Sujud Freestyle dan Hukum-hukumnya

3,051 kali dibaca

Aksi sejumlah anak yang melakukan freestyle saat sujud dalam salat yang viral di media sosial tengah menjadi sorotan belakangan ini. Tren ini marak dilakukan saat salat tarawih berjamaah di masjid atau musala. Hal tersebut tentunya menuai banyak kecaman dari warganet.

Gerakan freestyle dalam sujud dilakukan oleh mereka dengan meletakkan kepala dan tangan di lantai sebagai penopang. Selanjutnya, mereka mengangkat kedua kaki tinggi-tinggi ke atas. Padahal, gerakan sujud seharusnya dahi, telapak tangan, dengkul, dan ujung jari kaki menempel dan bertumpu di lantai. Tapi tidak dengan sujud freestyle ini. Aksi ini terus ditiru oleh anak-anak lain di berbagai wilayah di Indonesia.

Advertisements

Rupanya, fenomena ini terinspirasi dari emoji dalam suatu game Free Fire (FF). Gerakan atau pose ini punya tingkat kesulitan tinggi, dan bukan untuk pemula yang baru mulai belajar. Jika memang ingin bisa melakukan gerakan sujud freestyle dengan aman harus diawasi ahlinya. Jika tidak dilakukan dengan benar, maka dapat menyebabkan kerusakan langsung atau bertahap pada leher dan tulang belakang. Dan bisa berakibat fatal.

Dalam pandangan medis, gerakan sujud freestyle itu berbahaya jika dilakukan orang yang tidak profesional. Dokter ortopedi dari Royal Sport Medicine Center, dr Bobby Nelwan SpOT(K-Sport), menyebut sujud freestyle tersebut berisiko memicu patah tulang atau dislokasi tulang leher. Hal ini bisa terjadi karena kondisi tulang pada anak relatif tipis dan lebih kecil dibandingkan pada orang dewasa. Oleh karena itu, jika anak-anak melakukan aktivitas sujud freestyle potensi patah dan dislokasi tulang akan lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa.

Selain itu, gerakan freestyle yang salah juga dapat menyebabkan cedera hernia di leher. Ini terjadi saat jeli yang lebih lembut yang terbungkus di tulang belakang terdorong keluar. Situasi ini akan menyebabkan rasa sakit, mati rasa, atau kesemutan di leher dan lengan. Gerakan sujud freestyle juga sangat tidak dianjurkan oleh orang yang memiliki tekanan darah tinggi.

Pandangan Fikih

Dalam pandangan fikih, sujud freestyle dapat dinilai sebagai gerakan yang di luar gerakan salat. Memang, dalam fikih, seseorang yang sedang salat diperbolehkan melakukan gerakan di luar gerakan salat, tetapi harus bersifat urgen dan terbatas.

Pendapat tersebut dinyatakan oleh Imam Juwaini atau yang dikenal dengan Imamul Haramain. Beliau menyatakan bahwa Rasulullah pernah memindahkan Ibnu Abbas RA dari kiri ke kanan saat salat sebagai gerakan yang sedikit dan tidak membatalkan salat. Ini dikatakan dalam kitabnya Nihayatul Matlab:

والعمل الكثير على وجه التوالي والاتصال عمداً – مبطل للصلاة، والدليل على أن القليل غير مبطل للصلاة أن النبي صلى الله عليه وسلم أخذ في الصلاة أذُنَ ابن عباس، وأداره من يساره إلى يمينه

Dan gerakan yang banyak dalam bentuk yang berkelanjutan dan terus menerus secara sengaja membatalkan salat. Dan dalil bahwa gerakan yang sedikit tidak membatalkan salat adalah saat Nabi memegang telinga Ibnu Abbas, kemudian memindahkannya dari kiri ke sebelah kanan beliau.

Batasan banyak atau sedikitnya gerakan di luar gerakan salat dijelaskan sebagai berikut,

فإن قيل: هل من ضبطٍ في الفرق بين العمل القليل والكثير؟ قلنا: لا شك أن الرجوع في ذلك إلى العرف وأهله، ولا مطمع في ضبط ذلك على التقدير والتحديد؛ فإنه تقريب، وطلب التحديد في منزلة التقريب مُحال

Apabila dikatakan: apakah ada ketentuan tentang perbedaan antara gerakan yang banyak dan sedikit? Kami berpendapat: tidak diragukan bahwa hal tersebut dikembalikan kepada urf (kebiasaan) dan sekitarnya, dan tidak ada kepastian tentang ketentuan batasan dan kadar hal tersebut , dan sesungguhnya gerakan di luar salat bersifat asumtif, sementara menentukan batasan pada perkara yang asumtif adalah tidak mungkin.

