 kali dibaca

Pondok Pesantren KH Ahmad Dahlan. Inilah pondok pesantren khusus untuk anak penyandang disabilitas yang ada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Terletak di Jalan Singosari Banyuwangi, pondok pesantren ini dibangun oleh Pengurus Cabang Muhammadiyah Banyuwangi pada September 2019.

Meski tergolong baru, pondok pesantren berkapasitas 50 santri berkebutuhan khusus ini sudah mulai banyak diminati masyarakat. Saat ini tercatat ada 14 santri berkebutuhan khusus yang mondok di tempat ini. Mereka tidak hanya berasal Banyuwangi, tapi juga dari daerah-daerah lain seperti Jember, Sidoarjo, Surabaya, hingga Ponorogo. Semuanya berkebutuhan khusus.

Advertisements

Seperti tujuan awalnya, pesantren ini memang hanya menerima santri berkebutuhan khusus, seperti penyandang tuna netra, autis, down syndrome, mental retardasi, visual impairment, cerebral palsy ringan, tuna daksa, dan tuna rungu/wicara. Pesantren ini juga telah menyediakan fasilitas atau media belajar bagi anak-anak berkebutuhan khusus plus 10 orang guru atau pengasuh.

Karena yang diasuh adalah santri berkebutuhan khusus, maka setiap guru/pengasuh harus mengasuh/mendidik para santri secara intensif. Relasi murid dan guru tidak hanya sebatas urusan belajar mengajar, namun sudah seperti mengurus anak kandung sendiri. Mulai dari mengajari cara makan, mencuci baju, mandi hingga cebok setelah buang air kecil dan besar, dan sebagainya.

Saat ini, sebagian santri di pesantren ini juga ada yang sedang menempuh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB). Sehingga, selain memperoleh pendidikan agama di pesantren, mereka juga memperoleh pendidikan umum di SLB. Sebaliknya, bagi santri yang tidak bersekolah di SLB, di pesantren ini mereka juga dibekali pengatuan umum. Bahkan, rencananya, di pesantren ini nantinya juga akan didirikan Madrasah Luar Biasa (MLB).

Terapi Perilaku

Ternyata, selain memperoleh pendidikan umum dan agama, para santri berkebutuhan khusus di pesantren ini juga mendapat terapi perilaku. Misalnya, untuk santri autis, ada terapi bicara, terapi kontak mata, dan terapi kepatuhan agar yang bersangkutan dapat berkomunikasi dua arah dengan baik.

Pembimbingan dan pendampingan terhadap santri yang mondok juga dilakukan 24 jam, dan proses belajar terus berlangsung mulai dari tidur hingga santri tidur kembali. Dengan proses belajar dan pendampingan seperti ini, setiap santri berkebutuhan khusus memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi masing-masing.

Pondok pesantren ini akan terus dikembangkan hingga mampu menampung sebanyak mungkin anak-anak santri yang berkebutuhan khusus.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan