Presedensi Semeru dalam Ukhuwah Keislaman

1,105 kali dibaca

Lebih dari satu tahun sudah Indonesia diterpa berbagai musibah. Beragam kesusahan dirasakan masyarakat kita selama masa itu pula. Krisis ekonomi dan penjara sosial akibat wabah Covid-19 yang tidak kunjung usai, musibah alamiah atau buatan manusia yang tidak pernah usang.

Baru-baru ini kabar duka datang dari Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021) di Lumajang, Jawa Timur. Beberapa orang menjadi korban dalam bencana tersebut, baik korban luka, bahkan sampai meninggal dunia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah terdapat 13 warga yang meninggal dunia dank orang lebih 40 warga yang mengalami luka-luka.

Advertisements

Bencana alam, termasuk letusan gunung merapi, menjadi suatu keniscayaan dalam fenomena hidup yang terjadi secara alamiah atas kehendak Allah Swt. Meskipun tidak dinafikkan, di samping adanya kehendak Tuhan, terdapat arogansi kemanusiaan yang menjadi sebab terjadinya suatu bencana alam.

Fenomena letusan Semeru kemarin ada kalanya diletakkan sebagai presedensi dengan nuansa hikmah-hikmah. Manusia harus mampu mereguk pelajaran di balik terjadinya letusan itu. Ada banyak sekali motivasi sebagai renungan diri menjadi manusia yang sempurna (al-insan al-kamil).

Misalnya, sebagai media intropeksi diri (muhasabah) dengan melihat relasi kausal kehidupan makhluk yang saling mempengaruhi satu sama lain. Sehingga perbuatan manusia, baik dan buruknya, akan memliki dampak yang berarti bagi sesama, makhluk dan alam sekitarnya.

Di samping itu, kita tidak boleh larut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Musibah adalah suatu ujian bagi keimanan seseorang. Melalui ujian itu, kadar keimanan dan konsistensi penghambaan manusia kepada Tuhan mesti kembali dipertanyakan. Maka musibah harus disikapi dengan sabar dan penuh hikmah, karena setiap musibah terdapat pesan Allah Swt yang disampikan kepada umat-Nya. (Buya Amirsyah, Sekjen MUI)

Manusia yang lupa kepada Allah akan mengeluh dengan segala hal yang menimpanya. Sebaliknya, orang yang mengingat Tuhan dalam setiap jengkal langkah akan terus mendekatkan diri (taqarruban) kepada Sang Pencipta.

Di sana letak kearifan seorang muslim yang selalu bisa memberikan nilai positif dan bingkai maknawi terhadap fenomena alamiah yang dikendaki Tuhan untuk terus meningkatkan ketakwaan. Lebih jauh, letusan Semeru kembali memperlihatkan ikatan erat persaudaraan (ukhuwah)—umat Islam—melalui kepedulian dan tanggung jawab bersama.

Ajaran saling tolong-menolong (ta’awun) terhadap sesama bukan hal baru dalam Islam. Banyak sumber secara literal yang termaktub dalam Al-Quran maupun sunnah Rasul untuk menuntun kita berwelas asih kepada saudara kita di kala berada dalam kesulitan. QS. Al-Maidah: 2 misalnya,

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya”

Dalam kutipan ayat di atas, Allah dengan tegas menyeru kepada manusia untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan, dan melarang membantu sesama dalam berbuat dosa dan maksiat kepada-Nya.

Terdapat juga hadis Nabi yang diriwiyatkan oleh Imam Bukhori:

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  رواه البخاري

Dalam hadis tersebut disebutkan oleh Rasulullah Saw. bahwa antara muslim yang satu dan yang lainnya adalah saudara. Kewajiban untuk saling menolong dan larangan menganiaya terhadap sesama jelas termaktub di dalamnya.

Dan Allah akan menyiapkan balasan yang melebihi kadar kemanfaatan dan kemudharatan yang diberikan seseorang kepada saudaranya, baik berupa perhatian, bantuan di kala kesulitan atau menutupi aib yang terdapat pada saudaranya.

Penerapan ajaran tolong-menolong dapat kita jumpai di letusan Gunung Semeru. Di tengah kecamuk kepentingan individu, berdasarkan pertalian ukhuwah keislaman, relung hati seorang muslim tergerak mengulurkan tangan untuk mengentaskan kesulitan saudaranya akibat bencana alam.

Dengan semangat ungkapan “Pray For Semeru” atau “Open Donasi” yang terpajang di pamflet-pamflet menyesaki media sosial (medsos) dari latar organisasi dan institusi yang beragam, dari yang statusnya akademisi, politisi sampai relawan sosial kemasyarakatan, bersama-sama berada dalam ikhtiyar munajat doa dan pengumpulan donasi untuk membantu saudara kita di Lumajang sana.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan