TITIMANGSA
Dia rentang terang
penuh kasih-sayang
dalam lirik; usia, waktu,
hari, dan peristiwa baru.

Tangis, suka, sepi
deru angin, sunyi
riuh, perih, sedih
letih, dan lebih
menjadi pola kunci
sebuah lagu
merdu.
“Apalagi?” kataMu
tanpa ragu-ragu kepadaku
yang pura-pura lugu.
Aku diam
Kau menyaksikan
Aku berdendang
“Tiada yang lebih tuan, Tuhan.”
Kau menyimak dengan seksama
sepanjang cerita ‘titimangsa’
Tulungagung, 2021.
NISKALA
Angka-angka kalender kutinggalkan;
di rumah, di madrasah, di langgar, di kebun
di sawah, dan di sungai yang terus berjalan.
Tidak!
Sebenarnya angka-angka kalenderlah
yang meninggalkanku di sini;
bersama usia, bersama seragam, topi
sepatu, tas, dan kertas-kertas ijazah.
Betapa ingatanku masih menjadi muara
yang tak pernah kering dengan aroma tanah
sudut-sudut desa, atau debu batu-batu kali
atau derit lantai langgar milik pak kiai.
Betapa tak ada lagi yang lebih
jujur ketimbang zaman itu, dan waktu pagi
tentang tata cara menjaga cinta, tawa, dan cita-cita
yang selalu segar dan baru
sebagaimana embun di daun-daun randu.
Sekarang jantungku
Waspada selalu
saat seseorang berkata:
“Dewasa ialah harus pintar pura-pura”
Benar, meski begitu aku tetap bisa
menikmati senja, sebab ia hadiah
dari Tuhan untukku dan mereka;
para pekerja dan pecinta
yang betah menanggung tabah
yang sabar menahan rasa.
Tulungagung, 2020.
RIWAYAT IMAN
Umpama rerumputan
perlahan ditumbuhkan
dimakan binatang
dan hilang
Umpama bunga
perlahan merekah
dipetik waktu
dan layu
Umpama cuaca