SYAIR ABU NAWAS
Kulihat tubuhku bayangan hitam musim gersang
Riuh angin kegaduhan menyusup dari segala arah
Membawa pasir-pasir dosa
Lengket di bayangan hingga jadi hitam raksasa
Di bahu kiriku terlalu banyak koleksi buku
Ditulis setiap waktu dibaca aku akan malu
Di bahu kananku hanyalah lembar abu-abu
Telantar setiap waktu dibaca aku akan malu
Ya Rohim
Surgamu terlalu bersih untuk kujadikan rahim
Namun terlalu perih jika harus neraka jahim
Ya Rohim
Sebelum tubuh di lahat intim
Izinkan sadar tak lagi musim
Buatlah pudar kotor zalim
Menjadi salim ya Karim
Sumenep, 2024.
PETUAH
Ada segelas air putih di meja
Karena sangat dahaga
Kuingin menghabiskannya seketika
Namun kakek berkata pada cucu-cucunnya
Minumlah perlahan dan habiskan
Berilah kesempatan bibirmu merindukan cawan
Sebab jika kembali pertemuan
Akibat lebih akan mengesankan
Sumenep, 2024.
TRAGEDI PANTAI BINTARO
Dari apa yang kupunya
Di pengujung Oktober
Kubangun gubuk sederhana
Di tempat yang kuanggap nyaman hingga menemui masa tua
Selang 4 tahun gubuk itu roboh
Sebab badai dari arah pantai
Mencederai organ yang semua orang menganggapnya kasat mata
Melukai organ yang tak pernah kutemukan darahnya
Jerit tangis dan air mata
Teracik bersama badai
Hingga tercipta racun pahit membuat diri buta arah
Ya Tuhan
Waktu memang pudar
Racun semakin menjalar
Dan tak pernah kutemukan penawar
Di sana juga di sana banyak suara
Menyuruhku pindah bangun penggantinya
Di sini hanya di sini dalam hati
Suara cinta menutup telinga
Tempat ini terlalu nyaman untuk kutinggal