Imam Nawawi dalam Kitab Rawdhah al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin menerangkan lebih terperinci tentang sedikit dan banyaknya gerakan di luar salat dalam kutipan berikut,

ثُمَّ أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْكَثِيرَ إِنَّمَا يُبْطِلُ إِذَا تَوَالَى. فَإِنْ تَفَرَّقَ بِأَنْ خَطَا خُطْوَةً، ثُمَّ بَعْدَ زَمَنٍ خَطَا أُخْرَى، أَوْ خُطْوَتَيْنِ ثُمَّ خُطْوَتَيْنِ بَيْنَهُمَا زَمَنٌ، وَقُلْنَا: إِنَّهُمَا قَلِيلٌ، وَتَكَرَّرَ ذَلِكَ مَرَّاتٍ فَهِيَ كَثِيرَةٌ، لَمْ يَضُرَّ قَطْعًا. وَحَدُّ التَّفْرِيقِ: أَنْ يُعَدَّ الثَّانِي مُنْقَطِعًا عَنِ الْأَوَّلِ. وَقَالَ فِي (التَّهْذِيبِ) : عِنْدِي أَنْ يَكُونَ بَيْنَهُمَا قَدْرُ رَكْعَةٍ. ثُمَّ الْمُرَادُ بِالْفِعْلَةِ الْوَاحِدَةِ الَّتِي لَا تُبْطِلُ، مَا لَمْ يَتَفَاحَشْ، فَإِنْ أَفْرَطَتْ كَالْوَثْبَةِ الْفَاحِشَةِ أَبْطَلَتْ قَطْعًا. وَكَذَا قَوْلُهُمْ: الثَّلَاثُ الْمُتَوَالِيَةُ تُبْطِلُ. أَرَادَ: وَالْخُطُوَاتُ وَنَحْوُهَا. فَأَمَّا الْحَرَكَاتُ الْخَفِيفَةُ، كَتَحْرِيكِ الْأَصَابِعِ فِي سُبْحَةٍ، أَوْ حَكَّةٍ، فَالْأَصَحُّ: أَنَّهَا لَا تَضُرُّ وَإِنْ كَثُرَتْ مُتَوَالِيَةً

Kemudian secara Ijma (Syafi’iyah) disebutkan bahwa gerakan yang banyak dapat membatalkan salat apabila dilakukan secara berturut-turut. Namun, apabila berjarak seperti jika melangkah kemudian dalam durasi tertentu melangkah lagi, atau tiap dua langkah ada jeda, maka pendapat kami: hal tersebut adalah gerak yang sedikit. Dan apabila berulang-ulang hingga banyak, tidak berpengaruh sama sekali. Dan batasan pembedanya adalah diulangnya gerakan kedua setelah jeda dari gerakan  pertama. Dikatakan dalam kitab tahdzib: menurutku jeda antara dua gerakan adalah seperti satu rakaat. Kemudian yang dimaksud dengan satu gerakan yang tak membatalkan adalah yang tidak keterlaluan, seperti melompat yang keterlaluan maka membatalkan secara mutlak. Demikian juga dikatakan: tiga gerakan yang berturut-turut dapat membatalkan salat. Dimaksudkan di sini seperti: melangkah dan sejenisnya. Sedangkan gerakan ringan seperti menggerakkan jari dalam tasbih, menggaruk, maka yang benar adalah: hal tersebut tidak berpengaruh (tidak membatalkan) meskipun banyak dan berturut-turut.

Madzhab Syafii menyatakan bahwa kadar gerakan sedikit dan banyak yang dilakukan di luar gerakan salat dikembalikan kepada urf atau kebiasaan yang dipahami masyarakat. Melakukan gerakan badan yang berturut-turut dapat membatalkan salat karena dalam pemahaman secara urf dianggap sebagai gerakan yang banyak. Begitu pula dengan gerakan tiga kali tanpa jeda sepanjang satu rakaat dianggap batal karena dikategorikan sebagai gerakan yang banyak secara urf masyarakat. Sementara gerakan ringan seperti menggaruk-garuk badan tidak dianggap sebagai hal yang membatalkan, namun tetap dipandang makruh.

Sementara itu, sujud freestyle ini dapat mengakibatkan shaf salat tidak lurus. Shaf salat yang tidak lurus dan tidak rapat akan membuat celah bagi setan. Hal tersebut dinyatakan dalam hadis,

رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنِّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ ، كَأَنَّهَا الحَذَفُ

Artinya: “Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Sejajarkan leher-leher. Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat setan masuk dari celah shaf, seakan-akan setan itu anak-anak kambing” (HR. Abu Daud no. 667).

Selain membuat shaf tidak lurus, sujud freestyle bisa juga menyebabkan orang lain terganggu karena kakinya akan melewati tempat sujud makmum lain di belakangnya. Orang yang melewati tempat sujud akan mengganggu orang yang sedang salat. Rasulullah pernah bersabda bahwa orang yang lewat di depan orang yang sedang salat adalah setan, seperti dinyatakan dalam hadis,

إذا صلَّى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ

Artinya: “Jika salah seorang dari kalian salat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. Jika ia enggan dicegah maka tolaklah ia dengan keras karena sesungguhnya ia adalah setan.” (HR. Al Bukhari 509, Muslim 505).

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua bentuk perbuatan yang mengganggu salat adalah perbuatan setan. Muslim yang taat tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat mengganggu orang yang sedang salat, seperti menimbulkan suara-suara bising, membiarkan anak-anak kecil yang bermain-main ketika salat, tidak menempati shaf dengan lurus, dan sebagainya.

Salat merupakan tolok ukur amalan seorang muslim. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menjadikan salat sekhidmat dan sekhusyuk mungkin. Jika kita menemukan ada anak atau orang yang berperilaku menggangu orang yang sedang salat kita harus menegurnya, tentu dengan cara yang baik dan sopan.

Di sini, dalam fenomena sujud freestyle, peran orang tua sebagai pendamping anak-anak saat salat juga diperlukan untuk mencegah perilaku membahayakan dan mengganggu ini. Anak-anak perlu diberi arahan mengenai pentingnya berperilaku baik dan sopan saat beribadah baik di masjid, musala, atau di rumah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan