Santri Terpapar Capai 3000, 207 Pengasuh Wafat Tersebab Covid-19

777 kali dibaca

Pandemi masih menghantui kalangan pesantren. Sejak pondok pesantren muncul sebagai kluster penyebaran Covid-19 mulai Agustus 2020 lalu, hingga kini terdata sudah 3000 lebih santri yang positif terpapar virus Corona ini. Di saat yang sama, tercatat ada sekitar 2007 kiai, nyai, dan pengurus pondok yang meninggal tersebab Covid-19.

Kamis (10/12/2020) lalu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis data yang mengejutkan. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap pondok-pondok pesantren yang terindikasi menjadi kluster Covid-19, FSGI mendata tercatat ada 3.089 kasus Covi-19.

Advertisements

Data yang dirilis FSGI tersebut didasarkan pada hasil pemantauan jaringan guru FSGI di berbagai daerah dan juga pemberitaan di media massa yang terkonfirmasi dengan data kasus Covid-19 Satuan Gugus Tugas Covid-19 di daerah.

“Hasil pemantauan selama tiga bulan menunjukkan bahwa kluster pondok pesantren sangat besar jumlahnya, bahkan wilayah seperti di Cilacap, pada bulan Oktober total kasus Covid-19 mencapai 908 kasus positif Covid-19, dari jumlah tersebut 38.32 persen atau 348 kasusnya berasal dari pondok pesantren di wilayah Cilacap,” kata Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.

Pada September 2020, data menunjukkan jumlah santri yang positif Covid-19 mencapai ribuan, angka tepatnya 1.449. Sedangkan, pada Oktober 2020 tercatat 700 santri positif Covid-19 dan pada November 2020 mencapai 940 santri.

Berikut daftar 20 pondok pesantren yang menjadi klaster Covid-19:

  1. Pondok Baitul Izza, Cimahi, Jawa Barat (17 kasus).
  2. Ponpes Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, Jawa Barat (14 kasus).
  3. Ponpes Unggul Al Bayan, Sukabumi, Jawa Barat (124 kasus).
  4. Ponpes Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat (46 kasus).
  5. Ponpes di Cianjur, Jawa Barat (35 kasus).
  6. Ponpes di Cianjur, Jawa Barat (14 kasus).
  7. Ponpes di Tasikmalaya, Jawa Barat (66 kasus).
  8. Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat (340 kasus).
  9. Ponpes di Bojongsari, Depok, Jawa Barat (40 kasus).
  10. Ponpes Ulin Nuha, Tegal, Jawa Tengah (12 kasus).
  11. Ponpes Nurul Hidayah, Kebumen, Jawa Tengah (124 kasus).
  12. Ponpes Al Ikhsan Beji, Banyumas, Jawa Tengah (328 kasus).
  13. Ponpes Anwarul Haromain, Trengalek, Jawa Timur (72 kasus).
  14. Ponpes di Cilacap, Jawa Tengah (348 kasus).
  15. Ponpes Darussalam Blok Agung, Banyuwangi, Jawa Timur (622 kasus).
  16. Al Izzah Boarding School, Kota Batu, (31 kasus).
  17. Ponpes Hasan Yamani, Polewali Mandar, Sulawesi Barat (176 kasus).
  18. Ponpes Assalifiyah, Polewali Mandar, Sulawesi Barat (151 kasus).
  19. Ponpes di kecamatan Toapaya, Bintan, Kepri (81 kasus).
  20. Ponpes Kaprak, Bantul, Yogjakarta (198 kasus).

207 Pengasuh

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo, menambahkan, pemantauan terhadap pesantren yang diduga kuat berpotensi menjadi kluster baru dilakukan salah satunya karena di pondok pesantren aktivitasnya cenderung bersama-sama dalam waktu sangat lama, bahkan bisa dikatakan 24 jam.

“Kalau infrastruktur dan protokol kesehatan atau SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) tidak memadai dan rendahnya kedisiplinan untuk patuh pada protokol kesehatan, maka potensi penularan Covid-19 menjadi tinggi,” kata Heru dalam keterangannya. Karena itu, FSGI kemudian juga melakukan pemantauan terhadap pondok pesantren di sejumlah daerah yang sudah memulai pembelajaran tatap muka. Pemantauan dilakukan September sampai dengan November 2020.

Di saat hampir bersamaan, Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) atau Asosiasi Pesantren Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merilis data, jumlah kiai, bu nyai, dan pengelola pondok pesantren yang meninggal akibat Covid-19 mencapai 207 orang. Ke-207 orang merupakan pengurus dan pengasuh dari 10 pesantren yang tersebar di berbagai daerah.

“Ini tentu menjadi sebuah kehilangan yang sangat besar sekaligus ancaman serius bagi kalangan pesantren dan juga bangsa Indonesia pada umumnya. Ancaman terhadap pesantren dan kiai berarti ancaman terhadap kelangsungan pendidikan agama dan karakter bangsa Indonesia,” kata Ketua RMI PBNU H Abdul Ghofarrozin.

Karena itu, RMI PBNU meminta kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk memaksimalkan perannya dalam rangka menekan angka kasus Covid-19 di lingkungan pesantren. Sebab, selama ini RMI menilai koordinasi antardinas di pemerintah daerah atau pada lintas kementerian dalam penanganan Covid-19 belum optimal.

“Komunikasi publik yang tidak berpihak kepada pesantren, khususnya jika ada klaster pesantren dan di beberapa daerah pesantren sulit mengakses swab PCR test,” tuturnya memberi contoh. Karena itu, RMI PBNU mendorong pemerintah untuk lebih serius lagi dengan pola penanganan secara terpadu.

Multi-Page

One Reply to “Santri Terpapar Capai 3000, 207 Pengasuh Wafat Tersebab Covid-19”

Tinggalkan Balasan