Perpisahan Santri karena Pandemi

1,122 kali dibaca

Rencana perpisahan yang telah lama dirancang untuk menjadi kenangan terindah akhirnya berantakan karena pandemi. Itulah yang kami alami sebagai santri kelas 12 Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kuningan, Jawa Barat ketika tiba-tiba badai Covid-19 datang menerjang.

Momen itu dimulai saat memasuki tahun ajaran baru. Itu adalah momen yang paling ditunggu oleh santri yang naik ke kelas 12, momen yang menuntut kami untuk menjadi dewasa, dan menjadi contoh bagi adik-adik kelas. Tapi itu tidak mudah. Begitu banyak kegiatan yang harus dilakukan, mulai dari ujian Qurdits, mengikuti bimbel, hingga berbagai kegiatan lainnya yang dapat dikatakan sebagai syarat kelulusan santri Pondok Pesantren Husnul Khotimah.

Advertisements

Tapi akhirnya sampai juga kami di pengujung tahun. Tiba saatnya kami bersiap diri untuk mengikuti Ujian Akhir Madrasah dan Ujian Nasional yang akan dilaksanakan tiga bulan lagi. Gelisah, takut, senang semuanya bercampur aduk. Tiga bulan tidaklah sebentar. Kami menunggu momentum itu dengan antusias dan sabar.

Tapi tiba-tiba semuanya berubah ketika pandemi itu datang. Hilang, sirna. Semua rencana yang sudah kami susun rapi harus lenyap begitu saja. Mungkin untuk sekolah luar yang notabenenya bukan pondok, momentum bersama teman tidaklah begitu terasa. Beda halnya dengan kami, para santri ini. Semuanya dilalui bersama, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Kala itu Ujian Tengah Semester sedang berlangsung saat beredar kabar burung para santri mulai dipulangkan. Santri dengan marhalah atau tingkatan di bawah kami, terutama kelas 7, memang sudah sangat menantikan saatnya diizinkan pulang. Mereka merasa iri dengan santri pondok sebelah, yaitu Pondok Pesantren Al-Multazam, yang sudah terlebih dahulu dipulangkan. Sebagai kakak kelas, kami mencari kebenaran tentang informasi tersebut. Ternyata tidak benar, dan kami bersyukur karena berdiam diri di pondok akan jauh lebih aman daripada pulang ke rumah.

Sepuluh hari berlalu, kabar santri akan dipulangkan kembali beredar. Tak bisa dielakkan, kali ini bukan sekadar kabar burung; tapi kabar duka bagi kami. Saat itu, jalan menuju asrama sangat ramai oleh adik-adik yang berlalu lalang, memberi tahu satu sama lain, bahwa mereka akan dipulangkan.

Tibanya di asrama, seketika suasana kamar pecah oleh tangisan. Bisa dibayangkan betapa kagetnya mendengar kabar itu, yang harusnya kami senang karena Ujian Tengah Semester telah selesai. Tidak hanya kami, asatidz-asatidzah dan semua jajaran pengurus pondok mulai dari mudir ma’had sampai ibu dapur pun merasa sedih dengan dipulangkannya santri. Dan pada akhirnya, seluruh santri harus dipulangkan atas keputusan Bupati Kuningan. Mau tidak mau, pihak pondok harus mengikuti peraturan yang berlaku agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan.

Bayangkan, siang itu, Sabtu 21 Maret 2020, seluruh santri hanya diberi waktu tiga jam untuk membereskan semua barang. Tapi tidak semua fokus membereskan barang. Ada yang berkeliling ke setiap kamar hanya untuk meminta maaf. Ada juga yang sibuk menyelesaikan masalah utang pituangnya. Waktu semakin menipis dan kami masih tidak percaya, menangis sejadi-jadinya, saling memeluk satu sama lain mengingat tahun ini adalah tahun terakhir kami di pondok. Apakah ini akhir dari cerita kami? Bukan perpisahan seperti ini yang kami inginkan. Tapi sedih itu terobati setelah mendengar pengumuman bahwa kelas 12 wajib datang ketika Ujian Nasional akan dilaksanakan. Kami bisa menerima walau hanya bertemu dengan teman yang sesuai jadwalnya.

Sebelum dipulangkan, seluruh santri diberi arahan atau taklimat oleh dewan pembina yang menyyinggung tentang qadarullah. Setelah itu kami diantar oleh semua staf pondok, seperti ibu asrama, asatidz dan asatidzah, ke lapangan tempat bus parkir. Saat menaiki bus dan melihat ke arah luar, ada penampakan yang tidak ingin kami lihat: seluruh staf pondok menangis menyaksikan kepulangan santri yang amat mendadak ini.

Diangkut dengan 47 bus, dengan biaya dari pondok, sore itu kami, seluruh santri, dipulangkan lebih cepat dari yang seharusnya.

Kuasa Sang Khalik tidak bisa diganggu gugat. Pandemi semakin merajalela. Hampir setiap kota menutup akses lalu lintasnya, dan semua transportasi diberhentikan untuk dilakukan pemeriksaan. Grup santri kelas 12 tentu saja heboh membicarakan bagaimana pertemuan nanti jika semua akses lalu lintas ditutup. Ada juga yang mendengar kabar kalau Ujian Nasional kemungkinan dilakukan secara daring. Tapi kami tidak tahu mana yang pasti, karena kabar itu masih simpang siur dan belum jelas asal-usulnya.

Seiring waktu berjalan, sembari menunggu Ujian Nasional, kami diberi arahan dan bimbingan oleh para asatidz-asatidzah untuk tetap tenang dan menunggu kabar dari pusat perihal Ujian Nasional tersebut. Tak butuh waktu lama, selang sekitar lima hari, turun surat keputusan dari Kemendikbud bahwa Ujian Nasional ditiadakan untuk tahun ini.

Sedih! Satu-satunya harapan agar bisa berkumpul kembali hanya saat pelepasan santri (haflah attakhorruj) nanti. Haflah attakhrorruj tidak hanya memberi kepuasan atau kesan pada santri yang dinyatakan lulus, tetapi semua orang yang berperan di dalamnya seperti wali santri. Biasanya, haflah attakhorruj akan diumumkan siapa saja yang berhasil menyelesaikan hafalan al-Quran 30 juz dan kejuaraan lainnya.

Orang tua mana yang tidak bangga melihat anaknya dipanggil ke panggung untuk mengenakan selendang hafidz/hafidzah. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di sana; penuh haru dan bangga.

Tapi kembali lagi, serapi atau sebagus apa pun rencana dan angan yang kita inginkan, jika Allah berkehendak lain, maka itu tidak akan terjadi. Untuk kedua kalinya rencana kami gagal karena pandemi kian merajalela. Dan, haflah attakhorruj pun harus dilakukan secara daring dengan semua atribut haflah, seperti selendang dan cendera mata dikirim oleh pihak pondok ke rumah santri yang akan diwisuda. Sebenarnya, semua tahapan haflah attakhorruj sesuai dengan yang diinginkan, hanya saja waktu dan tempatnya yang berbeda.

Positive thinking, itu yang terbaik. Rencana Allah memang yang paling baik. Sedikit berbagi pengalaman saat pandemi harus mengubah segalanya, atau lebih tepatnya adalah sebuah takdir (ketetapan).

Multi-Page

Tinggalkan Balasan