Pernikahan Dini dan Problematikanya

1,622 kali dibaca

Pernikahan merupakan suatau jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga. Dalam Islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah. Lembaga pernikahan dianggap sakral oleh karena itu diharapkan hanya terjadi sekali seumjur hidup.

Pernikahan pada umumnya dilakukan oleh wanita yang usianya cukup dewasa untuk menikah, seperti adanya ketentuan batas umur yang diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hukum perkawinan di Indonesia mengatur bahwa perkawinan dapat dilakukan jika laki-laki sudah berusia 19 tahun, sedangkan pihak perempuan berusia 16 tahun. Jika ada salah satu pihak atau keduannya berusia kurang dari ketentuan, maka dinyatakan sebagai pernikahan di bawah umur.

Advertisements

Namun, dewasa ini pernikahan di bawah umur terus menjamur. Persoalan pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini memang telah menjadi permasalahan tersendiri bagi Indonesia. Berdasarkan data 2018, pernikahan dini ditemukan di seluruh daerah di Indonesia. Pada 2018, sebanyak 1.184.100 perempuan berusia 20-24 tahun ternyata telah menikah di usia 18 tahun. Jumlah terbanyak berada di Jawa, dengan 668.900 perempuan nikah di bawah umur.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa laju pernikahan di bawah umur di Indonesia sangat tinggi. Jika tren ini dibiarkan akan memunculkan berbagai masalah, seperti minimnya pengetahuan dan wawasan serta akan terjadi ledakan penduduk. Hal tersebut didukung oleh program UNICEF untuk menekan pernikahan di bawah umur, bawah usia 18 tahun, atau sebelum seorang perempuan secara fisik, fisiologis, dan psikologis siap untuk memikul tanggung jawab sebagai istri dan ibu dari anak yang dilahirkan.

Sebagai contoh, belakangan ini nama Syekh Puji kembali mencuat lagi di media sosial karena kasus yang sama: menikahi anak di bawah umur. Kasus pernikahan dini yang dilakukan Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji (54) diketahui setelah dilaporkan oleh pihak keluarganya sendiri. Tiga orang pihak keluarga mengakui Syekh Puji menikahi seorang bocah berinisial D yang baru berusia 7 tahun pada 2016. Akibat hal tersebut, Syekh Puji terancam dihukum penjara seumur hidup dan bahkan bisa dikebiri dengan suntik kimia.

Secara umum, pernikahan dini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya faktor ekonomi. Ini terjadi karena keluarga mengalami kesulitan ekonomi sehingga terpaksa menikahkan anaknya pada usia dini. Dengan demikian, diharapkan sang anak dapat mengurangi beban ekonomi keluarga dan memperoleh kehidupan yang lebih layak kedepannya.

Tingkat pendidikan yang rendah juga menyebabkan orang tua cenderung pasrah dan tidak terlalu memikirkan dampak yang akan dialami sang anak ketika harus menikah di usia dini. Selain itu, faktor media masa ternyata juga menjadi pendorong usia pernikahan dini terbaru. Tren ini didukung dengan mudahnya akses Internet sehingga masyarakat mudah mengunjungi situs-situs bebau pornografi yang sebenarnya dilarang oleh pemerintah. Kurangnya dalam pembekalan pengetahuan dan emosional terhadap remaja pada akhirnya mampu mendorong rasa penasaran dan pada akhirnya melakukan hubungan seks di luar nikah

Pernikahan usia dini dapat menimbulkan banyak dampak negatif bagi kesehatan. Berdasarkan laporan kajian perkawinan usia anak di Indonesia, tinggginya angka pernikahan usia dini dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi. Selain itu, juga memberikan dampak buruk bagi kesehatan anak di kemudian hari. Selain itu, organ reproduksi pada perempuan di bawah usia 20 tahun belum matang dengan sempurna sehingga hubungan seksual dapat berisiko menimbulkan berbagai penyakit, seperti kanker serviks dan kanker payudara.

Pernikahan dini, yang dilakukan laki-laki dan perempuan yang belum memiliki kematangan emosional, juga rawan dengan percecokan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga yang berpotensi menimbulkan trauma bahkan kematian bagi korban. Selain itu, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga dapat berdampak pada psikologis anak dari pasangan tersebut tersebut karna anak akan merasa kurang mendapat perhatian dan kurang nyaman berada di rumah.

Karena itu, seluruh elemen bangsa seharusnya memiliki kepedulian yang sama untuk mencegah terjadinya pernikahan dini. Hal ini, misalnya, bisa dimulai dengan memberikan pendidikan keagamaan yang cukup sejak dini. Bagi remaja yang memiliki dorongan seksual tinggi, harus diberi pemahaman bahwa memperbanyak beribadah dan menyadari perihal batas umur menikah dapat agar terhindar dari melakukan hubungan seksual sebelum waktunya.

Selain itu, orang tua harus mengutamakan persoalan pribadi anak. Misal anak putri, selain sekolah juga mengisi waktu dengan cara mengajarkannya memasak. Sementara untuk anak laki- laki, diberi tugas melakukan berbagai hal yang positif dan produktif..Anak-anak juga harus dijauhkan dari pergaulan negatif. Sebab, pergaulan seperti itu sangat menyesatkan bagi seorang anak, apalagi anak di bawah umur

Memang, berdasarkan UU Perkawinan, usia minimal perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Namun, dari segi kesehatan, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menggariskan batasan usia yang ideal untuk menikah baik dari segi fisik dan mental, yaitu minimal 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Maka dari itu, sebaiknya setiap pasangan dapat memperhitungkan sendiri usia yang ideal untuk menikah, demi kesehatan dan menghindari dampak negatif lainnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan