Dewasa ini, pendidikan terkonstruk secara formal dengan bernaung di bawah rezim perundang-undangan. Sudah sewajarnya, pemerintah berupaya keras untuk memberikan gagasan dengan tujuan terbentuknya sistem pendidikan yang berkeadaban, yang mampu menghantarkan anak didik kepada pintu kebijaksanaan secara menyeluruh.
Akan tetapi, gagasan ini tidak benar-benar mampu dicerap oleh anak didik dalam skala besar. Hal itu terindikasi dari perilaku anak didik yang tidak benar-benar mampu mengimplementasikan nilai-nilai pendidikannya di ranah sosial. Untuk itu, dalam pembelajaran, internalisasi pengetahuan tidak cukup tanpa dibarengi internalisasi moral kedalam diri anak didik.
Definisi Ta’dib
Secara etimologis, ta’dib berasal dari bahasa Arab, yaitu أدب yang berarti berkeadaban. Sedangkan, termiologi ta’dib menurut Nuqaib al-Attas adalah proses pendidikan yang mengoptimalkan potensi jasmani, intelektual, dan ruhani dalam proses penanaman adab.
Dengan demikian, ta’dib merupakan upaya pendidikan yang jauh lebih kompleks, karena selain menyematkan pengetahuan secara umum, juga menyemaikan pendidikan karakter bernuansa Islami. (Achmad Yusuf, Pesantren Multikultural, 6).
Ta’dib bertendensi kepada pendidikan moral. Sedangkan, moralitas itu sendiri merupakan ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lainnya. Secara signifikan, ta’dib membedakan antara pendidikan Islam dan Barat.
Sejatinya, konsep pendidikan dalam Islam jauh lebih kompleks disanding dengan Barat. Selain sekadar transmisi ilmu, domain pendidikan Islam juga menyangkut nilai karakter individu (Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan, 1).
Kontruksi Moral Era Kontemporer
Moral terbentuk dari tindakan-tindakan kolektif yang disepakati secara komunal dalam suatu wilayah. Terbentuknya moral itu sendiri untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia dengan sarana implementasi nilai-nilai dan norma yang berlaku. Hal itu juga untuk merealisasikan stabilitas dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam term Islam, moral diistilahkan dengan akhlaq. (Harbani Pasolong, Etika Profesi, 45).
Moral patut diimplementasikan di segala sudut kehidupan, tidak terbatas ruang dan waktu. Sebab hal itulah yang secara spesifik membedakan antara manusia dengan makhluk lain.