Unjuk Rasa di Bulan Puasa

791 kali dibaca

Orangtua juga guru-guru saya dulu pernah berkata, “Setan-setan di bulan puasa dikurung. Mereka tidak akan menggoda manusia, sehingga manusia bebas hambatan dalam menjalani ibadah puasa.”

Saat saya nyantri, apa yang dikatakan orangtua dan guru-guru saya, benar. Mereka berkata berdasarkan hadis Nabi, “Apabila bulan Ramadan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ditutup, dan setan-setan dibelenggu.

Advertisements

Tak bisa diragukan lagi kesahihannya, sebab hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hajar. Mereka meriwayatkannya dari Ismail bin Ja‘far, dari Abu Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah dari Baginda Nabi Saw. Hadis ini termaktub di dalam kitab Sahih Muslim nomor 1079.

Masalahnya, kenapa manusia masih berbuat maksiat dan kekisruhan, lebih-lebih aksi pengeroyokan yang tak berkemanusiaan saat unjuk rasa 11 April kemarin?

Pertanyaan ini dapat terjawab dari pendapat Abu Muhammad di dalam kitab ‘Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari, juz 10, halaman 270, yang menyatakan bahwa setan-setan terbelenggu pada bulan puasa bagi orang-orang yang berpuasa dengan menjaga syarat, rukun dan adabnya.

Jawaban lain yang bisa dijadikan rujukan adalah pernyataan Jamaluddin Abul Farj di dalam kitab Kasyful Musykil min Haditsis Shahihain, juz 3, halaman 409, yang menyatakan, “Pembelengguan setan tidak berhubungan langsung dengan keburukan dan kemaksiatan manusia. Sebab, dalam diri manusia masih terdapat pemicu atau pendorong keburukan lain, yakni nafsu, kebiasaan buruk, dan setan manusia. Adakalanya, tanpa setan, kebiasaan buruk akan mendorong manusia untuk berbuat buruk. Saat tidak dibelenggu pun, setan hanya mendorong dan memperindah keburukan.”

Tentunya Anda sudah mafhum dan bisa menyimpulkan sendiri atas jawaban dari dua keterangan yang juga cukup jelas referensinya itu.

Di bulan puasa, harusnya pemikiran lebih halus, jernih, matang dan penuh pertimbangan. Demikian pula tindakan, seyogyanya semakin santun, lembut, dan luhur. Karena, setan, si pemicu kebrutalan sedang dikerangkeng. Jika hal ini masih pula terjadi, maka mengacu kepada pendapat yang pertama; ada yang salah dari syarat, rukun, dan adab atas puasa para pengeroyok itu. Atau dari pendapat yang kedua, bisa juga terjadi; dalam diri para pengeroyok terdapat nafsu yang berapi-api, kebiasaan buruk yang kerapkali dilakukan, dan setan manusia yang menyatu pada dirinya.

Berbincang soal hawa nafsu, saya juga teringat pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam kitab Az-Zuhud. Sewaktu pulang dari perang Tabuk, Nabi bersabda, “Kalian baru saja pulang dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya, apa jihad terbesar itu, wahai Rasul? Rasulullah menjawab, jihad seorang hamba dalam melawan hawa nafsunya.”

Jihad melawan hawa nafsu dikatakan lebih besar daripada jihad dalam perang Tabuk, karena hawa nafsu ada dalam diri manusia dan bisa muncul kapan saja. Manusia diuji oleh hawa nafsu setiap saat hingga nanti nyawa berpisah dari jasad. Berbeda dengan perang yang hanya datang dan menguji manusia beberapa saat. Perang usai, ujian selesai.

Hawa nafsu, terutama nafsu radikalisme, harus betul-betul serius kita lawan. Sebab, nafsu radikalisme adalah nafsu yang memacu pengrusakan sendi-sendi sosial. Manusia yang memiliki rasa prikemanusiaan akan tiba-tiba lenyap sisi kemanusiaannya dan berbalik menjadi manusia buas yang bisa melumat manusia lainnya yang tidak sepemikiran, jika nafsu radikalisme sudah bertahta dalam batok kepala dan seisi dadanya. Bila nafsu radikalisme sudah bertengger dan mulai menguasai dirinya, maka ia gemar memaksakan kehendak, egois, masa bodoh kepada orang lain, suka berbuat intoleran, ingin menang sendiri, dirinya saja yang benar, dan suka menyalahkan orang lain.

Akhirnya, pada momentum bulan puasa ini, mari puasakan nafsu kita, taklukkan nafsu kita. Mari kita menjadi umat rahmatan lil ‘alamiin, umat yang bisa melindungi diri sendiri dan orang lain, serta umat yang menebar kebaikan kepada semua makhluk.

Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga diampuni segala dosa, dan diselamatkan dari siksa.

Wallahu a’lam bi shawab…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan