Catatan tentang Demokrasi Kita Kini

180 kali dibaca

Sebuah buku tipis karya Bung Hatta berjudul Demokrasi Kita agaknya perlu kita buka-buka dan baca kembali untuk memahami situasi dan kondisi demokrasi Indonesia kini.

Buku Demokrasi Kita tersebut sepertinya lebih tepat disebut semacam “catatan” (karena tipis sekali) untuk demokrasi, yang ditulis Bung Hatta untuk “mengingatkan, menegur, menasihati” ketika demokrasi mulai terancam, ketika itu. Teks tersebut ditulis pada tahun 1960 dan dimuat di majalah Islam yang dipimpin oleh pengarang dan pemikir, Buya Hamka, yaitu Pandji Masjarakat.

Advertisements

Pandangan politik yang dikemukakan Bung Hatta dalam tulisannya itu segera mendapat sambutan dari peminat dari dalam maupun luar negeri (menurut kata pengantar buku yang ditulis oleh Hamka). Tetapi, terbitnya tulisan Bung Hatta tersebut membuat majalah Pandji Masjarakat dilarang terbit. Juga keluar larangan dari pemerintahan Soekarno untuk membaca, menyiarkan, bahkan menyimpan buku itu.

Sungguh mengherankan, pandangan Bung Hatta, salah seorang Proklamator Kemerdekaan Indonesia yang juga sahabat karib Bung Karno (presiden) sekaligus wakil presiden, yang dituangkan dalam tulisan, dilarang keras bahkan yang menyimpan buku tersebut diancam hukuman.

Aneh bin ajaib, jika kita hendak menalar apa yang terjadi dengan dua karib itu. Kita sulit membayangkan bagaimana kawan dekat menjadi lawan, tentu saja terasa di luar akal sehat. Walaupun dalam politik hal itu wajar saja, seperti potongan puisi WS Rendra; karena politik tidak punya kepala/tidak punya telinga/tidak punya hati/politik hanya mengenal kalah dan menang/kawan dan lawan/peradaban yang dangkal//.

Kejadian serupa sepertinya kembali terulang pada tiap pergantian kekuasaan, suatu keadaan yang saya sebut “kegamangan politik”, karena berbagai tekanan dari dalam maupun luar, tetapi tidak ada kesolidan untuk menghadapi itu bersama.

Kita tahu ketika membaca sejarah pasti akan menemukan jawaban atas pertanyaan, mengapa pemimpin melakukan sesuatu hal dan bukan lainnya. Tentu yang dilakukan seorang pemimpin  ada alasannya, bisa bermaksud baik bisa juga tidak, dan apa pun itu akan dinilai kemudian sebagai prestasi atau dosa. Penilaian tidak bisa tidak pasti ada, dan sebagaimana manusia tentu ada kelebihan dan kekurangan, begitu juga pemimpin.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan