Tentang Larangan Mengintervensi Tuhan

562 kali dibaca

Sampai kapan pun manusia tidak akan pernah puas dengan jawaban sesama manusia lainnya terkait Tuhan. Tuhan yang tiada batas adalah pencipta yang sangat mutlak kebenaran dan kekuasaannya. Dia bukan makhluk yang terikat dengan sesuatu. Sehingga pikiran manusia sangat tidak mungkin mencapai maujud Tuhan. Inilah mengapa ketika membahas Tuhan manusia tidak akan pernah puas, sebab Tuhan berada di alam al-malakut.

Sepanjang periode manusia, tidak ada manusia bisa yang mampu bertemu dengan Tuhan secara langsung. Sebab, sekali lagi, Tuhan berada di alam al-malakut tempat yang penuh dengan kemisteriusan hakiki. Tidak akan pernah dicapai oleh indera dzahiri. Bahkan secara tegas kalangan ulama dan mutakalimin menjauhi kodrat-kodrat Tuhan untuk disamakan dengan manusia. Karena Tuhan bukan dzat dan Dia juga bukan nama, tatapi dia dzat dan nama. Sehingga kita akan sangat sulit untuk mengspesifikasikan dengan apa yang tampak oleh indera kita.

Advertisements

Ulil Abshar Abdalla mencoba menguraikan Tuhan dari perspektif Imam al-Ghazali lewat karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin. Dalam bukunya Jika Tuhan Mahakuasa, Kenapa Manusia Menderita? Ulil Abshar mencoba memberikan pandangan Imam al-Ghazali dengan sudut pandang tasawuf.

Menurutnya, jika mengikuti perspektif Imam al-Ghazali, Tuhan tidak bisa diumpamakan dengan ciptaan atau makhluk-Nya. Bukan itu saja, kemampuan Tuhan juga tidak bisa disejajarkan dengan makhluk. Sehingga Tuhan sangat pantas memiliki sifat mukhalafatu lil hawadist, tidak sama dengan makhluk. Kemampuan Tuhan bersifat mutlak dan sempurna. (hal.13) tak ada yang sanggup menandingi kemampuan Tuhan, jika Dia berkehendak dengan kun fayakun-Nya, semua akan terjadi dan nyata.

Dari saking tidak terbatasnya Tuhan, Dia mampu mengendalikan alam yang Maha-indah dengan kekuatan-Nya. Tuhan bisa tahu kapan makhluk-Nya mati. Jika konteksnya manusia, Dia juga tahu kapan kita mendapat rezeki, kebahagiaan, dan kemalangan sekalipun. Inilah yang tidak bisa dicapai oleh makhluk, kemungkinan bisa dicapai asal, sekali lagi, sebagai penegasan, Dia berkehendak kun fayakun.

Manusia adalah makhluk yang bebas. Tuhan memberikan kebebasan penuh kepadanya untuk memilih jalan yang ia kehendaki (hal.121), sehingga bila manusia keliru dalam memmilih jalan, di sana tidak ada dorongan Tuhan, hanya ada dorongan nafsu.

Ulil Abshar Abdalla mengupasnya dengan bahasa yang santai dan ringan. Sehingga kejenuhan atau kebosanan enggan untuk mampir saat membaca buku ini, terlebih ketika dibaca di tempat yang tenang, akan semakin memadu dan menyatu dengan maksud dalam setiap kalimatnya.

Bisa jadi apa yang hendak disampaikan oleh Ulil langsung meresap dalam diri kita. Dengan bahasa renyahnya, dia juga memberikan pemahan akan batas-batas yang tidak boleh manusia lewati dalam membicarakan Tuhan. Sebab, Tuhan tidak bisa diintervensi oleh pikiran atau pemikiran mana pun.

Kehadiran buku ini cukup meneguhkan akan kebesaran Tuhan dalam melaksanakan tugas-Nya. Meski secara dzahir kita tidak bisa melihatnya dengan kasat mata. Tidak heran bila Ulil Abshar Abdalla membatasi gagasannya agar tidak menjerumuskan manusia atau pembaca sesat dan menggambarkan Tuhan dengan makhluk.

Buku bisa menjadi pegangan dan rujukan ketika berdiskusi dengan kaum orientalis. Sebab, problematika ketuhanan tidak akan pernah selesai dibahas sampai entah kapan. Oleh karenanya agar kita tidak mudah terjerumus dengan hasutan-hasutan “orang-orang kiri” perlu kiranya buku yang memiliki 183 halaman ini menjadi target bacaan wajib selanjutnya. Wallahu A’lam.

Data Buku:

Judul Buku      : Jika Tuhan Mahakuasa, Kenapa Manusia Menderita?
Penulis            : Ulil Abshar Abdalla
Penerbit          : Buku Mojok
Tahun Terbit    :II, Juni 2020
Tebal Buku      : 183 Halaman
ISBN                : 978-623-7284-37-6.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan