Aswaja dan Radikalisme

1,126 kali dibaca

Term ahlus sunnah wal jamaah tidak dikenal di zaman Nabi Muhammad Saw maupun di masa pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin. Bahkan tidak dikenal pula di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133 H/ 611-750 M).

Term ahlus sunnah wal jamaah pada dasarnya merupakan diksi baru, atau sekurang-kurangnya tidak pernah digunakan sebelumnya di masa Nabi dan pada periode Sahabat. Ahlus sunnah wal jamaah sebagai terminologi baru diperkenalkan hampir empat ratus tahun pasca meninggalnya Nabi Muhammad Saw oleh para Ashab Asy’ari (pengikut Abu Hasan al-Asy’ari) seperti al- Baqillani (w. 403 H), al-Baghdadi (w. 429 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Ghazali (w. 505 H), al-Syahrastani (w. 548 H), dan al-Razi (w.606 H).

Advertisements

Sekalipun harus diakui, bahwa jauh sebelum itu kata sunnah dan jamaah sudah lazim dipakai dalam tulisan-tulisan Arab, meski bukan sebagai terminologi terlebih sebagai sebutan bagi sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat al-Ma’mun kepada gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum al-Asy’ari sendiri lahir. Tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jamaah).

Secara umum, pakar menyatakan bahwa pada dasarnya, term Ahlus sunah wal jamaah (Aswaja), terkait erat dengan salah sah satu hadis Nabi Muhammad Saw yang menyatakan: “Umatku akan terpecah menjadi 73 aliran. Semua aliran itu akan masuk neraka kecuali satu.” (Kemudian sahabat bertanya) Wahai Rasul, siapa golongan tersebut? (Nabi Saw menjawab): “Kelompok yang menjaga apa yang saya dan sahabat saya jaga.”

Maksud dari pernyataan Nabi dalam hadis, “Kelompok yang menjaga apa yang saya dan sahabat saya jaga,” adalah al-jamaah atau ahlus sunah wal jamaah (Aswaja). Dengan kata lain, untuk orang-orang inilah, istilah ahlus sunnah wal jamaah ditujukan. Yakni, orang- orang yang berpegang teguh sunnah Rasulullah Saw dan ajaran para sahabat, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun etika batiniah (tasawuf). Sehingga tidaklah mengherankan jika sejak zaman para sahabat sampai sekarang, banyak orang atau kelompok yang mengaku dirinya termasuk golongan Aswaja. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan dalil Al-Qur’an dan hadis untuk menghujat golongan lain yang mereka anggap praktik ibadahnya tidak sesuai dengan ajaran Islam dan tidak termasuk golongan Aswaja.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan