Santri dan Kedaulatan Pangan

2,103 kali dibaca

Pada 2012, Santan atau Santri Tani bersama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Bogor, Jawa Barat, membudidayakan pertanian organik. Santri-santri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, dan Banten belajar pertanian organik. Mereka berbagi sayuran organik kepada masyarakat di kota Bogor, Sukabumi, Jakarta, dan Bekasi untuk memperkenalkan dan mempromosikan pertanian organik.

Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus Tambaksari, Cilacap, Jawa Barat, menyelenggarakan beberapa kegiatan untuk mendukung pertanian, seperti pelatihan wirausaha olah singkong menjadi mocaf (modified cassava flour) pengganti terigu, doa bersama untuk keberhasilan program biogas, dan budidaya jerami untuk pakan sapi. Mocaf, karena tidak mengandung zat gluten, lebih sehat daripada tepung terigu.

Advertisements

Pesantren ini diasuh oleh KH Muhammad Achmad Hasan Mas’ud. Beliau pernah nyantri di Pesantren Minhajul Tulab Paras Gempal Sumber Beras Muncar Banyuwangi, Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Pesantren Hidayatul Tulab Petuk Kediri, dan Rubat Tarim Hadramaut Yaman.

Iip Irpan, saat nyanti di Pesantren Riyadlul Huda Ngamprah Bandung, pernah mengikuti orientasi agribisnis pondok pesantren se-Jawa Barat di Ciwidey, Bandung. Santri milenial ini menjadi pelopor pertanian organik di Desa Padakembang, Tasikmalaya. Ia mengembangkan pengolahan limbah padat dan cair hasil limbah peternakan. Limbah cair diolah menjadi pupuk organik cair. Limbah padat dibuat dekomposan, kemudian dikembangkan menjadi pupuk organik padat dan probiotik. Probiotik bisa digunakan sebagai campuran pakan supaya ternak sehat.

Iip, dari pertanian organik, memproduksi buncis kenya untuk pasar ekspor. Untuk menjaga keberlangsungan dan pengembangan pertanian organiknya, ia mengembangkan paket teknologi pestisida nabati, temuan buncis lebih cepat panen, pupuk organik cair, dan probiotik limbah ternak. Ketua Kelompok Tani Bendungan II ini meraih penghargaan Petani Teladan dan Berprestasi dari Kementerian Pertanian saat dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia ke 74.

Sius adalah petani organik dari Desa Waturaka Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Katanya: “Kalau hama saja tidak mau makan sayur (yang disemprot zat kimia), masa manusia mau makan, jelas-jelas itu racun.” Begitulah cara ia menjual produk pertanian organiknya di pasar. Omzetnya mencapai Rp 8-9 juta per bulan dari hasil penjualan sayur, tomat, dan stroberi.

Pada 2009, ayah empat anak ini meraih penghargaan sebagai petani teladan tingkat Kabupaten Ende. Pada 2015, petani teladan tingkat nasional. Saat jamuan makan malam, Presdien Joko Widodo memberikannya baki berisi bendera Merah Putih.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian dengan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode pertanian organik. Tanah yang subur bisa mengikat karbon sehingga mengurangi emisi karbon ke atmosfer. Kualitas udara bagus, lapisan ozon bagus, mencegah terjadinya perubahan iklim secara ekstrem. Kelestarian dan keseimbangan alam terjaga baik. Bila kualitas-kualitas ini bisa dicapai, bangsa Indonesia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik: kesehatan, kesejahteraan, serta masa depan yang cerah.

Lahan pertanian organik Indonesia kurang dari 1% luas sawah nasional sekitar 7,5 juta hektare berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2019. Secara global, perkiraan volume produk pertanian organik 5-7 % total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Australia, Amerika Serikat, Eropa serta Jepang, Taiwan, dan Korea mendominasi suplai produk pertanian organik.

Masa kini dan masa depan kedaulatan Republik Indonesia dipengaruhi oleh kedaulatan pangan dan energi. Di tengah-tengah tekanan hegemoni kapitalisme global, bagaimana pergulatan dan perjuangan bangsa Indonesia khususnya para kiai dan santri dalam mewujudkan kedaulatan pangan? Wallahualam bis shawab.

Rumah Merah, 20.06.2020.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan