Santri, Akhlak, dan Kitab Kuning

1,946 kali dibaca

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang ada di Indonesia. Tercatat, pesantren tertua yang dapat diketahui tahun berdirinya adalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo, Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh Sultan Paku Buwono II pada tahun 1742.

Selanjutnya, lembaga pendidikan pesantren diresmikan pada tahun 1800-an. Sebuah sumber sejarah tradisional, yaitu Serat Centhini, menyebutkan bahwa cikal bakal pesantren terdapat di Karang, Provinsi Banten. Hingga saat ini, keberadaan pesantren sudah mencapai kurang lebih 279 tahun. Sebuah waktu yang cukup lama di mana pesantren berkontribusi dalam lembaga pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Advertisements

Pada jejak sejarah lembaga pesantren, pelajaran tidak melulu dalam hal keagamaan. Perjalanan berikutnya, ilmu sains pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lembaga tradisional ini. Meskipun, tradisi yang terjadi di lembaga pesantren ini fokus kepada keislaman, namun ilmu-ilmu umum lainnya juga menjadi target yang tidak terabaikan. Hal ini disebabkan karena pesantren melihat lebih kepada kemaslahatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Pesantren dan Ilmuwan

Jika pesantren melahirkan seorang kiai, ulama, ustaz, dai, dan ahli keilmuan Islam lainnya merupakan sebuah kewajaran. Lain halnya jika kemudian pesantren melahirkan ilmuwan dari bidang sains. Seperti insinyur, teknokrat, dokter, angkasawan, dan lain sebagainya, yang lahir dari pesantren bukan sebuah kemustahilan.

Tidak sedikit hingga saat ini, ilmuwan sains yang lahir dari lembaga tradisional ini. Bahkan pahlawan dan pejuang pun dapat terlahir dari sebuah pondok pesantren. Hal ini tentu akan menjadi semakin jelas bahwa pesantren memberikan kontribusi di segala aspek kehidupan.

Sebut saja misalnya KH Hasyim Asy’ari, ulama sekaligus pemikir ulung, merupakan seorang ilmuwan dan sekaligus sebagai Pahalawan Nasional. Beliau adalah pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesai, yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Lalu KH Wahid Hasyim, seorang tokoh yang luara biasa dalam kiprah dan turut serta membangun bangsa Indonesai.

KH Abdurrachman Wahid (Gus Dur), adalah tokoh yang juga lahir dari dunia pesantren. Bahkan Gus Dur sempat menjabat sebagai presiden RI ke-4. Ada KH Ahmad Dahlan, tokoh sekaligus ilmuwan yang mendirikan oragnisasi Muhammadiyah pada tahun 1912. Dan masih banyak lagi ilmuwan dan tokoh yang lahir dari dunia pesantren yang tidak mungkin disebutkan satu per satu dalam artikel singkat ini.

Tadris Kitab Kuning

Pesantren tidak dapat dipisahkan dengan kitab kuning. Dalam kepesantrenan, kitab kuning menjadi karakter khusus dan menjadi ciri khas di lembaga ini. Kitab kuning merupakan sebutan untuk sebuah kitab yang (umumnya) ditulis dan terdiri dari bahasa Arab. Kitab kuning, dalam pendidikan agama Islam (baca: pesantren), merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam yang diajarkan pada pondok-pondok pesantren, mulai dari fikih, akidah, akhlak, tata bahasa Arab, hadis, tafsir, ilmu Al-Quran, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (Wikipedia).

Tadris atau pelajaran kitab kuning tidak terlepas dari kaidah bahasa Arab, yaitu ilmu nahu dan saraf. Kedua cabang ilmu ini —juga dicetak dalam bentuk kitab kuning— merupakan aspek ilmu yang mempelajari bagaimana cara memahami, membaca, dan mengerti terhadap kitab yang notabene berwarna kuning (tidak semua, tapi mayoritas).

Terkait dengan kitab kuning yang menjadi ciri khas lembaga pesantren, maka menjadi seorang santri harus memahami dan mengerti kitab khas pesantren ini. Sebab seorang santri, yang belajar di sebuah lembaga pesantren, dalam keseharian tidak lepas dari tadris pelajaran kitab kuning. Dalam kitab yang membahas beragam tema atau materi, baik dari aspek keislaman maupun lainnya, menjadi jiwa seorang santri. Jika ada komitmen serta keseriusan dalam belajar, kitab yang biasa disebut dengan “kitab turos” ini mudah kita pahami.

Santri dan Akhlak

Di dalam kitab kuning juga dibahas tentang akhlak. Sebuah tata kehidupan yang membangun bagaimana menjadi seseorang yang berkomumikasi dengan orang lainnya. Santri yang beretika atau memiliki akhlak yang mulia menjadi target utama dalam kehidupan santri di sebuah pesantren.

Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Sebagai genarasi Islam (santri), memiliki kemuliaan akhlak merupakan sebuah keharusan. Karena, setelah kembali di kampung halaman, biasanya santri dijadikan panutan dan harapan bagi masyarakat. Oleh karena itu maka santri harus mempersiapkan diri menjadi pioner di dalam kehidupan sosial kermasyarakatan.

Pesantren, santri, dan kitab kuning adalah tiga aspek yang tidak terpisahkan. Di dalam kitab kuning dibahas tentang berbagai hal, termasuk bagaimana cara memiliki akhlak di dalam kehidupan. Lebih jauh, di dalam kitab turos ini juga dibahas bagaimana kita berhubungan, baik berhubungan dengan diri sendiri, dengan masyarakat sekitar, bahkan hubungan dengan Allah swt. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan