Rasionalitas Barokah: Pendekatan Filsafat Ilmu

4,770 kali dibaca

Dalam dunia pesantren, ada nilai-nilai tersendiri dalam bersikap dan bertutur kata, semacam local wisdom, yang tidak dimiliki oleh umat muslim di negeri Timur Tengah. Misalnya, bertutur kata dan bersikap di depan guru yang melebihi kebiasaan orang pada umumnya. Salah satu bentuk akhlak seorang santri pada kiainya adalah berkata “bahwa segala kesuksesan dan nikmat yang diberikan oleh Allah sebab barokah kiai.”

Dalam dunia pesantren, kata “barokah” menjadi sebuah tujuan inti yang menjadi bekal mengarungi kehidupan di dunia hingga kelak di akhirat. Salah satu pemahaman barokah versi santri “ زيادة الخير بعد الخير”, yakni bertambahnya kebaikan setelah kebaikan yang lalu (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).

Advertisements

Barokah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, barokah (البركة), yang artinya nikmat (Kamus Al-Munawwir, 1997:78). Istilah lain berkah dalam bahasa Arab adalah mubarak dan tabaruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:179), berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.”

Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia. Konsep tersebut adalah pemahaman di dunia pesantren yang sudah umum. Akan tetapi berbeda bila dilihat dari kalangan mahasiswa yang sering merasionalisasi segala hal. Biasanya, pada taraf ini, masih banyak kalangan akademisi yang berada di antara “percaya tidak percaya. Istilah irasional tntrepretatif.

Penulis tertarik mengkaji atas term barokah dari sudut pandang rasio-logis. Sebenarnya, proses berpikir rasional secara dalih telah ada pada hadist Nabi SAW:

قَالَ رسول الل ( صلى الله عليه و آله ) :إِنَّمَا يُدْرَكُ الْخَيْرُ كُلُّهُ بِالْعَقْلِ ،وَ لَا دِينَ لِمَنْ لَا عَقْلَ لَهُ

“Sesungguhnya kebaikan (al khoir) seluruhnya bisa diketahui dengan akal (rasionalitas ). Dan tidak beragama atas seseorang yang tidak berakal.”

Nabi Muhammad SAW secara shorih mengatakan bahwa al khoir (kebaikan) bisa diketahui dengan akal, hingga membuat metafor “seseorang yang tak berakal tidaklah beragama.” Untuk membahas rasionalisasi term barokah ini, penulis mencoba menggunakan pendekatan filsafat ilmu. Dalam konteks ini, terdapat empat domain barokah, yaitu methaphysical of barokah, ontological of barokah, epistemological of barokah, dan axiological of barokah. Proses wilayah intrepretasi atas barokah akan dijabarkan dari setiap poinnya.

Barokah dalam Wilayah Metafisika (Methaphysical of Barokah)

Secara umum, melalui metafisika dipahami bahwa di alam ini terdapat hal-hal gaib (supranatural), hal-hal yang bersifat lebih tinggi, atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Maka, barokah dalam wilayah ini mendalihkan bersumber dari hal yang ghoib (supranatural). Dalam kontek ini, umat muslim mengartikan adanya Sang Maha Kuasa yang tinggi, yakni Allah SWT.

Barokah dari Segi Entitasnya (Ontological of Barokah)

Ontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang the being, yang menelusuri tentang hakikat pengetahuan. Maka, barokah dilihat dari segi ontologi adalah “nyata adanya”, hingga berada pada taraf pengetahuan yang rasional. Logikanya begini: bagaimana memahami usaha seseorang yang bekerja sebulan dengan gaji Rp 1 juta. Secara matematis tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun kenyataannya ada yang bisa survive dengan kondisi seperti itu.

Barokah dalam Teori Pengetahuan (Epistemological of Barokah)

Epistemologi adalah teori pengetahuan, yang membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Secara sederhana, epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Maka, barokah secara konseptual dilihat dari theory of knowledge akan mendalihkan pada aspek pemahaman seseorang yang berbuat kebajikan, dan ia akan menerima kebaikan. Meminjam teori kausalitas (sebab musabab), barokah diartikan sebagai buah atau hasil perbuatan seseorang yang berlandaskan pada kesadaran adanya dzat Maha Kuasa yang memberikan segala penyebabnya.

Barokah dalam Aspek Kemanfaatan (Axiological of Barokah)

Aksiologi adalah teori tentang nilai yang menjelaskan tentang kemanfaatan suatu pengetahuan. Menurut Jujun S Suriasumantri, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Maka, barokah pada wilayah ini diartikan kemanfaatan dan fadhilahnya. Dus, keberkahan dalam hal ini adalah buah atau hasil yang memberikan efek kenikmatan batiniah maupun jasadiyah.

Dengan demikian, barokah dari pendekatan filsafat ilmu bisa dipahami prosesnya, baik itu dari aspek methaphysical, ontological, epistemological, maupun axiological-nya. Di pesantren, barokah menjadi pembahasan yang masyhur didengar oleh santri, dan dimaknai sangat tinggi kedudukannya.

Dari kacamata tersebut, penulis mengartikan aspek barokah menjadi sebuah nilai tinggi meski pada taraf tahsiniyat dan bukan dhoruriyyat. Dalam hipotesis penulis, barokah pada wilayah tahsiniyyat memerlukan pendekatan teori yang lain, dalam hal ini menggunakan pendekatan estetika. Dalam konteks ini, penulis mengistilahkan “Aesthetics Approach of Barokah”, yakni barokah dilihat dari pendekatan estetika.

Barokah secara matafisika adalah sebuah karunia kebaikan pada wilayah yang mendalihkan bersumber dari hal yang ghoib (supranatural), dalam hal ini Allah SWT. Atau, secara tidak langsung, penyebab berkah adalah Allah. Adapun, dalam hal barokah dari pendekatan estetika, perlu mendalihkan bahwa Allah maha indah. Nama Allah Azza wa Jalla ini disebutkan dalam sebuah hadits yang shahîh, dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قاَلَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu. Ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?) Rasulullâh bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.

Hadist tersebut menegaskan atas إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ, bisa diartikan bahwa Allah dengan segala kesempurnaan juga estetika (bernuansa islami).

Selanjutnya, paradigma yang dibangun oleh pesantren atas barokah adalah nilai luhur yang di situ memerlukan proses dan riyadhoh yang beraneka ragam. Secara umum, bisa melalui proses menimba ilmu dengan bentuk belajar yang meliputi membaca, mendengarkan, dan menulis (intelligence quotient).

Dengan demikian, mendekatkan diri kepada Sang Kholik dengan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya termasuk metode santri menimba ilmu (spiritual qoutient). Kemudian, memahami hubungan sesama saudara, empati, saling tolong menolong dalam kebaikan pun, menjadi modal proses belajar santri (emotional qoutient ).

Adapun, di antara kebiasaan santri dalam mengambil keberkahan dari kiai seperti menyapu masjid pondok, khidmah sebagai abdi dalem, menjadi sopir kiai, atau menjadi khodam para gus di pesantren, dan lain sebagainya. Alhasil, rasionalitas barokah (pendekatan filsafat ilmu) bisa diketahui dari kacamata methaphysical, ontological, epistemological, axiological, dan juga estetika.

Multi-Page