Tong-tong Semarakkan Ramadan di Sumenep

795 kali dibaca

Sabtu, 16 April 2022, (malam Minggu), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur mengadakan parade musik tong-tong sebagai bagian dari semarak bulan suci Ramadan. Parade tong-tong merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan setiap bulan Ramadan sebelum pandemi. Parade musik tong-tong kali ini diikuti oleh berbagai kelompok masyarakat, utusan dari desa, maupun instansi tertentu yang ada di Kabupaten Sumenep.

Tong-tong merupakan musik tradisional yang pada dasarnya terbuat dari bambu. Namun bisa juga dibuat dari bahan kayu meskipun yang terkahir ini agak jarang. Dengan cara dipukul (ditabuh), musik ini akan mengeluarkan suara “tong…tong…tong”, maka kemudian disebut sebagai musik tong-tong, diadaptasi dari bunyi alat musik tersebut. Di awal terbentuknya kelompok musik ini, semua peralatan musik sangat sederhana, selain tong-tong juga ada musik tabuh lainnya, sperti kendang dan tambur.

Advertisements

Seiring dengan perkembangan waktu, era modern, kelompok musik tong-tong mengalami kemajuan adaftif. Jika di waktu-waktu awal hanya terdiri dari musik pukul saja, namun saat ini sudah dimasuki oleh alat musik elektronik serta pengeras suara yang membahana. Kemajuan ini tidak dapat dibendung dan berjalan sesuai kodrat tradisi setempat. Akan tetapi alat musik tong-tong akan tetap ada sebagai ciri khas atas keberadaan musik tradisional ini.

Filosofi Tong-tong

Di dalam memainkan musik tong-tong diperlukan keharmonisan nada dan irama yang akan menghasilkan orkestra keindahan. Maka setiap personal yang terlibat di dalam kelompok musik ini harus memiliki kepekaan terhadap keharmonisan itu sendiri. Tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, karena hal tersebut akan melahirkan suara yang sumbang. Jadi setiap peserta harus terlibat untuk saling menjaga “rasa musik” yang melahirkan irama yang indah.

Karena diperlukan kebersamaan dan kekompakan, maka musik tong-tong menjalin hubungan yang saling mendukung. Kerja sama yang baik akan melahirkan orkestra musik yang indah dan enak didengar. Jadi, di dalam musik tong-tong rasa gotong royong sangat diperlukan guna menghasilkan irama musik yang diinginkan.

Tong-tong juga sebagai hiburan, bukan saja untuk diri sendiri akan tetapi buat orang lain. Maka ketika parade tong-tong dipertunjukkan, seperti yang terjadi di malam Minggu ini, masyarakat sekitar Sumenep (dari berbagai desa dan pelosok), berbondong-bondong hadir untuk menyaksikan kegiatan tahunan ini. Mereka bersama-sama berangkat dari rumah masing-masing, baik dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum atau rombongan.

Keharmonisan dalam musik tong-tong merupakan cerminan dalam kehidupan. Artinya, untuk menjalani hidup dan kehidupan, bukan berbuat seenak maunya sendiri. Harus memperhatikan orang lain, karena setiap orang memiliki hak untuk menikmati hidup. Jangan sampai apa yang kita lakukan dan katakan akan menimbulkan problematika dalam kehidupan sosial.

Tong-tong Ramdan

Mengapa tong-tong identik dengan Ramadan, khususnya di Kabupaten Sumenep? Ya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan musik tong-tong hanya terjadi di Bulan Ramadan. Jika terjadi di luar Ramadan, itu mengadopsi semarak Ramadan ke dalam suatu kegiatan lainnya. Di Sumenep, selain terjadi di Bulan Ramadan, juga diadakan di kesempatan lain, seperti di Hari Jadi Sumenep, atau di kesempatan khusus lainnya.

Pada sadarnya, musik tong-tong diniatkan untuk membangunkan orang melaksanakan makan sahur. Di masa lalu, sekelompok anak muda (yang tua juga ada), berkeliling kampung sambil memainkan musik tong-tong untuk membangunkan masyarakat sekitar. Tidak sedikit orang-orang yang merasakan manfaat dari kegiatan ini, karena mereka jadi terjaga dan tidak terlepas dari makan sahur. Dalam sebuah Hadis dijelaskan, “Tasahharu fainna fis sahuri barokatun, (bersahurlah kalian karena di dalam sahur itu terkandung berkah).”

Ramadan dan tong-tong di Sumenep begitu identik. Ketika memasuki Bulan Ramadan maka alat-alat musik tong-tong mulai terdengar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada Bulan Ramadan dipastikan terdapat musik tong-tong. Namun, seiring perkembangan waktu, tong-tong yang tradisional sudah semakin langka. Maka untuk tetap menjaga kelestarian tradisi ini, Pemkab Sumenep mengadakan parade tong-tong agar musik Ramadhan ini tidak hilang ditelan zaman.

Hari ini kegiatan bangun sahur telah diganti oleh pengeras suara yang lantang datang dari menara masjid maupun speaker musalla. Alarm HP juga telah menggantikan eksistensi dari tong-tong itu sendiri. Maka harus dilalukan suatu cara agar keberadaan tong-tong tidak lenyap dimakan zaman. Di antaranya dengan mengadakan parade, lomba, dan lain sebagainya.

Almuhafadzatu ‘ala qadimis shalih, wal akhdzu ala jadidil ashlah, (mempertahankan tradisi awal yang baik, dan juga mengadopsi kebaruan yang lebih bermanfaat).” Kaidah ushul fikih ini kayaknya akan tetap menjadi pegangan kita, selama tradisi awal dan kekinian sama-sama memberikan kemanfaatan. Wallahu A’lam! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan