Pesantren dan Ruang Gerak Sosial

1,216 kali dibaca

Pesantren dikenal dengan ragam istilah di berbagai wilayah di Nusantara. Rangkang adalah istilah pesantren di Aceh, Di Sumatera Barat dikenal dengan surau, di Padang Panjang dikenal dengan tawalib, dan di Jawa dikenal dengan pesastrian, pesatrian, pecantrikan, santren, pesantren, dan akhirnya dikenal dengan Pondok Pesantren.

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional tertua yang ada di Nusantara. Sebagai lembaga pendidikan, menurut Dawam Raharjo, pesantren tidak hanya sebagai penyedia kebutuhan pendidikan, tetapi juga sebagai penyiaran agama Islam (M. Dawam Raharjo, 1985: VII). Sehingga, tidak hanya ruang keberagamaan yang menjadi ruang utama pesantren, pun demikian ruang gerak sosial juga menjadi fokus pendidikan pesantren.

Advertisements

Pada dasarnya pendidikan adalah proses pengawalan penumbuhkembangan potensi yang ada di dalam peserta didik. Menurut L Murbandono, pendidikan adalah tindakan kemasyarakatan yang hanya dimungkingkan dengan menembus jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan (L Murbandono H.S. 2006: 2). Dengan kata lain, pendidikan memiliki muara hubungan kemanusiaan yang lekat.

Pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki muara gerakan sosial di dalamnya. Dari konteks fikih bisa kita temui dalam aspek wakaf, waris, muamalat, dan hablun min an-nas lainnya. Artinya, aspek syariah juga memiliki keberpihakan terhadap keberagaman pola pikir, dalam hal ini ialah kemanusiaan.

Gus Dur pernah menyinggun bahwa yang terpenting adalah kemanusiaan. Hal ini diperkuat dengan asumsi bahwa, jika ada haq al adami yang belum terpenuhi, maka sampai di akhirat pun tetap menjadi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi.

Hal ini menunjukkan bahwa pesantren adalah ruang pendidikan yang multidimensional. Ia menempatkan kemanusiaan di atas segala kepentingan. Sebagai lembaga yang memiliki makna keaslian keindonesiaan (indigenous), meminjam istilah Cak Nur, pendidikan pesantren adalah pendidikan yang tidak terjajah, memiliki kemerdekaannya sendiri, dengan tujuan untuk masa depan bangsa yang lebih berkepribadian (Nurkholis Majid, 1997: 2). Dengan demikian, pesantren memiliki kepekaan dan keberpihakan terhadap perkembangan kehidupan masyarakat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan