Bila Sastrawan Menghadapi Pandemi

1,170 kali dibaca

Jurnal 9 Akhir Pekan, salah satu program TV9, menayangkan acara menarik pada Sabtu, 7 Agustus 2021. Dengan tema “Sastra Menghadapi Pandemi”, TV9 menghadirkan sastrawan senior berjuluk Penyair Celurit Emas D Zawawi Imron, penyair muda Raedu Basha, dan penyair Binar Ramadhan Sosiawan Leak.

Dengan menghadirkan para sastrawan ini, program ini bermaksud mengajak masyarakat memperkuat imunitas di tengah pandemi salah satunya melalui sastra. Sebab, sastra mengandung nilai-nilai spiritual dan meditatif untuk yang mampu memperkuat daya tahan manusia dalam menghadapi berbagai macam penyakit, baik secara fisik maupun mental.

Advertisements


Raedu Basha.

Hal seperti itu juga diungkao Raedu Basha, penyair muda yang telah melahirkan segudang karya sastra, pada acara tersebut. Menurutnya, pandemi (wabah) harus dihadapi dengan dua aspek, yaitu aspek medis dan psikologis. “Sejarah membuktikan bahwa sastra memiliki peran besar dalam menghadapi wabah (pandemi). Maka sudah seharusnya bahwa penyakit ini selain dihadapi secara medis, juga diobati secara mental,” demikian Raedu menjelaskan.

Lebih lanjut peraih Anugerah Sutasoma ini mengatakan bahwa sastra dapat meningkatkan imun tubuh karena di dalamnya terdapat obat batin, jiwa, mental, dan terhindar dari rasa resah san gelisah. Penyair yang mendapat banyak penghargaan baik regional, nasional, maupun internasional ini memberikan contoh, salah satunya adalah pengobatan tradisional yang memanfaatkan sastra, di antaranya adalah Burdah keliling. Sastra Burdah yang ditulis oleh Imam Al-Busyiri, di dalamnya terdapat selawat (doa kepada Nabi Muhammad saw), terdapat nuansa penyembuhan batiniyah yang dapat meningkatkan imunitas tubuh yang memungkinkan untuk dijadikan penangkal berbagai penyakit, termasuk pandemi Covid-19.

Contoh lain, termasuk doa yang biasa digaungkan pada saat-saat wabah adalah “Li Khomsatun” karya KH Hasyim Asy’ari. Sebuah puisi sastra yang memiliki fungsi magis dalam menangkal pandemi. Maka tidak jarang kita mengumandangkan syair ini dengan lirik doa di berbagai kesempatan. Hal ini menunjukkan bahwa sastra memiliki peran yang cukup sentral untuk menghadapi penyakit, termasuk wabah Corona yang terjadi sangat masif selama dua tahun ini.

Selanjutnya, KH D Zawawi Imron menjelaskan bahwa kesehatan jiwa atau mental identik dengan kesehatan tubuh. “Men sana in corporesano, di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat,” demkian penyair Si Celurit Emas ini mengatakan.

Menurutnta, menyanyi (berdoa) dengan karya sastra para ulama adalah salah satu ikhtiar dalam menghadapi wabah atau pandemi. Dalam bahasa Zawawi, Corona adalah pagebluk. Dalam pemahaman Bahasa Madura, pagebluk (panyake’ ta’on) adalah penyakit yang sangat sadis. Sakit di pagi hari, sore hari sudah meninggal dunia.

D Zawawi Imron, penyair yang sudah melanglang buana ke berbagai tempat hingga ke luar negeri ini, lebi jauh mengatakan bahwa sebelum kita ke dokter karena suatu penyakit, seharusnya kita bersahabat (beradaptasi) dengan alam. Di sini ia menginginkan bahwa berpikiran positif, menjauhkan diri dari sifat iri dan dengki, adalah prasyarat untuk kesehatan fisik dan mental.

Zawawi kemudian menyitir ayat Al-Quran, “Sabbha lillahi ma fissamawati wal ardh,” bertasbih segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Tasbih di sini dengan segala macam redaksinya adalah merupakan karya sastra Yang Maha Agung, yang dapat dijadikan meditasi untuk kesehatan mental.

Selanjutnya, Zawawi Imron menyitir puisi Sapardi Djoko Damono dengan judul Dalam Diriku. //Dalam diriku mengalir sungai panjang, //Darah namanya; //Dalam diriku menggenang telaga darah, //Sukma namanya; //Dalam diriku meriak gelombang sukma, //Hidup namanya! //Dan karena hidup itu indah, //Aku menangis sepuas-puasnya.//

Dalam puisi ini, Sapardi menghendaki bahwa segala sesuatu dimulai dari diri sendiri. Dalam pepatah Arab disebutkan, “Man ‘arofa nafsahu, ‘arofa Robbahu,” barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka ia mengenal Tuhannya. Itu artinya imunitas tubuh harus dimulai dari diri sendiri untuk menjaga pikiran dari hal-hal yang kotor. Ketika pikiran kita positif, maka penyakit dengan berbagai jenisnya akan teratasi dengan sendirinya.

“Kiai Ali Manshur, pencipta Selawat Badar, selawat yang sangat populer di kalangan Nahdhatul Ulama, merupakan karya sastra yang seringkali dijadikan meditasi untuk menjadikan pikiran yang sehat,” begitu Kiai Zawawi menjelaskan terkait dengan Selawat Badar, karya sastra fenomenal yang sering dibaca di kalangan masyarakat bawah. Jadi, karya sastra dapat menjadi jembatan untuk kesehatan mental yang akhirnya akan menjadikan tubuh kita sehat.

Begitu pula dengan penyair Binar Ramadhan, Sosiawan Leak. Sastrawan yang tampil dengan rambut terurai panjang ini menjelaskan bahwa pandemi kali ini bukan yang pertama. Bahwa sebelumnya sudah pernah terjadi yang namanya wabah. “Buku-buku sastra terkenal seperti Salah Asuhan dan lain-lain menjelaskan tentang wabah atau pandemi,” demikian Sosiawan Leak menjelaskan sambil menyebutkan berbagai karya sastra yang settingnya berdasarkan wabah/pandemi.

Penyair yang sudah menerbitkan buku keempatnya terkait sastra ini mengatakan, “Sastra melahirkan rasa empati bagi korban wabah atau pendemi. Simpati, rasa kemanusiaan, persaudaraan, persatuan, rendah hati, dan lain sebagainya.”

Kemudian Sosiawan lebih lanjut mengatakan bahwa sastrawan, ulama, ustaz, dan tokoh masyarakat seharusnya dilibatkan dalam menangani wabah. Karena wabah itu tidak hanya dihadapi secara medis, tetapi juga ditangani secara meditasi. Dan sastra (sastra doa) adalah salah satu cara untuk meditasi, penyembuhan secara mental spiritual.

“Situasi pandemi melahirkan meditasi, perenungan, muhasabah diri, agar lebih mendekat lagi kepada Yang Mahakuasa,” katanya. Di sini Sosiawan menjelaskan bahwa di balik wabah terdapat hikmah yang dapat kita jadikan pelajaran. Bahwa persatuan, kekeluargaan, dan taqarrub menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial kita. Berdoa disertai dengan ikhtiar yang maksimal akan melahirkan kesuksesan dalam menghadapi pandemi.

Selanjutnya, para sastrawan ini juga menyinggung masalah Muktamar Satra. Acara akbar sastra ini, sebagaimana dijelaskan oleh Raedu Basha, rencananya akan dilaksanakan di salah satu pesantren di Madura. “Pesantren di Madura sangat fenomenal dalam kaitannya dengan sastra. Tidak sedikit penyair atau sastrawan yang lahir dari pesantren di Madura,” demkian Raedu menjelaskan bahwa jika memungkinkan Muktamar Sastra akan dilaksanakan sebagaimana normalnya. Akan tetapi, jika masih terkendala dengan pandemi, akan dilaksanakan secara virtual kolaboratif, perpaduan antara daring (dalam jaringan, virtual, online) dan luring (luar jaringan, tatap muka).

Demikian acara Jurnal 9 Akhir Pekan yang mengangkat tema “Sastra Menghadapi Pandemi” dengan menghadirkan sastrawan-sastrawan kelas dunia. KH D. Zawawi Imron, Sosiawan Leak, dan Raedu Basha adalah penyair-penyair yang sudah tidak dapat diragukan lagi dalam berkarya. Mereka membuktikan bahwa sastra merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam menghadapi wabah atau pandemi.

Di akhir acara, Penyair Si Celurit Emas, D. Zawawi Imron, membacakan puisinya sendiri yang paling anyar dengan judul “Tiarap.” Berikut petikan puisi Kiai Zawawi Imron.

TIARAP

Ketika Allah menunjukkan kebesarannya
Dengan sebutir Corona
yang menyerang tak pilih bulu, tak pilih pejabat atau orang melarat
Tak pilih profesor atau gelandangan yang kotor
Maka dunia menjadi gempar
Semua suara menjadi kira-kira
Otak dan pikiran yang selama ini cemerlang
Merasa cuma belalang
Tak berani mengaku elang

Tokoh-tokoh dunia yang kemarin congkak dan gagah
Kelihatan murung dan tidak berdarah
Yang kemarin bicara berkobar-kobar
Sekarang suaranya hambar

Padahal Tuhan cuma mengirim
Sezarrah debu tanpa suara yang terlepas dari ujung Alif-Nya
Yang meledak dalam bisu lalu terbang
ke sana dan ke mana-mana
Dunia seakan setengah porak poranda

Tetapi ya Allah
Kasih SayangMu masih tersalur
Lewat tindakan nyata para relawan
Yang berjuang di garis depan mengurus
Orang 2 orang yang serang Corona
Mereka adalah Pahlawan Kemanusiaan

Saat puisi ini kutulis
Orang-orang hebat masih tiarap
Orang-orang besar dunia tampak seakan kerdil
Semua menjadi kecil
Bumi ini kecil
Bintang, bulan, dan matahari kecil
Alam semesta ini kecil
Engkau ya Allah, Engkau ya Allah hanya Engkau ya Allah
Yang Maha Besar
Allahu Akbar!!!

Sesudah ini semoga tak ada lagi
Belalang yang mengaku elang
Dengan beriman kepada Allah
Tak kan muncul petualang yang mengaku pahlawan

Multi-Page

Tinggalkan Balasan