Belajar dari “Warung Kejujuran”

1,234 kali dibaca

Ada pemandangan menarik di sekitar pelataran Masjid Ar-rahmah, yang berada di Jl Raya Leces, Probolinggom, Jawa Timur. Sebuah aktivitas dagang melalui warung kejujuran sebagai kreativitas dan inovasi pengembangan ekonomi yang digagas oleh takmir masjid setempat.

Warung kejujuran ini tidak seperti warung pada umumnya. Semua proses pelayanan dagang tidak dilakukan oleh seorang pelayan ataupun seorang kasir. Pelayanannya cukup dikendalikan dengan petunjuk tertulis, sehingga para pembeli dapat melakukan transaksi secara mandiri.

Advertisements

Tidak nampak satupun penjual, namun para pembeli dapat mengambil barang yang diperlukan, atau sekadar meracik seduhan kopi secara bebas. Selanjutnya, para pembeli juga dapat melakukan pembayaran dengan cara memasukkan besaran rupiah pada kotak yang tersedia.

Konon, gagasan warung kejujuran ini dibangun oleh takmir masjid, terinspirasi dari fenomena masjid yang selalu menjadi jujukan para musafir dari arah Jember atau Banyuwangi menuju Surabaya, atau sebaliknya. Banyak musafir silih berganti datang dan pergi meski sekadar singgah sesaat setiap harinya di masjid ini.

Sekadar gambaran, saat berkesempatan singgah,penulis dapat melihat langsung bagaimana aktivitas dagang ini berjalan. Bahkan, penulis juga melihat banyak kendaraan travel  maupun pribadi keluar masuk masjid, kemudian rombongan yang turun selain bergegas ke masjid, sebagian lagi menuju warung kejujuran, meski sekadar membeli kopi maupun makanan ringan yang diperlukan.

Aktivitas dagang yang terjadi dalam warung kejujuran ini menggunakan sistem pelayanan sendiri. Pengelola sengaja menggunakan konsep kejujuran para pembeli, sehingga transaksi dilakukan meskipun tidak ada seorangpun penjaga warung. Sehingga seorang pembeli harus melayani diri sendiri, bahkan para pembeli juga menghitung jumlah makanan atau minuman yang telah dibeli secara mandiri.

Tidak tangung-tanggung, berdasarkan informasi yang dapat ditelusuri dari banyak sumber, warung kejujuran yang buka selama 24 jam ini ternyata juga mampu mendapatkan omzet dengan nilai yang cukup fantastis. Berkisar antara Rp 60 juta hingga Rp 70 juta dapat diperoleh untuk setiap bulannya.

Bukan Sekadar Dagang

Artikel ini bermaksud melihat fenomena warung kejujuran ini tidak hanya sekadar aktivitas dagang semata. Namun, keberadaan warung kejujuran ini dalam prosesnya ternyata juga banyak mengedukasi kepada masyarakat luas, khususnya para musafir yang sempat singgah agar belajar tentang nilai-nilai kejujuran yang selama ini dipahami sebagai bagian dari ajaran Islam yang harus diterapkan.

Mengingat, di masa sekarang ini, nilai kejujuran nyaris kurang menjadi perhatian serius. Apalagi, belakangan ini gonjang-ganjing tentang ulah para birokrasi serta persoalan-persoalan prilaku yang kurang terpuji lainnya kerap menjadi sorotan dan juga menjadi perbincangan publik.

Sebut saja dugaan persoalan hukum yang sedang viral dan menjadi perbincangan terkait adanya praktik pencucian uang atau persoalan pamer harta dan kekayaan di lingkungan Kementerian Keuangan baru-baru ini. Tentu, persoalan-persoalan ini menjadi catatan serius terutama menyangkut nilai kekejujuran yang semestinya menjadi landasan dasar kalangan birokrasi kita.

Tentu, warung kejujuran yang berada di pelataran masjid di Leces, Probolinggo, ini adalah sebuah fenomena yang sungguh dapat memberikan edukasi tentang nilai kejujuran. Apalagi soal kejujuran ini dipahami sebagai fondasi dalam setiap aktivitas kehidupan kita. Tidak hanya aktivitas dagang, tetapi juga dalam aktivitas penyelenggaraan bangsa kita.

Edukasi Nilai Kejujuran

Warung kejujuran yang diinisiasi langsung oleh takmir masjid di Leces ini secara tidak langsung sesungguhnya dapat memberikan edukasi bagi masyarakat luas. Tidak hanya soal kegiatan dagang, namun praktik terhadap nilai kejujuran diterapkan secara langsung dalam aktivitas warung kejujuran ini.

Penulis meyakini bahwa ajaran tentang nilai kejujuran ternyata tidak hanya bias ditransformasikan melalui meja belajar atau ruang pengajian-pengajian keagamaan semata. Akan tetapi juga dapat dilakukan melalui aktivitas dagang.

Islam sendiri menempatkan kejujuran sebagai fondasi dalam menjalani kehidupan bersama. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya akan aku menjamin kepada kalian balasan surga: jujurlah saat berbicara, penuhilah janji, tunaikanlah jika dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah juga pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian.

Dalam riwayat lain, sebagaimana dikisahkan oleh Bukhori juga diuraikan jelas bagaimana kejujuran itu sesungguhnya juga dapat memperoleh kebaikan. Dalam konteks ini pernah disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa orang yang jujur akan selalu memperoleh kebaikan. Sedangkan kebaikan yang paling agung dari kejujuran ialah balasan surga dari Allah SWT. Tersebut dalam hadis yang artinya “Sesungguhnya jujur ini membawa kebaikan dan kebaikan itu akan membawamu ke surga”.

Tulisan ini menempatkan warung kejujuran bukan sekadar aktivitas dagang. Namun, di balik aktivitas dagang ini, dalam praktiknya ternyata ada nilai kejujuran yang sedang diterapkan dalam setiap transaksi yang dilakukan. Inilah sebuah pengetahuan tentang kejujuran yang dapat dimengerti dan menggugah kesadaran keberagamaan kita, khususnya menyangkut nilai-nilai kejujuran yang selama ini seolah jauh dari perhatian kita.

Meskipun, dalam praktiknya, aktivitas dagang di warung kejujuran ini juga memang pernah ditemukan seorang pembeli yang kedapatan membayar barang namun dinilai kurang dari harga semestinya. Selain itu, juga kedapatan para pembeli yang membayar lebih dari harga yang telah dibandrol pada setiap barang.

Pengalaman ini, konon pernah diketahui oleh para pengelola warung berdasarkan pemantauan CCTV yang dipasang di areal warung. Namun, pengelola tidak menindak dan sebatas untuk mengetahui perilaku pembeli saja. Termasuk, sikap jujur pembeli yang juga tidak sedikit di antara mereka yang membayar lebih sebagai amal para pembeli untuk masjid. Pengelola warung menggunakan kelebihan membayar ini untuk tambahan kas masjid.

Dengan demikian, fenomena warung kejujuran yang berada di pelataran masjid di Leces ini sungguh memberikan edukasi nilai kejujuran yang sangat berharga. Apa yang sedang dijalankan oleh pengelola sesungguhnya dapat membuka kesadaran kita, bahwa kejujuran adalah nilai dasar yang harus menjadi pondasi dalam setiap aktivitas kehidupan kita.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan