Tradisi Diba’an Kaum Santri

16,008 kali dibaca

Pada saat saya masih menjadi salah satu santri di sebuah pesantren di Desa Nglawak, Kertosono, banyak tradisi yang dilakukan secara rutin tiap minggu di pesantren. Salah satu tradisi yang biasa dilakukan adalah pembacaan diba’iyyah atau yang biasa dikenal dengan diba’an. Dulu tradisi ini dilakukan setiap hari Kamis malam selesai jamaah salat isya. Untuk kami kaum santri, diba’an sudah tidak asing lagi dan bahkan menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan.

Diba’an pada umumnya adalah tradisi masyarakat Jawa yang biasa dilaksanankan dalam sebuah hajatan seperti walimatul khitan, walimatul ursy, syukuran kepulangan dan keberangkatan ibadah haji, atau biasanya dilaksanakan untuk menyambut bulan Maulid yang di masyarakat Jawa biasa dikenal dengan istilan “muludan”.

Advertisements

Diba’an adalah tradisi membaca atau melantunkan selawat kepada Nabi Muhammad SAW secara bersama-sama dan bergantian. Ada bagian yang dibaca biasa, namun sebagian besar dibaca menggunakan lagu. Istilah diba’an mengacu pada kitab berisi syair pujian karya al-Imam al-Jaliil as-Sayyid as-Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy asy-Syaibani az-Zubaidi al-Hasaniy. Kitab tersebut secara populer dan dikenal dengan nama kitab Maulid Diba’.

Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy lahir pada hari ke-4 bulan Muharram tahun 866 H dan wafat hari Jumat 12 Rajab tahun 944 H pada usia 78 tahun. Beliau adalah seorang ulama hadis terkemuka dan mencapai tingkatan hafiz dalam ilmu hadis, yaitu seorang yang menghafal 100.000 hadis lengkap dengan sanadnya. Selain ahli ilmu hadis, Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy juga seorang muarrikh atau ahli sejarah. Beberapa di antara sekian banyak kitab karangannya ialah Taisirul Wusul ila Jaami`il Usul min Haditsir Rasul, Qurratul ‘Uyun fi Akhbaril Yaman al-Maimun, Bughyatul Mustafid fi Akhbar Madinat Zabid, dan lain-lain.

Kitab maulid diba’ berisikan sejarah Nabi Muhammad yang digubah dalam bentuk prosa yang indah atas nama cinta, serta syair-syair pujian penuh kerinduan kepada manusia terpilih sang kekasih Allah. Tradisi diba’an ini dilakukan sebagai wujud cinta kasih umat kepada Nabi Muhammad melalui lantunan selawat dan puji-pujian.

Di lingkungan pesantren, tradisi ini juga untuk menanamkan karakter kepada santri agar saling bertoleransi satu sama lain. Karena ada suatu kaum yang menganggap diba’an merupakan bidah. Tradisi membaca syair pujian dari kitab Maulid Diba’ ini (selain al-Barzanji dan al-Burdah) adalah salah satu tradisi yang menjadi sasaran kritik. Mereka menolak peringatan maulid apalagi disertai dengan ritual-ritual pembacaan puji-pujian. Mereka menganggap peringatan maulid yang dilakukan dengan cara membaca kitab-kitab tersebut adalah perbuatan bidah yang tidak dicontohkan oleh Nabi. Mereka juga menganggap isi atau apa yang dibaca dalam tradisi diba’an adalah kisah-kisah palsu dan pujian berlebihan sehingga merupakan syirik.

Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Bagi masyarakat Islam Nusantara, hal tersebut adalah sesuatu yang berdampingan namun tetap dalam kesatuan, tetap bersosial dan berbudaya. Tradisi diba’an berkaitan dengan toleransi (saling menghormati).

Sebagai sesama kaum muslim, kita tentu ingin mendapatkan syafaat Baginda Nabi Muhammad SAW kelak di hari akhir. Namun bagaimana cara yang ditempuh tentu berbeda, bagaikan jalan yang bercabang, banyak yang bisa kita tempuh tanpa harus melalui cara yang sama namun tetap satu tujuan. Begitu juga dengan cara umat Nabi menunjukkan kecintaannya kepada Nabi tentu berbeda. Maka dari itu kita sebagai sesama muslim harus menghargai tradisi muslim yang lain karena Islam mengajarkan kita untuk bertoleransi dalam beragama dan membuat Islam menjadi lebih beragam dan berkembang dengan tradisi-tradisi yang ada.

Wallahu a’lam bisshawab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan