Bila Pesantren Darurat Corona

3,425 kali dibaca

Meski semula mencoba bertahan, pertahanan pondok pesantren akhirnya jebol juga oleh masifnya penyebaran virus Corona. Banyak pesantren yang sudah menetapkan “Darurat Corona” dan memulangkan santri ke daerah masing-masing.

Bila sekolah-sekolah formal atau kampus-kampus sudah menerapkan kebijakan “belajar dari rumah” sejak medio Maret 2020, tidak dengan pondok pesantren. Di pondok pesantren, para santri memang tinggal di lingkungan pesantren.

Advertisements

Banyak pondok pesantren yang jumlah santrinya mencapai ribuan, bahkan puluhan ribu orang, yang semuanya tinggal di dalam satu kompleks. Umumnya mereka tinggal di bilik-bilik atau kamar, dan tiap bilik atau kamar ditempati bersama oleh banyak santri, katakanlah 5-10 orang. Maka, kebijakan “belajar dari rumah” secara teknis sulit diterapkan.

Sebagai respons terhadap pandemi Corona, semula sejumlah pondok pesantren mengambil langkah beragam. Misalnya, ada pondok pesantren yang hanya melakukan pembatasan-pembatasan, seperti santri dilarang keluar dari kompleks pesantren. Atau, juga, santri dilarang menerima kunjungan orang dari luar, termasuk dari wali santri atau keluarga.

Di Jawa Barat, misalnya, pembatasan-pembatasan seperti itu dilakukan Pondok Pesantren Sukamanah KHZ Musthafa dan Pondok Pesantren Sukahideng. Saat itu, di kedua pondok pesantren ini, proses belajar mengajar memang masih berjalan normal. Tidak diliburkan. Namun, para santri tidak boleh pulang ke rumah masing-masing atau sekadar keluar dari kompleks pesantren.

Di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur pun demikian. Kegiatan belajar masih berjalan normal. Para santri hanya “dikarantina”. Tidak boleh keluar dari lingkungan pesantren. Tidak boleh menerima kunjungan dari luar, baik oleh orangtua maupun keluarganya yang lain. Banyak pondok pesantren yang juga telah membatalkan rencana kegiatan-kegiatan besar, seperti haflatul imtihan, akhirussannah, atau pengajian umum.

“Ngaji di Rumah”

Namun, karena penyebaran dan penularan Covid-19 yang demikian masif dan melalui relasi antarmanausia, pondok pesantren harus diakui menjadi “komunitas” yang rentan. Social distancing maupun phisycal distancing nyaris tak mungkin dilakukan di lingkungan pondok pesantren. Bayangkan, hampir semua properti di pondok adalah milik bersama: tidur bersama di satu bilik, mandi bersama di jeding umum, barang-barang santri pun disimpan di satu tempat yang sama, salat dan ngaji pun bersama-sama. Sendalmu adalah juga sendalku, dipakai siapa saja. Tidak ada jaminan pula orang-orang di pesantren tidak melakukan kontak dengan orang luar, dan sebaliknya.

Melihat sebaran zona-zona merah penularan Covid-19 yang kian meluas ke daerah-daerah, dapat dipahami jika kemudian pengasuh pondok pesantren mengambil opsi terakhir: meliburkan pesantren. Santri dipulangkan ke rumah masing-masing. Lingkungan pesantren dikosongkan. Pilihan sulit, tapi itulah mungkin yang terbaik. Apalagi, sudah ada pengasuh pondok pesantren yang dinyatakan positif Corona, dan seorang santriwati meninggal dengan status pasien dalam perawatan (PDP) Corona.

Atas pertimbangan itulah, sekitar 4000 santri Pondok Tebuireng, Jombang, mulai dipulangkan secara bertahap. Juga, sekitar 7000 santri Tambakberas Jombang dipulangkan bertahap dari akhir Maret hingga awal April 2020. Pemulangan santri Tambakberas Jombang dilakukan setidaknya dalam 90 kloter.

Salah satu pondok pesantren terbesar di Jawa Timur, yakni Pondok Pesantren An Nur 2 Bululawang, Malang, juga memilih untuk meliburkan santrinya. Pesantren ini juga mulai memulangkan sekitar 7000 ribu ke berbagai daerah di Indonesia.

Tak ada kepastian sampai kapan para santri itu bisa kembali ke pondok. Yang pasti, para santri ini kini harus mengaji di rumah masing-masing— dalam intaian Corona.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan