Ta’lim dan Aktualisasi Peradaban Santri

1,937 kali dibaca

Semua lembaga pesantren di Indonesia merupakan kekayaan eksakta bagi sarana pembelajaran di dalam menimba ilmu pengetahuan secara konkret dan intensif. Hal ini tampak sekali dari padatnya jadwal pengajian serta ragam kitab yang dipelajari di dalam pondok pesantren. Namun, dalam tradisi pesantren, ada banyak hal substansial yang lebih urgen ketimbang ilmu pengetahuan, yakni adab atau etika. Termasuk etika dan estetika dalam mencari ilmu.

Imej yang melekat di pesantren adalah akhlak, karena selain itu penulis hanya bisa mengatakan pemanis buatan saja seperti juara kelas di pesantren misalnya. Buku ini, yang merupakan terjemahan dari kitab Ta’limul Muta’aallimi Thariqat Ta’allumi, memang berisi tentang akhlak, atau adab, atau etika dan estitka dalam menuntut ilmu. Kitab ini merupakan karya ulama besar Burhânuddîn Ibrâhim al-Zarnûji al-Hanafi. Kata al-Zarnûji sendiri dinisbatkan kepada salah satu kota terkenal dekat sungai di Oxus, wilayah Turki pada waktu itu.

Advertisements

Biasa disebut Ta’lim, kitab ini ini diajarkan hampir di seluruh pondok pesantren karena harus menjadi panduan bagi santri dalam mengaji, menuntut ilmu, dan memperoleh berkah. Jika ingin menjadi santri sukses, maka kuncinya memang ngaji kitab Ta’lim dulu. Karena itu tepat ketika diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia diberi judul Suluh Pelajar Sukses. Tentu, terjemahan ini dimaksudkan agar pelajar yang belum akrab dengan kitab kuning bisa ngaji Ta’lim dari bahasa yang berbeda.

Dengan kehadiran buku ini, kita diajak menyelami alam pesantren di mana etika atau akhlak menjadi suluh kehidupan santri selama menimba ilmu, entah itu ketika mengaji bareng, makan bareng, kongkow bareng, dan lain sebagainya. Dari kehidupan pesantren itulah para pelajar bisa menumbuh kembangkan karakter kejujuran. Kenapa saya bilang demikian, Bung Hatta pernah mengatakan, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.”

Salah satu isi dalam kitab ini adalah arahan agar setiap santri memilih ilmu terbaik yang diminatinya dalam urusan agamanya di dunia dan ilmu yang diingininya di hari kemudian. Hendaklah mendahulukan ilmu tauhid dan ilmu makrifat untuk mengenal Allah. Santri atau pelajar juga diminta untuk tidak menyibukkan diri dengan perdebatan sesudah wafatnya para ulama karena akan menjauhkan dari pengetahuan (ilmu fikih) dan akan mempersempit umur serta mewariskan kejelekan dan permusuhan (Hal. 13).

Akhlak dan karakter seseorang (pelajar) tentu menjadi penopang kesuksesan di masa mendatang. Tapi pengetahuan seseorang (tanpa adab) tak ada artinya bagi semesta. Falsafah yang diajarkan dalam Ta’lim ini saya pikir harus dimiliki oleh santri.

Belakangan, etika santri sangat jarang kita temui di era 4.0 ini mengingat zaman yang serba digital. Banyak pelajar yang tak paham akan hal yang sifatnya berkaitan langsung dengan adab pada kiai, adab pada guru, dan adab pada sesama. Itu kemudian malah dijadikan biasa-biasa saja dan bahkan disalahgunakan dengan hal-hal yang menyimpang. Maka saya pikir, perlu adanya metode pembelajaran baru di madrasah-madrasah untuk mengolaborasikan akhlak milenial yang sekiranya punya nilai aktual di kalangan santri saat ini.

Buku ini banyak membahas tentang pentingnya para pencari ilmu (pelajar) yang harus menempuh cara belajar dengan baik. Misalnya, dimulai dengan niat baik, memilih disiplin ilmu yang sesuai, memilih dan menghormati guru, memilih teman, bersungguh-sungguh dan tekun dalam , wara’, dan tawakal kepada Allah. Pencari ilmu juga harus memiliki sifat belas kasih, pemurah, pemberani, sopan-santun. Sebaliknya pencari ilmu dilarang kikir, takabur, serta menghindari sifat-sifat yang melampaui batas yang tak diterima di masyarakat.

Menurut Ta’lim, menjadi santri yang beradab merupakan hal yang urgen di ranah tatanan pendidikan yang akan membentuk stabilitas karakter dan kesuksesan seseorang. Itu kemudian diimbangi dengan nilai-nilai peradaban serta menerapkan norma yang sekiranya tetap berpegang teguh pada prinsip dan pola pikir kita tanpa sedikit pun mengubah tata krama sosio-kultural adat yang ada. Karena adab itulah yang akan menjadi induk dasar bagi para pelajar. Tanpa akhlak, warak, dan estetika  maka para santri tak kan berarti di masyarakat.

Bagi santri, akhlak diyakini lebih tinggi derajatnya daripada ilmu. Sedikitnya sopan santun lebih berharga daripada banyaknya ilmu itu sendiri. Hal ini senada dengan pemikiran Syekh Abdul Qadir Jailani yang pernah mengatakan, “Aku lebih menghargai orang yang beradab ketimbang orang yang berilmu, karena kalau hanya berilmu setan pun lebih tinggi ilmunya dari pada manusia,” Maka dari situlah tugas kita sebagai santri harus menjunjung tinggi nilai-nilai pesantren yang diajarkan oleh para kiai, persis seperti yang diajarkan di dalam kitab Ta’limul Muta’allim yang diterjemahkan oleh Firdaus ini.

Pangabasen, 14-15 Oktober 2021.

Data Buku:

Judul Buku      : Suluh Pelajar Sukses.
Judul Asli        : Ta’limul Muta’aallimi Thariqat Ta’allumi
Penulis            : Syekh Burhanul Islam Az-Zarnuji
Penerjemah    : Firdaus, S.Pd.I
Halaman         : xii + 79 halaman
ISBN               : 978-623-7838-08-1
Cetakan          : Maret, 2020
Penerbit          : KBM Indonesia Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan