Santri dan Kedaulatan Pangan

2,058 kali dibaca

Pada 2012, Santan atau Santri Tani bersama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Bogor, Jawa Barat, membudidayakan pertanian organik. Santri-santri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, dan Banten belajar pertanian organik. Mereka berbagi sayuran organik kepada masyarakat di kota Bogor, Sukabumi, Jakarta, dan Bekasi untuk memperkenalkan dan mempromosikan pertanian organik.

Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus Tambaksari, Cilacap, Jawa Barat, menyelenggarakan beberapa kegiatan untuk mendukung pertanian, seperti pelatihan wirausaha olah singkong menjadi mocaf (modified cassava flour) pengganti terigu, doa bersama untuk keberhasilan program biogas, dan budidaya jerami untuk pakan sapi. Mocaf, karena tidak mengandung zat gluten, lebih sehat daripada tepung terigu.

Advertisements

Pesantren ini diasuh oleh KH Muhammad Achmad Hasan Mas’ud. Beliau pernah nyantri di Pesantren Minhajul Tulab Paras Gempal Sumber Beras Muncar Banyuwangi, Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati, Pesantren Hidayatul Tulab Petuk Kediri, dan Rubat Tarim Hadramaut Yaman.

Iip Irpan, saat nyanti di Pesantren Riyadlul Huda Ngamprah Bandung, pernah mengikuti orientasi agribisnis pondok pesantren se-Jawa Barat di Ciwidey, Bandung. Santri milenial ini menjadi pelopor pertanian organik di Desa Padakembang, Tasikmalaya. Ia mengembangkan pengolahan limbah padat dan cair hasil limbah peternakan. Limbah cair diolah menjadi pupuk organik cair. Limbah padat dibuat dekomposan, kemudian dikembangkan menjadi pupuk organik padat dan probiotik. Probiotik bisa digunakan sebagai campuran pakan supaya ternak sehat.

Iip, dari pertanian organik, memproduksi buncis kenya untuk pasar ekspor. Untuk menjaga keberlangsungan dan pengembangan pertanian organiknya, ia mengembangkan paket teknologi pestisida nabati, temuan buncis lebih cepat panen, pupuk organik cair, dan probiotik limbah ternak. Ketua Kelompok Tani Bendungan II ini meraih penghargaan Petani Teladan dan Berprestasi dari Kementerian Pertanian saat dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia ke 74.

Sius adalah petani organik dari Desa Waturaka Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Katanya: “Kalau hama saja tidak mau makan sayur (yang disemprot zat kimia), masa manusia mau makan, jelas-jelas itu racun.” Begitulah cara ia menjual produk pertanian organiknya di pasar. Omzetnya mencapai Rp 8-9 juta per bulan dari hasil penjualan sayur, tomat, dan stroberi.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan