Santri dan Cinta Tanah Air

4,256 kali dibaca

Sejarah mencatat, kemerdekaan Negara Indonesia diperoleh di antaranya karena peran kalangan pesantren, santri dan para kiai, dalam berjuang melawan penjajah. Pada zaman KH Hasyim Asy’ari, misalnya, para santri diperintahkan untuk ikut berjuang dalam peperangan melawan penjajah di tanah Jawa.

Namun, pada kenyataannya tak banyak buku sejarah yang mencatat peran kaum santri dalam peperangan melawan para penjajah. Kalaupun ada buku sejarah mencatat, diberi porsi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan peran senyatanya.

Advertisements

Sekalipun demikian, santri jiwa nasionalisme dan rasa cinta tanah air kaum santi tidak pernah luntur. Karena, bagi santri, membela dan memerdekakan bangsa ini dari belenggu penjajahan merupakan kewajiban, sebagaimana kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu momen paling bersejarah terkait kepahlawanan kaum snatri adalah ketika zaman KH Hasyim Asy’ari mengomando pasukan santri dalam peperangan melawan Jepang. Peristiwa itu kemudian difilmkan dengan judul Sang Kiai. Pada film Sang Kiai, para aktor menggambarkan bagaimana para santri berada di barisan pejuang kemerdekaan untuk mengusir penjajah. Sekalipun tidak sama benar dengan perjuangan yang telah dilakukan oleh para santri ketika itu, namun di dalam film tersebut telah menggambarkan bagaimana santri memiliki kompetensi dan semangat yang juang membara ketika berhadapan dengan Jepang.

Komando perjuangan santri untuk mempertahankan tanah air dilakukan KH Hasyim Asy’ari melalui resolusi jihad. Resolusi jihad itulah yang membakar semangat kaum santri untuk membela negara Republik Indonesia.

Tak hanya melalui perjuangan fisik. Kalangan pesantren pun mengerahkan segala sumber daya untuk kemerdekaan Indonesia, termasuk melalui panjatan doa-doa keramat dan amalan-amalan lain dalam bentuk zikir dan sebagainya. Dibimbing oleh para kiai sepuh, amalan doa dan zikir itu menjadi salah satu faktor mengapa para santri memiliki semangat juang dan kekuatan saat mengahadi tentara musuh di medan perang.

Mungkin sebagian masyarakat tidak meyakini akan kekuatan doa-doa dan amalan zikir para ulama yang keramat dan memberikan efek yang positif kepada kaum santri ketika di masa itu. Namun, bagi para santri, dawuh atau nasihat dari para kiai menjadi modal spiritual untuk melawan penjajah.

Salah satu contohnya ketika itu adalah saat Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, yang merupakan pusat perjuangan kaum santri, diserang oleh pasukan Jepang. Saat menyerbut Pondok Tebuireng, pasukan Jepang bermaksud untuk menculik KH Hasyim Asy’ari agar mau dibujuk untuk mendukung dan berkolaborasi dengan Jepang. Akan tetapi, santri Tebuireng melawan dan mempertahankan KH Hasyim Asy’ari agar tidak diculik dan disiksa pasukan Jepang. Begitulah para santri memberikan pengorbanan sebagai kecintaan terhadap kiainya.

Hingga kini, semangat nasionalisme dan cinta tanah air tetap diajarkan di pondok-pondok pesantren, agar generasi penerus dari kalangan santri tetap memiliki jiwa cinta tanah air, dan tidak justru membenci negara ataupun menganggap bahwa Indonesia ini merupakan negara yang melanggar hukum-hukum agama Islam. Di pesantren-pesantren terus ditanamkan nilai bahwa keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bagian dari perjuangan para santri dan kiai, dan karena itu harus tetap dijaga dan dipertahankan keutuhannya, kesatuan dan persatuannya. Para ulama juga terus mengajarkan dan menanamkan nilai bahwa hubbul wathon minal iman, cinta tanah air itu sebagian daripada iman.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan