“Celurit Emas” yang Mengasah Ketajaman Jiwa

7,738 kali dibaca

CELURIT EMAS

Roh-roh bebunga yang layu sebelum semerbak itu

Advertisements

Mengadu kehadapan celurit yang ditempa dari

Jiwa. Celurit itu hanya mampu berdiam, tapi

Ketika tercium bau tangan

Yang

Pura-pura mati dalam terang

Dan

Bergila dalam gelap

Ia jadi mengerti: wangi yang menunggunya di seberang

Meski ia menyesal namun gelombang masih

Ditolak singgah ke dalam dirinya.

Nisan-nisan tak bernama bersenyuman karena

Celurit itu akan menjadi taring langit, dan matahari

Akan mengasahnya pada halaman-halaman

Kitab suci.

Celurit itu punya siapa?

Amin!

(Dari buku kumpulan puisi D. Zawawi Imron, Kumpulan Puisi Celurit Emas, 2012, Said Abdullah Institute, Sumenep)

Secara sintaksis celurit adalah senjata tajam (sajam) orang Madura dengan berbagai kebutuhan. Umumya, celurit (are’) digunakan untuk menyabit rumput (sabit), meribas daun-daunan, atau memotong dahan dan ranting. Tersebab oleh alat yang bersifat tajam, maka kemudian celurit ini digunakan sebagai senjata, dan bahkan sebagai simbol kejantanan oleh sebagian masyarakat Madura.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh pencipta puisi ini, D Zawawi Imron yang dijuluki Si Celurit Emas, di dalam sebuah “anjangsana“; Proses Kreatif D Zawawi Imron disampaikan pada pembacaan sajak-sajak Celurit Emas, pada tanggal 22 November 1984, di Teater Arena Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Di dalam anjangsana ini Zawawi mengatakan:

“Tetapi Celurit Emas bukan lambang kejantanan. Celurit senjata tradisional Madura itu sudah saya hancurkan, saya lebur dalam kawah religiusitas dan spiritual saya, lalu saya campurkan dengan tangis orang-orang terhina, saya luluhkan dengan jiwa dan darah para pahlawan dan berjuta kasus kemanusiaan lainnya sehingga menjelmalah dari celurit (itu) kebijaksanaan.”

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan