Yang Berumah Bambu

955 kali dibaca

“Ah, sialan…” gumam Indu dengan sisa permen karet disudut bibirnya.

Begitulah Indu mengingat masa usia tanggungnya dulu. Saat itu ia salah memilih bambu di tepi kali yang bukat. Mereka adalah empat bocah yang ditemani sebentuk golok yang seakan-akan seperti hendak menetak apa saja yang ada di hadapannya. Mereka menuju ke sebuah rumah kosong terbengkalai yang mereka anggap taman bermain. Dengan kaki telanjang dan disambut senyum kecil mentari, Indu lantas mengagah-gagahkan diri selagi golok berada di genggamannya, bagaikan Jalal di kisah Jodha Akbar.

Advertisements

“Apa target kita hari ini?” tanya Enes dengan gaya yang biasa saja.

Indu otomatis menoleh ke temannya yang lain. “Bagaimana kalau kita mencari bambu?”

“Mau kita apakan bambu itu?” sahut Enes cepat sekali.

“Kita bakar nasi di dalam bambu, tampaknya enak,” potong seorang anak yang lain.

Mereka pun setuju dengan rencana Indu untuk berburu bambu. Indu dan teman-temannya pun menuju ke warung kecil Mbok Minah untuk membeli sebungkus nasi yang dibalut daun pisang sedikit menguning. Warung kecil yang tak terlalu jauh dari tepi kali yang merupakan habitat dari segudang bambu.

“Mbok… simbok… tumbas,” kata Enes dengan suara keras.

“Sekejap le,” sahut Mbok Minah dengan nada suara yang sudah melemah.

Mengenakan ciput warna hijau kesukaannya yang melingkupi rambut berwarna putih dengan tubuh yang setengah membungkuk, Mbok Minah menghampiri Enes dengan sebuah pertanyaan.

“Mau beli apa?”

“Beli nasi sebungkus Mbokkk.”

“Mau buat apa? Kalian berempat, kok cuma beli nasi sebungkus?” tanya Mbok Minah sembari membuka ceting yang ia tutup dengan daun pisang.

Enes tampak merasa bingung menjawab pertanyaan Mbok Minah sembari memutar badan sambil mengusap-usap kening.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan