Spirit Doll dan Kedunguan Berpikir

1,190 kali dibaca

Peradaban dimulai dengan adanya pemikiran animisme, kemudian berkembang menjadi agama (E.B. Tylor: 1832-1917).

Booming spirit doll rupanya tengah santer di negeri ini. Bukan tanpa sebab, semenjak disuarakan oleh salah seorang selebriti yang mengumumkan perihal anak adopsinya di media sosial, spirit doll kian hangat diperbincangkan di jagat maya. Diikuti selebriti lain yang turut membuat pengakuan terbuka ihwal spirit doll yang dimiliki. Lantas diaminkan oleh seorang indigo yang mengaku menjadi pengasuh ratusan boneka spirit doll.

Advertisements

Dirawat sebagaimana bayi sungguhan, spirit doll dipercaya memiliki kekuatan magis yang mampu memberikan ketenangan, kenyamanan, dan keberuntungan pada pengasuhnya.

Mungkin sebagian dari kita akan bertanya-tanya, bagaimana mungkin boneka yang biasanya menjadi mainan anak-anak lalu diperlakukan seolah bayi sungguhan. Pasti yang terbesit pertama kali dalam benak akan mempertanyakan kondisi kejiwaan sang pengadopsi. Sehatkah?

Merespons hal tersebut, terdapat dua aspek penting yang turut memprakarsai fenomena yang terjadi.

Peradaban Manusia

Transformasi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri, masyarakat komunal menjadi masyarakat individual, dan masyarakat yang semula sangat mengandalkan tubuh untuk melakukan pekerjaan lalu mulai beralih dengan bergantung kepada teknologi,  merupakan ciri dari majunya peradaban umat manusia.

Menukil pernyataan Yuval Noah Harari, dalam bukunya yang berjudul Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia dari Zaman Batu hingga Perkiraan Kepunahannya (Alvabet, 2017; terjemahan Yanto Musthofa), mengatakan bahwa arah evolusi perilaku manusia adalah dari organisme yang semula menyerahkan penilaian-penilaian ke tangan sosok abstrak semacam Tuhan menuju organisme yang menyerahkan penilaian-penilaian ke tangan sesuatu yang bernas dan konkret seperti algoritma.

Takdapat dimungkiri, teknologi menjadi suatu hal yang selalu mengiringi perkembangan kehidupan manusia. Kehidupan manusia yang berkembang akan membentuk peradaban manusia. Perkembangan tersebut turut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan, termasuk cara berpikir manusia. Perkembangan akal manusia ekuivalen dengan perkembangan agama.

Bermula dari pemikiran dinamisme, manusia mulai berpikir adanya daya di balik sebuah benda. Benda-benda di alam semesta memiliki daya yang mesti dihormati. Daya kemudian berkembang menjadi roh. Maka, lahirlah kepercayaan animisme, yang mulai menyembah roh-roh nenek moyang.

Cara berpikir manusia terus berkembang. Politeisme menjadi jawaban atas adanya roh nenek moyang yang mendiami suatu benda, yang dipercaya sebagai dewa-dewa. Lama-kelamaan akal manusia semakin berkembang. Hingga pada akhirnya muncul kepercayaan adanya sosok maha atau yang  paling tinggi. Hal tersebut menginisiasi kepercayaan monoteisme, bahwa hanya ada satu tuhan di alam semesta ini.

Pola pikir manusia senantiasa berkembang seiring melajunya zaman. Teknologi menjadi roda penggeraknya. Segala aspek kehidupan sontak mengalami revolusi besar-besaran.

Melihat fakta yang terjadi saat ini, benarkan ini kecerdasan dalam evolusi manusia, atau justru suatu bentuk kedunguan?

Kontras realitas di atas kian menggelitik apabila kita bertanya: mengapa?

Kemunduran Berpikir

Guna menjawabnya, hendak tak hendak kita mesti masuk dalam refleksi kritis kekinian. Tren spirit doll makin menampakkan pola pikir manusia justru mengalami kemunduran. Spirit doll hanya sebagian kecil dari absurditas yang sulit dijangkau dengan akal sehat.

Cara berpikir manusia tidak selaras dengan perkembangan zaman. Zaman melaju pesat, namun pola pikir mengalami kemunduran. Akankah kita kembali pada pemikiran dinamisme, yang mengimani roh dalam sebuah benda lalu berharap benda tersebut akan mendatangkan keberuntungan? Ironisnya, zaman sekarang hal tersebut dianggap sebagai suatu hal yang lumrah agar tidak ketinggalan zaman. Bersebab kecenderungan mengikuti sesuatu yang sedang tren tanpa mencari tahu lebih jauh status hukumnya, maka seseorang akan berkubang dalam pemikiran yang salah kaprah.

Tidak berlebihan apabila fenomena tersebut menjadi salah satu akar kedangkalan akal sehat manusia. Inilah buah percumbuan manis yang memadukan antara modernisasi lantas dirasuki roh daya pikir primitif berkelindan demi mewujud kepuasan batin semata.

Multi-Page

One Reply to “Spirit Doll dan Kedunguan Berpikir”

Tinggalkan Balasan