SURAT SINTA UNTUK RAMA

242 kali dibaca

KAYU BAKAR DI NEGERI ALENGKA

“kau, kaya bakar di negeri Alengka”
Katamu di suatu siang
Matahari masih berwarna perak
Dan awan-awan berserakan
Dengan wajah masam

Advertisements

Aku tidak pernah berharap menjadi Sinta
Meski ku pahami betul siapa aku:
air yang menguap dari pelupuk mata
dan dengan enggan engkau tadah
adalah butir-butir kebencian
api masih akan gemetar
sebab tak tahan terbakar panas air mata itu, Arya

aku tak pernah berharap menjadi Sinta
meski derita menjelma anak panah Rama
dan meracuniku tiap detiknya
sebab mana mungkin kau menjadi Rahwana
dengan ketulusan hati
menyelipkan kuntum bunga di balik surai tambut dan telinga

untuk kemudian kau menduga-duga
bahwa Rama akan datang
dengan kilau mata gemetar
hendak menebas sepucuk bunga itu

(tapi percayalah, Arya
Jika aku Sinta aku akan menyangkalnya)

Barngkali benar katamu, Arya
Aku hanya kayu bakar di negeri Alengka
Akan  membakar diri sendiri
Dengan air mata yang meletup tiada henti.

Alif Senansa, Desember 2023

SURAT SINTA UNTUK RAHWANA

Aku tidak di Ayodha
Tidak pula dalam rimba
Yang dulu mengurungku dan Rama
Namun malah dalam lingkaran api
Yang memercik dari kilat mata si pencemburu itu

Bisakah kau menculikku sekali lagi, Rahwana?
Bulan di Ayodha kedinginan
Randu bunga padma membusukkan tubuhnya
Sementara aku di telanjangi kegelisahan
Sakit paling maha dari luka yang Rama gali
Melalui anak panahnya sendiri.

(Betapapun Rama selalu meracau
Bahwa jiwanya telah dipatuk
Kawanan burung nazar
Saat aku tidak dalam lingkaran suci itu
Dan di kejauhan kau memandikanku
Dalam sebuah telaga yang ditumbuhi bunga-bunga)

Bisakah kau menculikku sekali lagi, Rahwana?
Apa hakikat dari kemegahan
Cahaya gemintang yang Rama tabur di kamar tidur
Jika matanya selalu membakarku
Dan tubuhku lebur dalam api cemburu?

Bisakah kau menculikuu sekali lagi, Rahwana?
Sebab padamulah segala kesucian itu bermuara.

Annuqayah, Desember 2023.

SURAT RAHWANA UNTUK SINTA

Seperti sebuah lakon yang dimainkan sendirian, Sinta
Aku terjebak di tengah-tengah naskah
Dan tak menemukan pintu keluar dari
Sehimpun kedunguan di kepala

Apakah aku mampu menculikmu sekali lagi, Sinta?
Aku juga tidak tahu
Talah kucari jawaban dalam tripitaka
Tapi Tuhan selalu pilih kasih
Tetap Ramalah selaksa kebenaran
Bahkan dalam siksa yang juga di buatnya  sendiri.

Sinta,
Seluruh desah napasku sudah melekat
Pada kain sarimu
Meski belum sempat kucecap
Manis luka pun asin air mata,
kecantikan yang derita itu.

Lalu aku harus bagaimana, Sinta?
Jeritmu begitu lengking dari Ayodha
Seperti membawa pecut isroil
dan jiwaku sudah sampai pada garis akhir.

Tapi tak ada yang mampu kupebuat
Lantaran begitu pekat keburukan menubiri tubuhku
Dan kasih di anatara kita
Hanyalah gumpalan debu
Dari kayu yang membakarmu itu.

Teater Al-Fatihah, Desember 2023.

MUSIM DALAM LUKISAN

Di lereng Lancaran ini, Bapak
Aku selalu belajar melukis purnama
Di pekat langit dengan gulita yang maha
Agar menyinari perahumu
Saat berlayar di tengah malam
Dan riak ombak tak lagi gencar menerpa buritan.

Kuhalau mendung yang kerap kali
Menggantung dalam lukisan itu
Sebab ia selalu menyimpan angin otara
Yang akan lebih beringas menyiksa risau di ini dada

Di lereng Lancaran ini, Bapak
Aku tak pernah alpa
Melukis pijar-pijar purnama
Agar sunyi tak membunuhmu di laut sana.

Alif Senansa, 2023.

MERAYAKAN KEMATIAN

Aku pernah merayakan kematianmu
Dengan melesatkan anak panah
Pada setiap anjing yang menyalak di depan rumah
Namun bila malam kaku di jarum waktu
Anjing-anjing yang terbunuh itu
Malah kembali menyalak
Meski ratap detik menutup matanya
Dan ruhnya sudah kungkungan isroil

Aku selama bermalam-malam
Makin di setubuhi kegelisahan
Sebab suara-suara anjing itu
Lebih gencar menusuk telinga
Dan kali kesekian
Tubuhku terkapar mengucurkan banyak darah.

Aduh, katakan
Apakah ini sebuah kutukan?

Teater Alfatihah, 1-5 Desember 2023.

MATA ALAM

Bila matamu adalah palung mariana
Akan aku curi tongkat musa
Untuk menyibak segala bentuk sunyi
Yang gema dan siksanya hanya mampu
Kutanggung sendiri

Bila matamu adalah bara api
Maka akulah titisan ibrahim
Yang dengan senang hati
Menyeludupkan segenap nyeri dalam tubuh ini

Teater Alfatihah, Desember 2023.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan