Rasionalitas Barokah: Pendekatan Filsafat Ilmu

4,730 kali dibaca

Dalam dunia pesantren, ada nilai-nilai tersendiri dalam bersikap dan bertutur kata, semacam local wisdom, yang tidak dimiliki oleh umat muslim di negeri Timur Tengah. Misalnya, bertutur kata dan bersikap di depan guru yang melebihi kebiasaan orang pada umumnya. Salah satu bentuk akhlak seorang santri pada kiainya adalah berkata “bahwa segala kesuksesan dan nikmat yang diberikan oleh Allah sebab barokah kiai.”

Dalam dunia pesantren, kata “barokah” menjadi sebuah tujuan inti yang menjadi bekal mengarungi kehidupan di dunia hingga kelak di akhirat. Salah satu pemahaman barokah versi santri “ زيادة الخير بعد الخير”, yakni bertambahnya kebaikan setelah kebaikan yang lalu (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).

Advertisements

Barokah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, barokah (البركة), yang artinya nikmat (Kamus Al-Munawwir, 1997:78). Istilah lain berkah dalam bahasa Arab adalah mubarak dan tabaruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:179), berkah adalah “karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia.”

Para ulama juga menjelaskan makna berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia. Konsep tersebut adalah pemahaman di dunia pesantren yang sudah umum. Akan tetapi berbeda bila dilihat dari kalangan mahasiswa yang sering merasionalisasi segala hal. Biasanya, pada taraf ini, masih banyak kalangan akademisi yang berada di antara “percaya tidak percaya. Istilah irasional tntrepretatif.

Penulis tertarik mengkaji atas term barokah dari sudut pandang rasio-logis. Sebenarnya, proses berpikir rasional secara dalih telah ada pada hadist Nabi SAW:

قَالَ رسول الل ( صلى الله عليه و آله ) :إِنَّمَا يُدْرَكُ الْخَيْرُ كُلُّهُ بِالْعَقْلِ ،وَ لَا دِينَ لِمَنْ لَا عَقْلَ لَهُ

“Sesungguhnya kebaikan (al khoir) seluruhnya bisa diketahui dengan akal (rasionalitas ). Dan tidak beragama atas seseorang yang tidak berakal.”

Nabi Muhammad SAW secara shorih mengatakan bahwa al khoir (kebaikan) bisa diketahui dengan akal, hingga membuat metafor “seseorang yang tak berakal tidaklah beragama.” Untuk membahas rasionalisasi term barokah ini, penulis mencoba menggunakan pendekatan filsafat ilmu. Dalam konteks ini, terdapat empat domain barokah, yaitu methaphysical of barokah, ontological of barokah, epistemological of barokah, dan axiological of barokah. Proses wilayah intrepretasi atas barokah akan dijabarkan dari setiap poinnya.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All