Amalan Qiyamul Lail Santri Annuqayah

1,552 kali dibaca

Sudah berbilang abad, ribuan pesantren di Indonesia masih tetap eksis sampai sekarang, dan terus mendidik para santri dengan bermacam disiplin ilmu pengetahuan. Terlepas dari bagaimana transfer keilmuan terjadi, lazimnya pesantren juga memiliki model amalan tersendiri sebagai bagian dari identitas kepesantrenannya.

Amalan khas pesantren biasanya menjadi ikatan antara pesantren, kiai (pengasuh), dan santri. Dengan ikatan itu akan mempermudah proses transfer keilmuan dari kiai kepada para santri. Selain itu, amalan juga menjadi mediasi (tirakat) sampainya diri kepada yang Haq. Macam-macam amalan yang dijalankan di pesantren, seperti puasa Senin-Kamis, salat berjamaah lima waktu secara istikamah selama 41 hari, dan lain sebagainya. Kadang amalan tersebut bersifat unik dan nyeleneh.

Advertisements

Tidak terkecuali di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk, Sumenep Madura, yang berdiri sejak 1887. Pesantren Annuqayah juga memiliki amalan khas ma’ruf yang sudah lama mentradisi di lingkungan pesantren. Salah satunya qiyamul lail, alias bangun tidur di malam hari, bagi santri. Tapi ada yang unik dengan amalan yang satu ini. Biasanya orang yang qiyamul lail bermaksud melaksanakan salat tahajud dan zikir untuk melangitkan segala kesah dan hajat. Diyakini, tengah malam sebagai waktu yang istijabah.

Namun tidak demikian dengan qiyamul lail santri Annuqayah. Amalan qiyamul lail santri Annuqayah ternyata hanya untuk membaca “Aamiin, aamiin, aamiin” dan selesai. Setelah itu pun biasanya santri kembali melanjutkan acara tidur yang sempat tertunda.

Usut punya usut, amalan khas bermula dari kegigihan dan ketulusan seorang kiai di dalam mendidik para santri menjadi bagian dari penerus bangsa yang madani. Kejelasan amalan ini penulis peroleh dari kisah yang diriwiyatkan langsung oleh KH Moh Ali Fikri (keponakan KH  Moh Amir Ilyas dan Pengasuh PP Annuqayah daerah Lubangsa sekarang).

Minggu (25/07/2021), saat penulis sowan boyong kepada beliau, ada alumni pesantren yang nyabis kepada KH Moh. Amir Ilyas (cucu dari KH Asy-Syarqawi bin Shodiq Romo, pendiri Pesantren Annuqayah). Alumni itu bermaksud meminta doa berkah dari beliau dan beberapa amalan dalam hidup.

Siapa sangka, beliau hanya menyuruh alumni itu untuk qiyamul lail, ambil wudhu, kemudian baca “Aamiin, aamiin, aamiin”. Selesai, tidak repot. Mengapa demikian? Karena, sebenarnya doa kebaikan santri yang tersirat akan hajat, masa depan, keilmuan, dan akhlak karimah telah menjadi tugas pokok seorang kiai yang menjadi pengasuh santri di pesantren.

Dengan demikian, para kiai Annuqayah juga secara konsisten qiyamul lail untuk mendoakan kebaikan bagi santri dan keiistikamahan meneruskan perjuangan dalam menghidupkan pesantren yang merupakan bagian dari napas keislaman. Sehingga, para santri tidak perlu repot berdoa akan kebaikan dirinya. Mereka cukup mengamini saja doa para kiai pada setiap malam.

Amalan ini boleh juga dicoba bagi kita yang berstatus sebagai murid dari seorang ‘alim ‘allamah. Karena, bukan hanya ilmu yang akan beliau berikan, melainkan juga doa kebaikan yang senantiasa tersenandungkan.
Berbeda setelah Kiai Amir wafat. Sebelum menemui sang Khaliq, beliau mengamanatkan amalan berharap para santri istikamah dalam mengamalkannya.

Amalan itu berupa tawasul kepada KH Asy-Syarqawi bin Shodiq Romo dan dilanjut dengan pembacaan surat Al-Fatihah sebanyak 21 kali, kemudian tawasul kepada KH Ilyas Asy-Syarqawi (Ayahanda KH Moh Amir Ilyas dan pendiri Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa) dengan surat Al-Fatihah sebanyak 41 kali. Amalan ini ditujukan kepada santri yang belum pernah sowan dan masih tidak menjadi santri semasa beliau hidup.

Kedua bentuk amalun shalih tersebut menjadi role model gigihnya ijtihad kiai dalam misi “memanusiakan manusia”. Kiai Amir melihat sentralitas keberadaan para kiai pesantren tidak hanya untuk mentranformasi keilmuan dan menjadi patron akhlak yang baik, tetapi juga perlu membangun relasi kebatinan untuk mempertegas sanad keilmuan.

Barangkali dengan adanya relasi kebatinan antara kiai dan santri melalui amalan-amalan dapat menjadi ikatan yang mengarah pada perwujudan amar ma’ruf nahi munkar. Wallahu a’lam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan